Korban pertama

"Maaf, maafkan aku. Aku sungguh tidak sengaja," aku mengumpulkan buku-bukunya yang berserakan.

"Makanya hati-hati. Dasar kau anak baru!!" bentak siswi itu.

"Maaf. Ini," aku menyodorkan semua bukunya.

"Hm!" ia mengambil buku-buku tersebut dan berlalu sambil terus mengoceh.

"Jangan hiraukan dia. Silvi memang orangnya seperti itu," kata Luxia.

Aku tidak jadi menyusul Tria. Aku sudah jauh tertinggal darinya. Ya, sudahlah. Mungkin lain kali saja. Aku berangkat menuju kelas bersama Amy dan Luxia. Pelajaran pertama ini cukup membosankan. Fokus ku terlalu teralihkan dengan kejanggalan-kejanggalan di sekolah ini. Aku merasa ada sesuatu yang aneh dan Tria tahu itu. Aku harus bertanya padanya.

...✴✴✴✴...

Kriiiiiiiiing.... Kriiiiiiiiing....

Jam makan siang tiba. Aku dan Amy bergegas naik menemui Tria, Luxia dan Magie di kelas mereka untuk mengajak makan siang di kantin yang berada di lantai dasar paling ujung gedung sekolah. Setelah makan siang, kami pergi ke taman di belakang kelas. Taman itu cukup ramai, ada lapangan futsall disana. Terlihat beberapa siswa sedang bertanding dengan para penonton yang saling mendukung tim masing-masing. Kami mengambil tempat duduk di bawah pohon agar terhindar dari sengatan sinar matahari. Kursi taman itu cukup untuk kami berlima. Aku mengambil tempat duduk di samping Magie.

"Angin di sini cukup kencang," kataku memecah keheningan diantara kami.

Aku membetulkan rambut ku yang acak-acak. Luxia, Amy dan Tria sependapat denganku.

"Kenapa kau menatapku seperti itu, Magie?" tanyaku padanya yang sendari tadi terus menatapku.

"Ah.... Tidak ada. Aku hanya merasa aneh saja denganmu."

"Aneh. Apa yang aneh?" tanyaku bingung.

"Ya, kau kemarin terlihat sakit dan wajahmu begitu pucat. Aku kira kau terbaring seharian tapi nyatanya kau sehat bugar."

"Aku tidur lebih awal kemarin," kataku sembarangan mencari alasan.

"Kau bahkan tidak tidur semalam," tiba-tiba Tria memotong. "Kenapa kau tidak ceritakan hal sebenarnya?"

"Hal, hal sebenarnya?"

Padahal aku tidak ingin membicarakan hal ini di depan yang lain tapi Tria terus mendesakku. Tunggu, dari mana dia tahu kalau aku tidak tidur semalam? Apa dia juga mendengarnya? jika memang benar, Apa dia juga tahu siapa hantu gadis itu? Kenapa ia tidak menolongku? Kenapa dia ingin sekali tahu apa yang ku lihat di kolam renang?. Aah... Semua pertanyaan itu membuatku semakin mencurigai dirinya. Tapi jika aku ceritakan, mereka juga tidak percaya.

"Hei Lita, sebenarnya apa?" Magie mengagetkanku.

"Sebenarnya..."

Tiba-tiba semua murid berbondong-bondong berlari menuju bagian belakang gedung sekolah. Kami berlima dibuat bingung karna nya.

"Apa yang terjadi?" kata Luxia sambil berdiri.

"Sebaiknya kita ikuti mereka. Mungkin kita akan tahu," ajak Tria.

Kami berlari mengikuti murid-murid lain menuju ke belakang gedung sekolah. Di sana sangat ramai dan aku perkirakan hampir semua murid ada disana. Mereka semua melihat ke atas, aku mengikutinya. Tepat pinggiran paling atas gedung sekolah aku melihat seorang siswi berdiri disana. Ia mau bunuh diri. Aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa dia tapi aku mengenal bando merah yang di kenakannya.

"Itu Silvi!" teriakku.

Tanpa pikir panjang aku berlari menerobos kerumunan masuk dari pintu belakang. Aku tidak menghiraukan teman-temanku yang terus memanggil. Saat itu aku tidak sengaja menyengol beberapa kursi. Kursi itu jatuh tepat di depan pintu. Aku terus belari menaiki tangga menuju atap gedung sekolah. Saat sampai di atas, ku lihat Silvi masih berdiri di pinggir pagar pembatas.

"Silvi!!!" teriaku.

Silvi menoleh, ia tersenyum padaku. "Selamat tinggal anak baru."

Silvi melompat dan untung aku dengan sigap berhasil meraih tangannya. ia tergantung di ketingian. Semua orang yang ada di bawah berteriak histeris.

"Bertahanlah!" aku mencobah menariknya. Tapi ia meronta-ronta mencoba melepaskan peganganku.

"Lepaskan aku anak baru!!!" bentak Silvi.

Kukunya yang panjang mencakar tanganku. Aku tidak menghiraukannya rasa sakit dari tanganku yang terluka. Aku terus berusaha menariknya walau darah sudah menetes dari tanganku.

"Aku bilang lepaskan!!!" bentaknya lagi.

"Tidak akan!"

Aku merasakan ada yang aneh darinya. Suaranya parau dan begitu berat. Pandangannya berbeda dari pertama kali kami bertemu. Ia seperti orang kesurupan. Ini tidak mungkin. Aku tak bisa bertahan lebih lama lagi dan akhirnya peganganku terlepas. Silvi terjun bebas dari bangunan empat lantai.

Aku hanya terpaku menatap ke bawah. Disana tergeletak tubuh Silvi bersimbah darah. Ia tewas seketika meregang nyawa. Tidak kusangkah baru pagi ini aku mengenalnya dan sekarang... Tiba-tiba ada sesosok bayangan hitam keluar dari tubuh Silvi dan melesat cepat naik. Aku terjatuh terduduk karna kaget. Bayangan tersebut membentuk seseorang yang pernah aku lihat sebelumnya. Ia berdiri di tempat Silvi berdiri sebelumnya.

"Siapa kau?" tanyaku namun bayangan itu tidak menjawab, hanya tersenyum dan menghilang.

"Lita! Kau tidak apa-apa," teriak Luxia berlari menghampiri. Tidak jauh dibelakangnya, Amy, Tria dan Magie menyusul.

"Astaga. Kau terluka," Amy mengeluarkan sapu tangannya dan melilitkanya di lenganku.

"Kenapa dia melakukan ini? Apa tujuanya? Aku harus mencari tahu," batinku.

"Hei, Lita. Kau dengar kami tidak?" Luxia menggonyang-gonyangkan tubuhku.

"Soreh ini kita ke bangunan tua itu."

...✴✴✴✴...

Kami langsung pergi ke gedung terbengkalai setelah jam pelajaran berakhir. Di sana sangat tidak terawat, kotor dan di penuhi semak belukar. Di dindingnya banyak coretan-coretan tak berarti. Bangunan itu seperti tak di sentuh manusia selama bertahun-tahun. Catnya sudah memudar dan beberapa bagian bagunan telah rusak dimakan usia.

"Lita, apa yang kita yang kita lakukan di sini?" tanya Magie yang ketakutan. Ia sendari tadi terus memegangi bajuku.

"Aku hanya ingin tahu tentang Anna, orang yang perna Amy sebutkan waktu aku pertama kali datang ke sini," jelasku agar mereka tidak terlalu banyak bertanya.

"Kau gila!" Magie melepaskan bajuku dan sedikit mendorongku. "Belum perna ada orang yang melakukan hal itu."

"Sekarang ada," aku berjalan mendekati pintu.

"Tunggu," tiba-tiba Tria memegang tanganku. "Apa ini ada hubunganya dengan kematian Silvi?"

"Jika iya, mengapa?"

Aku membalas menatapnya, ia melepaskan tanganku. Aku tak memperdulikannya lagi. Aku berusaha membuka pintu tapi tak bisa. Pintunya dikunci.

"Sial, pintunya terkunci," gerutuku.

"Aku bisa membukanya."

Amy mendekati ke arahku. Ia melepaskan penjepit rambutnya dan mulai mengutak-atik lubang kunci. Beberapa menit kemudian kunci pintu itu berhasil di buka.

"Wow..... Amy. Dari mana kau mempelajari hal itu?" kataku kagum melihatnya.

"Dari ayahku."

Entah di sengaja atau tidak, Luxia tiba-tiba menginjak kaki Amy dengan keras. Amy mengerutuh kesakitan sambil mengelus-ngelus kakinya yang sakit.

"Luxia, kau ini kenapa?"

"Seharusnya kau tidak melakukan itu!"

.......

.......

.......

.......

.......

.......

...ξκύαε...

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

Amy dan Luxya kl berdekatan pasti rusuh 😅😅😅

2023-11-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!