“Ibu … .”
“Pergi! Cepat!!! Jangan buat aku memaksamu,” perintahnya dengan nada lantang.
Wuxian tak menjawab perkataan ibunya. Ia hanya bisa menuruti perintah ibunya, yaitu menghilang dari hadapannya. Meski hati Wuxian terasa sakit karena perkataan tajam ibunya, ia tetap harus menahannya.
Bukan hanya sekali ibunya bersikap seperti itu kepadanya. Ibunya bagai tak pernah menginginkannya di dunia. Namun, Wuxian tetap percaya bahwa ibunya sangat menyayanginya, meskipun caranya sedikit berbeda dengan ibu lain umumnya.
“Ayo!” Wuxian mengajak anak itu pergi bersamanya dengan pandangan mata menunduk ke bawah.
Anak itu tak beranjak dari tempatnya. Ia hanya menatap wajah Wuxian dengan tatapan sendu.
Wuxian akhirnya mengangkat wajahnya. Ia melirik ke arah samping, menatap wajah anak itu dengan tatapan dingin.
“Kau tidak perlu memandangku dengan cara itu. Tidak perlu mengasihaniku. Aku terbiasa mendengar perkataan semacam itu dari ibuku,” ucap Wuxian seraya melukis senyum hambar di bibirnya.
‘Anak bodoh! Bagaimana bisa perkataan semacam itu kau anggap biasa? Jika orang lain yang mengatakannya, kita memang bisa menahannya. Tapi jika Ibu sendiri yang mengatakannya, rasanya berkali lipat sakitnya,’ batin anak itu.
Wuxian terus berbicara kepada anak itu. Sedangkan anak itu terus membungkan mulutnya sendiri. Ia hanya mendengarkan semua yang diceritakan Wuxian kepadanya, meskipun ia merasa apa yang dibicarakan Wuxian sangat sepele dan membosankan.
Wuxian pun melanjutkan langkahnya. Sedangkan anak yang bersamanya pun hanya mengikuti Wuxian dari belakangnya.
Wuxian berhenti tepat di depan kandang kuda milik keluarganya. Ia tak memiliki tempat tujuan lain untuk bermalam, selain tempat itu.
Anak yang ikut bersama Wuxian memandangi kandang kuda yang dia pikir, mungkin Wuxian akan mengajaknya beramalam di sana.
“Tidak perlu khawatir. Aku rutin membersihkan kandang ini,” ujar Wuxian. “Dia Xiao Mao, temanku.” Wuxian memperkenalkan seekor kuda kepada anak itu. “Dia cukup pintar dan mengerti bahasaku, tapi hanya bahasaku saja. Jika itu orang lain, dia malas mendengarkannya. Dia juga tidak pernah buang kotoran sembarangan. Aku menyediakan tempat untuk dia membuang kotoran. Jadi, kau tidak perlu khawatir. Meski ini kandang kuda, tapi cukup bersih,” jelas Wuxian.
Wuxian merapikan tempat dan mengambil tumpukan jerami untuk alas mereka agar lebih bersih.
‘Dia tidak pernah berhenti bicara. Dari awal bertemu, sampai sekarang, dia sangat betah membicarakan hal-hal semacam ini,’ batin anak itu.
Wuxian terus berbicara kepada anak itu. Sedangkan anak itu terus membungkan mulutnya sendiri. Ia hanya mendengarkan semua yang diceritakan Wuxian kepadanya, meskipun ia merasa apa yang dibicarakan Wuxian sangat sepele dan membosankan.
“Berani sekali anak itu! Awalnya, aku tidak ingin membunuhnya, tapi jika sudah seperti ini, aku tidak akan melepaskannya!!!” cetus Pemimpin bandit yang mulai membara karena kemarahannya.
Para bandit telah berhasil meloloskan diri dari jebakan pemburu. Mereka tetap tidak menyerah untuk menemukan terget mereka yang kabur. Di samping mereka yang telah dibodohi oleh Wuxian, membuat mereka semakin ingin menemukannya. Mereka merasa terinjak-injak karena berhasil dibodohi oleh seorang anak kecil.
“Tuan, kami menemukan sebuah desa kecil di sekitar sini,” ucap salah seorang bawahan yang melapor kepada pemimpin para bandit.
“Sebuah desa kecil? Kerja bagus! Lihat saja, aku akan segera membalaskan dendamku,” cetusnya.
“Tuan, aku yakin anak yang menipu kita tinggal di desa itu,” tebak salah sau bawahannya.
“Aku juga memikirkan hal yang sama. Semuanya, kita bersiap-siap menuju desa itu dan membalas penghinaan yang kita dapat. Hancurkan!!!” serunya dengan lantang.
“Aaaaa!!! Tolong! Tolong aku!!!”
“Panas… cepat… cepat padamkan api!!!”
“Aaaa!!!”
SREKK!!! JLEB!!!
Api berkobar hebat di sebuah desa kecil yang tak lain adalah desa tempat tinggal Yu Wuxian. Banyak penduduk desa yang mencoba menyelamatkan nyawa mereka masing-masing. Sayangnya, mereka tanpa daya.
Desa telah terkepung api yang sangat besar dan menutupi jalan keluar mereka. Bukan hanya itu saja, sebagian dari mereka yang berhasil lolos tidak akan pernah lolos, karena siapa pun yang berhasil keluar telah dinanti untuk dibantai.
Siapa lagi pelakunya jika bukan para bandit ganas yang telah berubah menjadi iblis berwajah manusia?
Mereka menyiram minyak, melingkari desa kecil itu dan membakarnya hingga membuat api menjalar, melahap habis sesuatu yang disentuhnya. Apalagi semua rumah desa itu terbuat dari kayu dengan kualitas rendah yang mudah sekali terbakar.
“Tuan, kami telah menyelesaikannya. Kami pastikan tidak ada yang berhasil lolos dari sini,” lapor bawahan pemimpin bandit.
“Bagus! Bagus!!! Dasar dua bocah tengil kurang ajar! Berani sekali mereka meremehkanku. Kita telah berhasil menyingkirkan satu ancaman, sekaligus membalaskan dendam kita atas penghinaan mereka. Ayo! Kita harus merayakannya,” ucapnya dengan girang segirang-girangnya.
Ia meninggalkan desa itu seraya bersenandung dan diikuti oleh para bandit bawahannya.
“500 uang perak menanti kita! Mari kita merayakan momen ini!!!” serunya.
Di sisi lain, ketika anak yang bersama Wuxian melihat penampakan langit merah di sekitar desa tempat tinggal Wuxian pun mulai berasumsi kuat jika sesuatu yang besar telah terjadi di sana. Ia mulai panik dan melirik Wuxian yang telah terlelap nyaman menyandar di sampingnya.
“Apa yang sedang terjadi? Kenapa langit malam berubah menjadi semu kemerahan? Apakah mungkin… terjadi kebarakan di sana?! Tidak! Dia tidak boleh sampai tahu hal ini. Anak bodoh ini pasti akan melakukan tindakan bodoh yang sia-sia dan membahayakan nyawanya. Haruskah… aku biarkan saja dia tertidur?” gumamnya sembari melirik Wuxian yang tertidur sangat pulas.
Ia tak ingin membangunkan Wuxian, karena Wuxian akan melakukan hal bodoh jika sampai mengetahuinya. Ia menebak jika Wuxian sampai tahu apa yang terjadi dengan desa tempat tinggalnya, tanpa pikir panjang, ia pasti akan berlari ke sana dan menerobos segala sesusatu yang membahayakannya. Wuxian pasti akan melakukan tindakan bodoh dan sia-sia, hanya untuk menyelamatkan keluarganya.
"Maaf karena aku menyermbunyikan hal ini darimu. Aku melakukan semua ini demi kebaikanmu. Anak sepertimu pasti akan melakukan tindakan bodoh jika mengetahui tragedi yang menimpa desamu. Sebagai gantinya, aku pasti akan menjagamu mulai saat ini. Jangan terlalu membenciku karena hal ini," ujar Huang Chao sembari menatap Wuxian yang tengah terbaring dengan pulas.
Anak itu hanya bisa menutup matanya dan berpura-pura tidak tahu apa yang tengah terjadi. Ia bangkit dari tempatnya, memperhatikan langit merah yang semakin pekat kemerahannya. Tidak ada harapan untuk menghindari nasib yang telah terjadi. Semua sudah kehendak takdir. Anak itu berusaha berpikir positif meskipun ia tak bisa menghalau rasa bersalahnya karena telah menyeret Wuxian ke dalam masalahnya.
Ia berusaha memejamkan matanya kembali, berharap ia dapat kembali tidur malam itu. Namun,kekhawatiran disertai rasa bersalahnya terhadap Wuxian, terngiang-ngiang di kepalanya dan membuat rasa kantuknya lenyap tak datang kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Samsul Rizal
ok
2023-03-12
0