”Kamu gak apa-apa kan?" tanya Malik begitu pembuat onar pergi dari ruangan itu.
”Tidak apa, ini dokumen yang Pak Malik butuhkan saya permisi dulu,” pamit Hana.
”Oh iya Hana,” panggil Malik.
Hana berbalik arah, ”Ada apalagi Pak?”
”Kita pulang sama-sama,” ucap Malik.
”Tapi ... ”
”Tidak ada penolakan nanti tunggu saya di lobi!” seru Malik tak menerima bantahan.
Hana hanya mengangguk cepat dan segera keluar dari ruangan tersebut karena malu dengan Faris yang masih berada di ruangan tersebut sedang menyimak percakapan mereka berdua.
”Mm, sepertinya ada kemajuan,” sindir Faris.
”Diam kau!”
”Tapi benar kan Bang kalau Abang sudah jatuh cinta sama dia, hanya pria bodoh yang tidak jatuh cinta padanya.”
”Jadi kau termasuk pria bodoh karena tidak jatuh cinta padanya begitukah?”
”Bang, aku sudah memiliki Sabrina jadi buat apalagi memiliki wanita lain satu saja gak habis-habisnya,” seru Faris.
”Tapi jika memang Bang Malik suka dengan dia aku akan dukung sampai halal,” ucap Faris memberikan support pada calon kakak iparnya itu.
”Sudahlah lebih baik kau beres-beres siap-siap pulang atau kau mau menginap di kantor?” seru Malik.
”Ish, ya gak lah aku juga mau balik mau kencan sama Sabrina,” ucap Faris terkekeh.
Malik langsung berbenah dan segera meninggalkan ruangannya setelah dirasa selesai merapikan semuanya, dengan cepat dia segera menuju lobi dimana Hana sudah menunggunya.
”Maaf saya telat, ayo pulang!” ucap Malik.
Hana bangkit dan berjalan sejajar dengan Malik menuju ke halaman kantor dimana. mobil milik Malik sudah disiapkan oleh sekuriti.
”Mau langsung pulang?” tanya Malik.
”Iya,” jawab Hana singkat.
”Kenapa irit sekali?” ucap Malik sesekali melirik ke samping.
”Lagi malas bicara,” balas Hana.
”Sebenarnya saya mau ajak kamu ke rumah tapi berhubung kamu sepertinya sedang bad mood jadi mungkin lain kali aja.”
”Maaf.”
Malik hanya tersenyum samar mendengar jawaban dari Hana.
”Apakah faktor kejadian tadi juga mempengaruhi pikiranmu?”
”Ya sedikit.”
”Tolong lupakan ya dan jangan diambil hati yang ada rugi sendiri nantinya,” ucap Malik kali ini Hana tidak merespon.
Begitu sampai di rumah Hana dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang berada di teras rumahnya.
”Kenapa dia ada di sini?” lirih Hana.
”Siapa?” tanya Malik.
”Itu tetangga papa saya di Jogja, kenapa dia ada di sini,” balas Hana.
Malik menatap pria tampan dengan pakaian yang sangat rapi bak seorang ustadz berada di teras rumah Hana. Niatnya tidak akan turun dari mobil jadi terprovokasi untuk mengetahui identitas pria itu.
”Assalamu’alaikum Hana, akhirnya kamu pulang juga,” sapa Jaka.
”Waalaikumussalam, ada apa yang Mas kok bisa Mas Jaka berada di sini?” tanya Hana.
”Kebetulan saya sedang di rumahnya kakakku jadi sekalian mampir ke sini bawain ini titipan dari papamu,” ucap Jaka memberikan satu kardus jajanan khas kota Jogja.
”Aduh jadi merepotkan begini, kenapa juga papa kasih beginian padahal aku gak pernah minta,” ucap Hana.
”Terima aja, itu tandanya papa perhatian sama putrinya,” ucap Malik.
”Silakan duduk sebentar saya bawa ini ke dapur dulu.” Hana meninggalkan kedua pria itu di ruang tamu keduanya sama-sama saling tatap.
”Sudah berapa lama kenal sama Hana?” tanya Malik.
”Saya kenal sejak kecil papanya dia tetangga saya di Jogja,” balas Jaka.
”Oh begitu,” ucap Malik.
”Bapak sendiri?” Jaka balik bertanya pada Malik.
”Bapak? Apakah aku terlihat setua itu? Saya atasannya Hana di kantor,” jawab Malik dengan menahan kesal di hatinya karena disebut ’bapak’ oleh Jaka.
”Oh begitu rupanya, papanya Hana meminta saya untuk ta'aruf dengan putrinya itu saya tahu jika Hana itu gadis yang baik makanya saya mau menerima tawaran dari beliau. Mungkin beliau trauma dengan kegagalan pernikahan putrinya bulan lalu jadi beliau tidak mengijinkan putrinya menjalin hubungan dengan pria lain. Bagaimana menurut Anda?”
”Maksud Anda apa ya?” Malik balik bertanya pada Jaka.
Jaka merasa salah dalam berbicara akhirnya diam karena Hana sudah lebih dulu kembali ke ruang tamu bersama dengan minuman dan camilan kecil di nampan.
”Maaf sedikit lama silakan diminum,” ucap Hana.
Malik menatap Jaka dengan perasaan kesal sekaligus cemburu karena sudah mengantongi ijin dari Pak Soleh papanya Hana.
Mereka bertiga saling diam hingga akhirnya Alvin datang, mencairkan suasana.
”Assalamualaikum Kak Hana,” teriaknya.
”Waalaikumussalam,” jawab ketiganya.
”Eh ada tamu, loh Mas Ustadz Jaka kok ada di sini, Pak bos juga,” ucap Alvin lalu menatap ke arah kakaknya yang sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.
”Iya saya dititipi oleh-oleh sama papamu kebetulan aku lagi di rumah kakakku di daerah pondok gede,” ucap Jaka.
”Makasih Mas Ustadz,” ucap Alvin.
”Kalau gitu saya ke dalam dulu,” pamit Alvin dia merasakan bau-bau persaingan sedang dimulai.
”Aku pamit dulu ya Na, kapan-kapan aku boleh kan datang lagi?” tanya Jaka.
”Iya boleh tapi maaf saya tidak mesti di rumah karena tiap hari ngantor bahkan kadang lembur jika banyak kerjaan.”
”Baiklah gak masalah, Assalamualaikum.”
”Waalaikumussalam,” jawab Hana sedangkan Malik hanya menatap tajam pada Jaka.
”Kamu dekat dengan dia?” tanya Malik.
”Tidak juga,” jawab Hana.
”Oh iya Pak Malik tolong bawakan juga ya buat Emil makanan tadi mana mungkin habis jika saya dan Alvin yang makan soalnya terlalu banyak atau Pak Malik bisa bagikan sama Bik Surti dia pasti suka sebentar saya ambilkan di dapur.”
Hana ke belakang tanpa dia sadari Malik mengikutinya. Hana mengeluarkan beberapa makanan yang masih dalam kemasan memindahkannya dalam paper bag.
”Astaghfirullah Anda mengagetkan saya,” ucap Hana yang terkejut karena Malik sudah ada di belakangnya bukannya menghindar Malik justru mengungkung tubuh Hana membuat gadis itu tidak bisa bergerak.
”Apa yang Pak Malik lakukan, kalau adik saya lihat bagaimana dia bisa salah paham,” ucap Hana.
”Biarkan saja apa peduli saya,” sahut Malik menatap Hana tak berkedip.
”Tolong jangan terima jika pria tadi melamar dirimu,” bisik Malik.
”Kenapa Anda bicara begitu?” tanya Hana segera memalingkan wajahnya karena jarak antara mereka sangat dekat sekali membuatnya hampir tidak bisa bernafas.
”Karena saya yang akan melamar dirimu nanti,” bisik Malik lagi.
Hana terkesiap mendengar perkataan Malik dan menatapnya intens, apakah pria yang ada di depannya ini sedang bercanda dengannya sayangnya Hana hanya menemukan keseriusan di sana.
”Astaghfirullah,” ucap Hana seraya mendorong tubuh Malik membuatnya terbentur lemari pendingin.
”Aduh maaf Pak Malik saya gak sengaja,” ucap Hana yang khawatir dengan keadaan Malik.
”Saya akan menagih jawabannya Hana, tidak sekarang aku yakin kau perlu waktu,” bisik Malik membuat Hana semakin tidak menentu.
Malik merapikan pakaiannya, ”Saya pulang dulu, salam buat adikmu. Assalamualaikum.”
”Waalaikumussalam,” jawab Hana menatap kepergian Malik.
Begitu berbalik Alvin sudah bersandar di dinding dengan tangan melipat di dadanya. ”Bagaimana Kak mana yang akan kau pilih duda tampan yang kaya atau ustadz tampan tapi biasa?”
”Eh?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Wirda Wati
Alvin lebay
2023-06-10
0
Yani
Sholat istihoro Hana biar ga bimbsng 😊
2023-06-02
1
Devi Sihotang Sihotang
haha...haha... mas duda lagi cemburu
2023-05-31
0