Banyak bandit yang masuk ke dalam jebakan yang dipasang oleh pemburu. Ketika menyadari rencananya berhasil, Wuxian pun mengambil kesempatan itu untuk mendorong bandit di sampingnya ke sebuah lubang yang ada di hadapannya.
Melihat hal itu, pemimpin bandit pun bergegas ingin menangkap Wuxian. Akan tetapi, ia yang malah menyandung seutas tali dan membuatnya terjaring menggantung di pohon.
Ketika semua bandit berhasil masuk ke dalam jebakan pemburu, Wuxian pun mengambil kesempatan itu untuk melarikan diri. Wuxian berlari menuju tempat ia bertemu dengan seorang anak yang dia temukan terluka parah.
“Kau… bisakah kau membuka ikatanku dengan pisau di tanganmu?” pinta Wuxian.
Anak itu tak berkata apa pun dan langsung membantu Wuxian melepaskan ikatan yang melilit tubuhnya.
“Ayo!” ajak Wuxian sembari mencekal lengan anak itu. Namun, anak itu mematung di tempat dan sengaja tak beranjak dari tempatnya.
Wuxian pun reflek menghentikan langkahnya dan berbalik menatap wajah anak itu.
“Jika kau tidak ikut denganku, mereka pasti akan menemukanmu. Percayalah padaku. Aku akan membawamu ke tempat yang lebih aman.” Wuxian berusaha meyakinkan anak itu.
Akhirnya, anak itu pun mulai beranjak dari tempatnya dan mengikuti Wuxian di belakangnya. Karena terluka, anak itu berjalan sedikit lebih lama dari Wuxian.
Wuxian berhenti sejenak, lalu menurunkan tubuhnya di hadapan anak itu.
“Ayo! Aku akan menggendongmu,” ujar Wuxian.
Anak itu sedikit terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Wuxian. Ia hanya mematung di tempat sembari menatap punggung kecil Wuxian.
‘Kenapa dengannya? Kenapa dia ingin menggendongku? Aneh sekali. Dan kenapa… dia mau menyelamatkanku?’ batin anak itu.
Wuxian menolehkan kepalanya ke belakang, melirik wajah anak seumurannya yang tampak ling lung.
“Jangan banyak berpikir. Aku menggendongmu karena kau berjalan sangat lama. Kita harus cepat pergi dari sini, atau para bandit itu berhasil menemukanmu,” kata Wuxian.
‘Bagaimana dia tahu jika para bandit itu ingin membunuhku?’ batinnya terus bertanya-tanya dengan curiga.
“Baiklah. Jika kau tidak ingin ikut bersamaku ke tempat yang lebih aman, aku akan meninggalkanmu sendiri di sini dan biarkan mereka membunuhmu.” Wuxian membujuk dengan cara menakut-nakuti.
Anak itu akhirnya tidak ingin berpikir lebih banyak lagi. Ia pun naik ke punggung Wuxian. Wuxian tersenyum kecil menyadari hal itu. Kemudian, mereka berdua pun melanjutkan langkahnya.
“Siapa namamu?” tanya Wuxian.
Anak itu hanya membisu, karena sengaja tak ingin menjawab pertanyaan dari Wuxian.
“Kau cukup pendiam juga rupanya. Kau pasti tidak punya teman… aku juga. Mungkin mereka sangat tidak menyukaiku, karena itu tidak ingin berteman denganku. Kau… apa kau ingin menjadi temanku? Tunggu, apa terkesan aneh jika aku ingin menjadi temanmu? Tampaknya, kau bukan anak biasa. Kau pasti dari keluarga terpandang. Para bandit itu pasti ingin menjadikanmu sandera dan mengancam keluargamu agar menyerahkan sejumlah uang yang mereka inginkan sebagai pertukaran,” kata Wuxian.
Wuxian seakan-akan berbicara sendirian, karena anak itu sama sekali tak membuka mulutnya lagi. Ia hanya terus membatin dalam hati, menyahuti perkataan Wuxian dalam hatinya.
Wuxian pun melanjutkan perkataannya. “Jika kau tidak ingin berbicara denganku, cukup dengarkan saja apa yang kubicarakan. Aku sangat senang karena sekarang memiliki seseorang yang bisa mendengarkan ceritaku. Lukamu pasti sakit. Di gunung tadi, aku memetik beberapa tumbuhan herbal yang dapat membuat luka cepat mengering. Nanti, aku akan membantumu mengobati lukamu. Akhirnya kita sampai.”
Wuxian menurunkan anak itu di suatu tempat. Ya, sebuah desa kecil tempat Wuxian tinggal di sana.
“Ini desa tempatku tinggal.” Wuxian menejelaskan.
Sedangkan anak itu tengah beradaptasi memperhatikan sekelilingnya.
“Aku akan membawamu ke rumahku,” ujar Wuxian.
Wuxian mengajak anak itu ke tempat tinggalnya. Namun, Wuxian tidak berani melewati jalan utama. Karena sudah pasti ia akan dihujani banyak pertanyaan ketika membawa seorang anak asing yang terluka parah.
Wuxian cukup mengenal desa tempat tinggalnya. Ia membawa anak itu melewati jalan yang lebih sepi untuk menuju rumahnya. Wuxian datang lewat kebun di belakang rumahnya. Tepat pada saat itu, Wuxian tak menyadari jika ibunya ada di sana dan sedang menanam sayuran. Ketika melihat Wuxian, ibu Wuxian yang galak pun langsung meneriaki namanya.
“Hei, Yu Wuxian! Ke mana saja kamu?! Matahari sudah hampir tenggelam dan kau baru pulang. Main… saja kerjaannya.” Ibunya mulai mengomeli Wuxian habis-habisan.
Wuxian terkejut tatkala mendengar ibunya pertama kali meneriakkan namanya dengan lantang. Ia mengambil jalan sepi bukan hanya menghindari para penduduk desa saja, tetapi ia juga ingin menghindar dari ibunya. Karena… dia tidak menginginkan situasinya saat ini.
“Hehe. Ibu, aku … .”
“Kau masih ingat memanggilku Ibu? Dasar anak bendel. Sini! cepat!!!” perintahnya dengan nada menyentak.
‘Sudahlah, tamat riwayatku kali ini,’ batin Wuxian.
Dengan hati-hati, ia berjalan mendatangi ibunya yang berdiri tegak dengan celurit di tangannya.
“Aaaaa!!! Ibu, Ibu, aku tahu. Maaf, maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi,” rintih Wuxian yang kesakitan karena ibunya menarik telinganya, hingga membuat telinga Wuxian panas.
“Ke mana saja kau? Bukan hanya pulang menjelang malam, tapi 2 hari ini kau tidak pulang,” tanyanya. Ia pun akhirnya melepaskan telinga Wuxian dan membiarkan Wuxian mengelus-elus telinganya yang terasa panas.
“Aku mengumpulkan banyak tanaman herba di gunung,” jawab Wuxian.
“Tanaman herba? Kalau begitu, di mana semua itu? Mana yang kau kumpulkan?” tanya ibu Wuxian.
Wuxian benar-benar tak bisa berkata-kata lagi. Ia bingung harus memberi jawaban seperti apa kepada ibunya, karena saat ini ia tak membawa banyak tanaman herba, dan sedikit sisa yang dipetiknya sengaja dia sembunyikan untuk mengobati luka teman asingnya.
“Aku… aku meninggalkannya,” jawab Wuxian ragu-ragu disertai rasa takut.
“Dasar anak nakal! Jika bermain-main, jawab bermain-main saja. Tidak perlu berbohong memetik tumbuhan herba di gunung,” pungkasnya.
“Aku benar-benar… .”
“Kau! Kau sudah terbiasa tidur di luar,” potongnya. “Jadi, jangan harap masuk ke dalam rumah. Tidak ada tempat untukmu hari ini. Bukan hanya bermain-main saja, tapi berani-beraninya membawa anak yang entah dari mana asal-usulnya. Memang pembawa sial! Tidur di jalan atau di kandang kuda terserah dirimu. Ibu muak memiliki anak tidak berguna sepertimu! Pergi!” usirnya.
Huang Chao menatap Wuxian dengan perasaan iba. Sedangkan Wuxian hanya bisa menundukkan kepalanya karena ia sama sekali tak berani melawan perkataan ibunya, apalagi memberikan pembelaan atas kesalahannya.
"Kenapa kau masih di sini? apa kau tidak dengar apa yang baru saja kukatakan? pergi! apa kau ingin melawan perintah dari Ibu, hah?! cepat pergi?!!" usirnya dengan lantang tanpa memikirkan perasaan Wuxian sedikit pun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Jhulie
lanjut say...
2023-02-20
1