‘Dia telah menyelamatkanku, sudah seharusnya aku menyelamatkan nyawanya juga. Tapi kenapa… hatiku merasa tidak tenang? Aku yakin satu hal ini adalah hal benar yang kulakukan untuknya. Aku harus menyelamatkannya. Dia tidak boleh bangun malam ini sampai api benar-benar padam. Jika dia bangun, dengan tempramen sembrononya, dia pasti akan berlari untuk mencari keluarganya. Maafkan aku, tapi hanya ini yang bisa kulakukan untuk membalas kebaikanmu. Maaf karena tak bisa menyelamatkan keluargamu,’ batinnya.
Tidak ada pilihan lain bagi anak itu, selain membiarkan Wuxian terlelap tanpa tahu apa yang terjadi pada malam hari itu. Ia melakukannya hanya demi menyelamatkan Wuxian, meskipun tindakan yang dia ambil terkesan egois.
Ia membiarkan Wuxian terelap nyenyak hingga api padam dan pagi hari pun telah tiba….
“Hoaaam… aku masih sangat mengantuk. Apa karena aku terlalu lelah?” gumam Wuxian sambil menguap karena ia masih merasa sangat mengantuk. Akan tetapi, ia tetap memaksa dirinya untuk bangkit dan membuka lebar netranya.
Ketika pandangan Wuxian mulai jelas, ia mendapati anak yang bersamanya sedang berdiri jauh dari jangkauannya.
“Hei! Hei!!!” Wuxian menyeru, memanggil-manggilnya dengan cara itu, karena ia tidak tahu siapa namanya.
Ketika menyadari Wuxian telah terbangun, anak itu pun menoleh ke belakang. Ia mendapati Wuxian yang tersenyum lebar sambil berjalan menghampirinya.
‘Aku berharap dia bisa terus tersenyum seperti itu. Tapi sayangnya, setelah nanti dia mengetahui apa yang terjadi, dia harus terpaksa menginjakkan kaki ke dunia kejam yang sebenarnya. Dab mungkin tidak akan tersenyum seperti kali ini, sama sepertiku,’ batinnya.
“Hei, apa tidurmu nyenyak semalam? Aku dikenal bisa tidur di mana saja. walau kandang kuda sekalipun, aku tetap bisa memejamkan mataku tanpa gangguan,” ucap Wuxian sembari merangkul pundak anak seumuran yang berada tepat di sampingnya.
Anak itu tersenyum kecil kepada Wuxian. Senyuman anak itu membuat Wuxian sedikit takjub melihatnya.
“Lihat! Kau tersenyum!” Histeris. “Sepertinya ada bagian baik dari dirimu. Awalnya, aku sempat berburuk sangka. Meskipun kau sangat dingin, tidak suka berbicara, dan senang mengacuhkan orang lain, tapi ternyata kau bisa tersenyum,” ujar Wuxian dengan girang.
“Wuxian…,” panggilnya.
“Woah! Kali ini, kau bahkan memanggil namaku.”
“Wuxian benar, kan, namamu? Lihatlah ke arah sana!” anak itu meluruskan pandangannya kembali.
Sedangkan Wuxian pun langsung menuruti permintaan anak itu.
“Memangnya apa yang spesial di sana? Bukankah di sana desa tempatku tinggal?” ucapnya meringankan. Sesaat kemudian, “B-benar… desa tempatku tinggal. Apa itu?” gagapnya. Wuxian melamaskan sendinya seketika, membuatnya melepaskan rangkulannya secara tidak sadar.
“Hangus dalam semalam. Sepertinya, ada seseorang yang sengaja membuat kekacauan,” ucap anak itu dengan nada bicara lugasnya.
“Kau… apa kau mengetahuinya?” tanya Wuxian.
Anak itu terdiam beberapa saat, baru mulai menjawab pertanyaan dari Wuxian.
“Aku baru mengatahuinya pagi ini. Kau … .”
Ketika anak itu menoleh, Wuxian sudah tak berada di tempatnya semula. Ia mencari-cari keberadaan Wuxian, lalu melihatnya telah berlalu jauh. Ia menebak jika Wuxian berlari menuju desa tempat tinggalnya.
Anak itu pun tak mungkin hanya berdiam diri di tempat dan menunggu kedatangan Wuxian kembali, karena dia yakin bahwa Wuxian tidak akan kembali. Ia harus mengejarnya dan mencegahnya melakukan tindakan bodoh yang merugikan diri sendiri.
“Ibu… Ayah… di mana kalian? Ibu, Ayah!!!” teriak Wuxian sembari mencari-cari keberadaan orangtuanya di balik sisa-sisa benda yang terbakar oleh api semalam. “Ibu, Ayah!!! Aku mohon, keluarlah!!! Aku yakin kalian baik-baik saja. Benar, bukan?! Ibu, tidak mungkin… Ibu, kau bisa memerahiku seanyak apa pun, kau bisa memukuli berapa kali pun, aku mohon keluarlah! Jika kalian tidak muncul, aku anggap kalian baik-baik saja. Aku harap begitu. Tapi… apakah bodoh jika berharap seperti itu?” sendi lutut Wuxian melemah, membuatnya terjatuh di atas sisa abu yang masih lumayan panas.
“Wuxian! Yu Wuxian!!!” Anak itu meneriakkan nama Wuxian.
Wuxian reflek menoleh ke arahnya yang sedang menatapnya dengan tatapan mata sendu.
“Ayah dan Ibu telah tiada. Apa gunanya aku tetap bertahan hidup!!!” cetus Wuxian. Kemudian, Wuxian meraih seranting kayu runcing yang didapatnya secara acak.
Anak yang bersama Wuxian telah menebak jika Wuxian akan melakukan tindakan bodoh seperti yang dia lihat dengan mata kepalanya saat ini. Ketika melihat hal itu, ia pun cepat berlari mendatangi Wuxian dan dengan sigap menangkap tangan Wuxian yang hampir saja melukai dirinya sendiri.
“Bodoh!!! Apa yang kau lakukan?!!” sentaknya, berusaha menghentikan Yu Wuxian.
“Jangan hentikan aku!!! Aku akan menyusul orangtuaku. Jika mereka tidak lagi bersamaku, untuk apa aku bertahan hidup?!!” balas Wuxian dengan teriakan yang membuat pita suaranya serak dan memberat.
“Bodoh!!! Jika kau seperti ini, itu artinya kau kalah. Pengecut! Jangan jadi lelaki pengecut. Apa kau tidak ingin balas dendam?!” bujuk anak itu.
Sesaat kemudian, tangan Wuxian yang menggenggam seranting kayu runcing pun melemah dan ia mulai menangis.
Wuxian pun akhirnya meneteskan airmatanya. Ia menangis, menjerit sejadi-jadinya.
“Menangislah sekuat tenagamu. Seorang lelaki boleh menangis sekali-kali. Tapi setelah ini, airmatamu kali ini, akan menjadi airmata terakhirmu. Jika ingin menjadi lelaki kuat, maka jangan pernah menangis, meski sesakit apa pun itu. Jadikan airmata sebagai kekuatan pembangun fondasi pertamamu. Lalu, jangan hancurkan fondasi itu dengan airmata kedua. Dengan begitu, kita akan menjadi kuat. Siapa pun yang kuat, maka, akan mendapatkan apa pun yang mereka inginkan. Termasuk membalaskan dendam. Aku akan membantumu.” Anak itu berusaha membujuk dan menguatkan mental Wuxian.
“Membantuku? Apa yang bisa kau bantu? Apa kau tahu siapa yang melakukan semua ini?” tanya Wuxian.
“Untuk saat ini, aku … .”
“Kau tidak mengetahuinya. Jadi, bagaimana caramu membantuku? Kau sama sekali tidak membantu. Aku akan mencari mereka sekarang juga. Aku akan mencari mereka dan mencabik-cabik mereka. akan kubalas mereka berkali lipat atas apa yang mereka lakukan!” cetus Wuxian yang sepontan bangkit dari posisinya dengan tatapan berkilat di ujung netranya.
“Berhenti!!!” Anak itu menghentikan Wuxian sembari menahan tubuh Wuxian sekuat tenaga.
“Menyingkir!” Wuxian menatap nyalang netra anak itu, dengan tujuan memberi peringatan kepadanya.
“Tidak!” tegasnya.
“Jika tidak bisa membantuku, setidaknya jangan menghalangi jalanku. Aku perintahkan sekali lagi, menyingkir dari jalanku! Jika tidak, aku tidak akan segan-segan, sekalipun padamu,” cetus Wuxian.
“Dan jawabanku masih sama, TIDAK!!!” tegasnya sekali lagi.
“Dengar… sepertinya kita harus meluruskan masalah di antara kau dan aku. Aku menyelamatkanmu karena kasihan, dan juga karena sudah semestinya aku menyelamatkanmu. Aku tidak perduli siapa dirimu dan identitasmu. Karena kau telah selamat, kau bisa pergi. Kau tidak perlu membalasku. Di antara kita, tidak ada hutang budi apa pun. Jadi, menyingkirlah dari jalanku!” cetus Wuxian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Samsul Rizal
okk
2023-03-12
0