Tanpa aba-aba, Huang Chao menyeret Wuxian dengan kuat dan membawanya terjun ke tebing.
Byuur!!! Wuxian dan Huang Chao tenggelam ke sungai yang ada di bawah tebing itu. Dinginnya sungai itu bukan main, karena letaknya berada di tempat dengan suhu yang rendah. Untung saja, air sungai itu tetap mengalir dan tidak membeku.
Ketika mereka berdua tenggelam di dalam sungai, Huang Chao semakin mengeratkan genggaman tangannya, karena ia tak ingin Wuxian terlepas dan terpisang terbawa arus sungai.
Huang Chao berusaha menyelamatkan dirinya sendiri, dan juga Wuxian yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Dengan segenap jiwa, ia berusaha berenenang ke permukaan. Sedangkan Wuxian yang syok tatkala terjun dari tebing tinggi, kini tengah tak sadarkan diri. Ada untungnya bagi Huang Chao ketika Wuxian tak sadarkan diri. Dengan begitu, ia tidak perlu repot-repot menyelamatkan Wuxian yang selalu merepotkan baginya.
Setelah berjuang mati-matian, akhirnya Huang Chao berhasil menyelamatkan dirinya dan Wuxian. Ia berhasil membawa dirinya dan Wuxian ke tepi daratan. Cukup melelahkan baginya, karena harus berenang ke tepi dengan beban seperti Wuxian, di samping air sungai yang mengalir pun cukup deras untuk bisa menghanyutkan mereka berdua ke hilir.
“Aku rasa, aku akan membeku malam ini,” gumamnya. Terdengar gemetar dari nada bicaranya karena menggigil kedinginan.
Huang Chao yang kelelahan pun merebahkan tubuhnya sejenak untuk merilekskan tubuhnya. Kemudian ia menoleh ke samping, karena teringat Wuxian.
“Apa dia meminum banyak air? Apa dia tidak bernapas?” Huang Chao mulai panik. Sontak, ia bangkit dari posisinya dan memeriksa tubuh Wuxian.”
Ternyata benar, Wuxian tak menghembuskan nafas karena telah menelan banyak air. Huang Chao pun langsung berusaha untuk mengeluarkan air yang Wuxian telah, dengan menekan-nekan perutnya.
“Okh… Okh… .” Akhirnya ada reaksi dari Wuxian yang batuk memuntahkan air di dalam tubuhnya.
Melihat Wuxian yang akhirnya sadarkan diri, Huang Chao pun akhirnya bisa menghela nafasnya dengan lega. Kemudian, ia pun kembali membaringkan tubuhnya.
Wuxian yang telah sadarkan diri pun bangkit dari posisinya. Ia menoleh, menatap Huang Chao yang berbaring dengan mata terpejam.
“Apa kita selamat?” Wuxian bertanya-tanya.
“Emmm,” jawab Huang Chao malas.
“Kau bisa menyelamatkan dirimu sendiri. Kenapa repot-repot harus menyelamatkanku?” Wuxian bertanya dengan nada kesal, karena kekeraskepalaan Huang Chao memebuatnya merasa terbebani.
Mendengar pertanyaan dari Wuxian, Huang Chao pun reflek membuka matanya. Ia menatap langit-langit malam yang tidak ada satu pun bintang di sana.
“Wuxian, coba kau dongakkan kepalamu,” perintah Huang Chao.
Wuxian tak banyak bertanya dan langsung saja mendongakkan kepalanya, menuruti perintah dari Huang Chao.
“Kenapa?” tanya Wuxian.
“Ke mana perginya ribuan bintang di sana?” tanyanya.
Wuxian reflek mengerutkan keningnya. Tidak biasanya Huang Chao menanyakan pertanyaan tak bermakna semacam itu.
“Kenapa kau bertanya demikian? Lalu, apa masalahnya jika tak ada satu pun bintang di langit?” tanya Wuxian yang sangat penasaran dengan alasan Huang Chao bertanya. Ya, karena tidak mungkin Huang Chao menanyakan pertanyaan iseng-iseng yang tidak memiliki makna tersembunyi.
“Lagit itu adalah hidupku. Langit yang dipenuhi bintang, kini telah menghilang. Hidupku sesunyi langit. Ribuan bintang itu, dulu aku memiliki semuanya. Semua yang kuinginkan selalu kudapatkan. Namun, tiba-tiba ada awan tebal yang merenggut sinar bintang. Bintang dalam hidupku bukan hanya redup, tetapi telah menghilang,” tutur Huang Chao. Ia terlihat sangat mendalami kata-kata tersiratnya yang penuh dengan banyak makna.
Wuxian mendongakkan kepalanya lagi. Dia menatap langit yang memang pada malam itu tak ada satu pun bintang yang menghiasinya.
“Aku juga merasa seperti itu. Meskipun aku tidak memiliki segalanya, rasanya cahaya semangatku untuk tetap hidup, perlahan menghilang… pada saat itu. Namun, saat ini aku tidak ingin teralu memikirkan cahaya bintang yang tak pasti itu. Karena bulan saja cukup bagiku untuk sesekali menatap ke langit,” ujar Wuxian.
“Apa kau tahu siapa bulan itu bagiku?” tanya Huang Chao.
“Tidak,” jawab Wuxian singkat.
“Kau,” ungkapnya.
Wuxian reflek menoleh dan menatap wajah Huang Chao dengan tatapan tidak biasa.
“Tidak mungkin… apa kau menyukaiku?” tanyanya histeris.
“Hekh!” Huang Chao menyeringai. “Tentu saja aku menyukaimu, tapi tidak seperti yang kau pikirkan. Aku menyukaimu sebatas seorang saudara yang harus kulindungi dengan segenap jiwa. Saudara yang baik tidak akan meninggalkan saudara lainnya, hanya untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Aku pikir kau akhirnya tahu dengan jawaban dari pertanyaanku. Ini jawabannya. Aku harus melindungimu, karena kau adalah saudaraku. Satu-satunya yang kumiliki dan yang harus kulindungi,” tutur Huang Chao, terdengar sangat tulus.
“Kak Chao, apa kau tidak kedinginan?” tanya Wuxian.
“Bukan hanya, tetapi sangat,” jawabnya.
“Gara-gara kelompok asing itu mengejar kita, kita jadi kehilangan semua barang kita,” ujar Wuxian, terdengar sangat sedih.
Huang Chao dengan sigap bangkit sembari memeriksa tubuhnya, tatkala mendengar perkataan tubuhnya. Ia merogoh-rogoh kantung bajunya, seperti tengah memeriksa sesuatu.
“Kak Chao, apa yang kau cari? Apa kau menghilangkan sesuatu?” tanya Wuxian penasaran.
“Ah… syukurlah,” ucap Huang Chao tatkala ia mendapati bahwa barang berhaganya tak hilang dari kantungnya.
“?” Wuxian memasang ekspresi penuh dengan tanya.
Ekspresi Wuxian yang tergambar jelas di wajahnya dapat dibaca Huang Chao dengan baik. Ya, Wuxian sangat penasaran dengan Huang Chao.
“Ah… itu, bukan apa-apa. Aku hanya memeriksa apakah aku menghilangkan uang kita atau tidak,” ujarnya.
“Jadi begitu. Oh ya, aku sudah tidak tahan lagi. Kak Chai, ayo kita mencari tempat bermalam dan menghidupakan api unggun untuk menghangatkan tubuh,” ajak Wuxian.
“Baiklah, ayo!”
Wuxian dan Huang Chao bangkit dari tempatnya, mencari-cari tempat bermalam yang paling aman, sembari mengumpulkan ranting-ranting kayu yang mereka temukan ketika mereka berjalan.
Huang Chao sangat lega karena ia tak menghilangkan barangnya yang sangat berharga. Benar, dia berbohong kepada Wuxian. Barang yang Huang Chao maksud bukan hanya kantung berisi uang perak, tetapi barang lainnya yang lebih berharga baginya.
Barang itu harus lebih ia jaga, lebih daripada nyawanya sendiri. Karena barang itu harus dijadikan bukti ketika Huang Chao telah mencapai tujuannya kelak.
Wuxian pun turut lega tatkala Huang Chao tidak kehilangan barang yang sangat berharga baginya.
"Syukurlah. Untung saja kau tidak kehilangannya. Kak Chao, apa kau memiliki benda berharga lainnya?" tanya Wuxian penasaran.
"Tidak, hanya benda biasa saja. Tidak ada yang istimewa," Kata Huang Chao dengan sengaja meringankannya karena tak ingin membahas sesuatu yang bersifat privasi baginya.
“Kak Chao, apa kau lihat itu?” tanya Wuxian sembari menunjuk sebuah gua yang berada di jaral 10 meter di depan mereka berpijak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Roni Sakroni
tidak ingin jadi beban tp keras kepala kau wu
2024-09-19
0