Rencana terburuk

"Ayok semuanya," Jonathan menarik tangan Aaron menjauh dari tempat itu.

"Kita mau kemana sekarang?" tanya Tria.

"Kita tidak bisa terus-terusan berada disini. Kita harus pergi meninggalkan tempat ini, hari ini juga."

Mereka kembali ke asrama. Selama perjalanan tak ada percakapan di antara mereka. Lita lihat Luxia masih murung. Ia tak berani menegurnya, kejadian tadi benar-benar membuat dia marah.

"Jadi, apa rencananya?" tanya Aaron.

"Pertama-tama kita ajak murid lain untuk pergi dari sini," kata Jonathan.

"Ada murid lain selain kita?" tanya Lita memotong.

"Iya. Yang aku tahu ada 17 orang di sekolah ini. Magie, Silvi, Clara dan tante Carolina adalah korban. Ada 3 orang di asrama laki-laki. Brian, Michel dan Leon. Aku, Aaron dan Edi akan mengajak mereka."

"Kalau begitu aku dan yang lain akan mengajak Allana, Miss. Smith dan Mrs. Scott," kata Tori mengajukan.

"Iya. Kita kumpul di menara."

"Baik," jawab kami serentak.

"O, iya. Hati-hati dengan satpam yang suka berpatroli. Jangan sampai tertangkap olehnya. Satu lagi jangan ada satupun murid lain yang tahu kalau kita sudah mengetahui siapa mereka sebenarnya," kata Jonathan memperingatkan.

"Tapi kenapa?" tanya Lita tak mengerti.

"Nanti juga tahu sendiri," dia berlalu pergi dengan Edi dan Aaron.

Entah mengapa melihat Jonathan pergi seakan-akan Lita tak akan melihatnya lagi. Ia merasa itu adalah terakhir kalinya ia melihatnya. Perasaan apa itu? takutkah ia kehilangan dia? Lita tidak ingin pusing dengan pertanyaan tadi. Lebih baik mencari cara bagaimana mengajak Allana keluar dari sini. Ia melihat ke arah mereka satu-persatu.

"Di mana kamar Allana," tanya Lita. Luxia membuang muka saat pandangan mereka bertemu. Dia masih marah.

"Di lantai 3. Ayok kita kesana," ajak Tria.

Mereka berempat segera menuju kamar Allana yang ada di lantai 3. Mereka berhati-hati menaiki tangga. Tak disangka tangga yang kelihatan elok tapi sebenarnya sangat rapu. Kamar Allana terletak di ujung lorong pintu ke 8 dari tangga.

"Lita, ada yang ingin aku tanyakan," bisik Amy di telinga Lita.

"Apa?"

"Kenapa kami melihat sekolah ini seperti sekolah biasa pada umumnya? Padahal sekolah ini adalah gedung terbengkalai."

"Oh... Itu karna mata kalian ditutup oleh mereka. Hal itu yang menyebabkan seolah-olah kalian melihat sekolah ini tampak indah, bersih dan sangat terawat. Jika kalian sudah tahu dari awal, kalian tidak akan bertahan selama ini," jelas Lita pada Amy.

"Jadi tadi kau membuka mata kami?"

"Bisa dibilang begitu."

Mereka berhenti di depan pintu berwarna coklat. Tria mengetuk pintu. Terdengar suara langkah kaki dari dalam. Knop pintu bergerak, tanda ada orang yang membukanya. Pintu terbuka. Lita melihat seorang wanita keluar. Ia mengenakan baju kaos berlengan pendek berwarna ungu tua di padukan dengan rok mini berwarna senada. Rambut pirang sepunggung dan mata berwarna biru. Lita langsung memalingkan muka menutup mulutku menahan mual. Ia lihat Luxia dan Amy sudah berdiri menjauh dari pintu tersebut.

"Allana, bisa ikut kami sebentar?" kata Tria. Dia terlihat sangat tenang.

"Kemana? Kami sedang mendekorasi untuk merayakan pesta ulang tahun," jawab Allana.

Dekorasi apanya. Pita berwarna yang menjadi penghias malah di gantikan dengan usus manusia. Dan terlebih lagi kue yang terletak di atas meja. Itu bukan kue tapi melainkan lumpur. Astaga banyak cacing di atasnya. Yang lebih mengejutkan lagi adalah tiga wanita di belakang Allana. Semuanya memiliki kulit yang gosong hangus terbakar. Mereka mungkin salah satu dari korban kebakaran. Mereka bertiga masih sibuk menghias kamar itu tanpa menghiraukan kami. Salah satu gadis yang sedang menyusun piring di atas meja, tiba-tiba matanya copot lalu mengelinding ke arah Lita. Allana tanpa ragu mengambil bola mata itu dan langsung memberikannya pada pemiliknya.

"Apa Allana menyadari apa yang baru saja ia ambil?" batin Lita. Ia begidik ngerih melihatnya.

"Ini. Jangan sampai jatuh lagi," Allana menyodorkan bola mata itu.

"Terima kasih Allana. Aku akan lebih hati-hati," gadis itu langsung menerimanya dan memasangkannya kembali pada tempatnya.

"Allana, kau di panggil Miss. Sherlly," kata Lita tanpa sadar dan sedikit berteriak.

"Kalau begitu aku ke ruang Miss. Sherlly dulu," kata Allana kepada ketiga gadis yang ada di dalam.

"Baiklah. Tapi cepatlah kembali. Kami tidak akan menyisakan kue ini untukmu jika kau terlambat," ujar salah satu dari mereka.

Iiiihh....... Tubuh Lita merinding. Ia tak mau lagi melihat kejadian seperti itu. Mereka segera turun dengan hati-hati, pergi dari tempat menyeramkan itu dan segera menuju ruangan guru. Selama perjalanan mereka belum memberitahu hal yang sebenarnya pada Allana. Mereka berencana memberitahukan semuanya pada Allana bersamaan dengan Miss. Sherlly dan Mrs. Scott.

...✴✴✴✴...

Di tempat lain...

"Lebih baik kita berpencar agar lebih cepat," saran Jonathan.

"Kalian duluan saja aku ada urusan sebentar," Aaron berlari meninggalkan Jonathan dan Edi tanpa peduli Jonathan yang terus memanggilnya.

"Iya sudahlah. Aku ke tempat Michel dan Leon. Kau ke tempat Brian. Bagaimana?" kata Edi.

Jonathan mengangguk lalu mereka berpisah. Edi ke lantai tiga tempat kamar Michel dan Leon berada. Sedangkan Jonathan pergi ke kamar Brian yang ada di lantai dua. Hanya butuh waktu kurang dari lima menit Edi sudah sampai di depan pintu kamar Michel dan Leon. Edi mengetuk pintu. Tak lama kemudian, keluar lah laki-laki berambut hitam. Itu Michel. Belum sempat Michel bertanya atas kedatangan Edi. Tanpa aba-aba Edi mengayunkan pisaunya tepat menggores leher Michel. Michel seketika tersungkur ke lantai dan tewas seketika dengan darah telah menggenang.

Melihat kejadian tersebut membuat Leon melangkah mundur menjauhi Edi. Mata Leon melirik ke segala arah mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk membela diri. Dan yang ia dapat hanya gagang sapu. Tapi itu tak apa. Dengan sedikit ilmu karate yang dikuasainya kurasa cukup untuk mengalahkan Monster di depannya ini. Tentu saja monster. Tidak ada manusia yang membunuh seseorang tanpa sebab dan masih sempat tersenyum tanpa merasa bersalah kecuali Monster.

Sama seperti tadi, Edi mengayunkan pisaunya secara brutal ke arah Leon. Leon berusaha menghindar dan secara bersamaan ia mengayunkan gagang sapu itu menyerang Edi. Bugk! Gagang sapu itu tepat mengenai punggung Edi yang membuatnya tersungkur ke lantai. Pisau yang ia gunakan terpental jauh.

"Kau harus berpikir ulang untuk membunuh ku!" bentak Leon sambil memutar-mutarkan gagang sapu tersebut.

"Kurasa tidak perlu," dalam persekian detik Edi sudah menancapkan pisau di perutnya.

"Argh! Ini terlalu cepat," Leon tidak menyadari serangan tersebut.

"Catatan untukmu. Selalu membawa senjata cadangan," bisik Edi di telinga Leon.

Leon tersungkur tak sadarkan diri. Dengan cekatan Edi membelah dada Michel dan Leon untuk diambil jantungnya. Setelah mendapatkan barang yang ia inginkan Edi berlalu pergi seperti tidak terjadi apa-apa.

.......

.......

.......

.......

.......

.......

...ξκύαε...

Terpopuler

Comments

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

Edi terlibat.. siapa sebenarnya dia?

2024-02-24

1

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

emang udah agak curiga sama Edi sejak dia telat berkumpul waktu itu

2024-02-24

1

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

jadi ingat PARA PENYINTAS ada Michael dan Leon😁

2024-02-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!