“Kira-kira, siapa yang akan menghancurkan Kota Yi, dan apa tujuan mereka sebenarnya?” Huang Chao bertanya-tanya.
“Masalah ini… aku juga tidak bisa memastikannya. Namun, aku mendengar bahwa akhir-akhir ini banyak insiden aneh terjadi di beberapa daerah. Mereka menghancurkan apa yang ingin mereka hancurkan. Sedangkan tujuan mereka sebenarnya, siapa pun belum mengetahuinya. Siapa mereka ini pun tidak ada yang mengetahui identitas mereka. Mereka bergerak seperti bayangan. Yang pasti, tidak mungkin mereka menghancurkan sesuatu tanpa tujuan tertentu. Aku hanya bisa menebak, ambisi mereka lebih besar dari yang orang lain bayangkan. Dunia… tidak mustahil mereka ingin menguasai dunia,” tuturnya panjang kali lebar.
“Lalu, apa tidak ada cara untuk menyelamatkan Kota Yi dari kehancuran?” tanya Wuxian.
“Bukannya tidak ada. Sebelumnya, sudah kukatakan bahwa orang-orang ini tidak percaya dengan apa yang kukatakan. Bahkan, mereka menganggapku orang gila. Mereka lebih percaya kepada peramal-peramal palsu yang menjual kebohongan-kebohongan demi beberapa perak. Yang dikatakan para peramal itu hanyalah omong kosong. Entah kepercayaan diri mereka berasal dari mana, tapi mereka berani mengatakan bahwa Kota Yi akan selalu aman tentram dan makmur,” ujarnya.
“Lalu, kau… apa kau tidak akan melakukan tindakan pencegahan?” tanya Huang Chao kepada Nenek tua itu.
“Bukannya aku tidak mau, tapi aku tidak mampu. Kalian tahu sendiri, aku hanyalah seorang wanita tua yang bahkan tidak bisa melihat. Apa yang bisa wanita tua ini lakukan untuk menyelamatkan sebuah Kota besar yang memiliki banyak umat manusia? Selain kemampuanku mata batinku ini, selebihnya aku hanyalah manusia yang tidak berguna,” ucapnya putus asa.
“Nenek, jangan berkata seperti itu. Kita semua kuat jika kita bersatu. Apa kau ingin membantu menyelamatkan Kota dan para penduduk di sini? Sepertinya, kau lumayan lama tinggal di sini. Kau pasti mengetahui seluk-beluk Kota, lebih daripada kami,” ujar Wuxian.
“Wuxian, apa kau ingin menyelamatkan Kota?” tanya Huang Chao dengan dahi berkerut.
Wuxian pun melirik wajah Huang Chao dan menatap lekat wajahnya.
“Jika kita bisa melakukannya, kenapa tidak mencobanya?” balas Wuxian.
“Wuxian, sadarlah! Tujuan kita datang ke tempat ini bukanlah untuk hal ini. Kehancuran Kota Yi, apa hubungannya dengan kita?” Huang Chao tak ingin kalah berdebat dengan Wuxian.
“Lalu, apa kita harus menutup mata? Jika kita bisa mencegahnya, kenapa tidak melakukannya? Di samping itu, aku masih merasa bersalah karena kehancuran Kota Yi berhubungan dengan kedatangan kita di siang hari,” ujar Wuxian.
“Wuxian, kehancuran Kota Yi adalah takdir. Bahkan jika bukan kita, akan ada orang lain yang menjadi perantara. Semuanya sudah ditakdirkan. Manusia tidak akan pernah bisa melawan takdir. Wuxian, jangan bodoh!” sentak Huang Chao.
“Kak Chao, semua yang ada di dunia ini memang sudah ditakdirkan. Tapi, apa karena dikakdirkan, kita harus berpangku tangan dan menunggu takdir datang? Kak Chao, kehancuran desaku… aku tidak bisa mencegahnya. Karena hal itu, aku merasa bersalah. Dan jika kali ini pun tak bisa mencegah kehancuran Kota Yi, maka hidupku akan dipenuhi rasa bersalah,” cetus Wuxian.
“Wuxian! Baiklah, lakukan semaumu. Aku tidak akan membantu, ataupun mengahalangi jalanmu. Memangnya, apa yang bisa kau lakukan? Ingin menyelamatkan mereka? Hanya kau?” Huang Chao sengaja merendahkan Wuxian hanya agar Wuxian sadar dengan keadaan mereka.
Wuxian terdiam membisu, sembari menatap wajah Huang Chao dengan tatapan elangnya. Dia tidak terima dengan perkataan Huang Chao yang seakan merendahkannya yang tak bisa melakukan apa-apa. Namun, Wuxian hanya bisa terdiam menggenggam kedua telapak tangannya erat-erat, karena ia merasa semua yang dikatakan Huang Chao tidak ada yang salah. Dia memang bukan siapa-siapa yang memiliki apa-apa untuk menyelamatkan kehidupan Kota Yi yang akan mengalami kehancuran berdasarkan prediksi semata.
“Sudahlah. Anak muda, apa yang dikatakan oleh saudaramu memang benar. Lebih baik kalian mengkhawatirkan diri kalian sendiri, sebelum kalian mengkhawatirkan kehidupan orang lain. Kalian harus menyelamatkan diri kalian jika kehancuran datang sewaktu-waktu. Karena kalian telah datang, maka kehancuran pun semakin dekat. Selamatkan diri kalian dan jangan mengurus urusan yang tidak berhubungan dengan kalian.” Nenek itu memberi nasihat kepada keduanya.
“Lalu, kau? Bagaimana denganmu? Apa kau tidak ikut dengan kami?” tanya Wuxian.
“Jangan khawatirkan aku. Aku telah terbiasa dengan situasi semacam ini. Di samping itu, aku adalah orang yang dapat meramalkan kehancuran Kota Yi. Jika ingin menyelamatkan diriku, kenapa tidak kulakukan sejak lama? Ada yang masih harus kuurus di sini,” tuturnya.
“Lalu kau … .” Ucapan Wuxian langsung disambung oleh Huang Chao.
“Kalau begitu, jaga dirimu baik-baik. Terimakasih karena telah mengizinkan kami beristirahat sejenak di sini,” ucap Huang Chao.
Wanita itu terdiam tanpa mengatakan apa pun. Dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju jendela rumahnya yang terbuka lebar. Ia mendongakkan kepalanya, seakan menatap langit dengan kondisi mata terpejam.
Langit mulai berwarna jingga keemasan. Tidak terasa, hari pun sudah mulai malam. Malam hari, artinya sebentar lagi Kota Yi akan mulai ramai.
“Waktu yang cukup singkat. Tapi aku tidak menyangka, jika waktunya akan benar-benar sesingkat itu,” gumam Nenek itu sembari mendongakkan kepalanya menghadap langit jingga yang perlahan luntur dengan kegelapan malam.
***
“Tangkap aku!”
“Hei, awas saja jika aku berhasil menangkapmu!”
“We!”
“Hei!!!”
“Ibu, aku ingin kembang gula manis.”
“Haha, sudah besar Ling Ling masih suka yang manis-manis. Ini ibu berikan.”
“Terimakasih, Ibu.”
“Lihat, ada kembang api!”
“Oh benar. Hari ini adalah festival lampion.”
“Ibu, aku ingin mengalirkan lampion di sungai dan berdoa kesehatan Ibu.”
“Kau bisa berdo’a apa pun jika kita sudah mengalirkannya. Ayo! Ibu juga ingin mengalirkan satu.”
Suasana Kota Yi benar-benar berubah ketika menjelang malam hari. Semua penduduk Kota Yi keluar dari rumah mereka pada malam hari. Mereka semua melakukan berbagai aktivitas yang tidak bisa mereka lakukan di siang hari, karena siang hari adalah waktu bagi mereka untuk tidur.
Dan kebetulan sekali, malam ini adalah malam festival lampion. Jalanan Kota dipenuhi dengan berbagai macam bentuk lampion yang menyinari Kota Yi sepanjang jalan.
“Wuxian, apa kau ingin membeli satu lampion?” tanya Huang Chao, menawarkan lampion untuk Wuxian.
“Lupakan. Aku tidak punya uang untuk membelinya,” tolak Wuxian.
“Jangan pikirkan tentang itu. Aku yang akan membelikanmu satu,” ujar Huang Chao.
“Memangnya kau punya uang?” tanya Wuxian dengan alis berkerut seraya menatap wajah Huang Chao.
“Hei, apa kau lupa? Aku punya sesuatu yang bisa ditukarkan dengan uang. Apa kau lupa tujuan kita datang ke Kota ini?” Huang Chao berusaha mengingatkan Wuxian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments