Mereka sarapan terlebih dahulu sebelum berbincang dan menghadapi si duda tiga puluh delapan tahun itu, yang masih terus mengelak untuk mengakui jika ada ketertarikan pada mantan istri. Untunglah Madhiaz, Eduardo, dan Pierre adalah tipe sahabat yang mau ada dikala kondisi susah maupun senang. Jadi, semenyebalkan apa pun Arsen, tidak akan mereka tinggalkan.
“Padahal, aku datang ke sini sudah menyiapkan alat balas dendam,” ucap Madhiaz seraya menelungkupkan sendok setelah menandaskan spaghetti.
“Balas dendam pada siapa?” tanya Pierre yang diakhiri dengan mengangkat gelas dan meneguk cairan untuk membasahi kerongongannya.
“Arsen,” jawab Madhiaz beserta mata melirik ke orang di sebelah kanan.
“Memangnya dia kenapa? Kau ada masalah?” Eduardo jadi ikut penasaran.
“Aku sudah tak menginginkan istrimu. Lagi pula, mana mungkin Scherie mau denganku dan meninggalkanmu.” Arsen menjelaskan tentang perasaannya.
Dahulu, Arsen memang pernah memiliki rasa tertarik dan kagum pada istri sahabatnya, walau pada saat itu belum resmi dinikahi. Seorang wanita mandiri, pekerja keras, dan tidak mudah terpikat oleh pria—adalah tipenya. Hal itu juga yang membuat ia memiliki standar untuk pasangan. Sehingga tidak bisa memandang Bellinda saat masih menjadi istrinya, karena wanita itu dianggap bodoh, manja, tidak bisa apa pun, dan mudah jatuh cinta padanya.
“Iyalah sudah tidak suka Scherie, sekarang Arsen kan tertarik dengan mantan istrinya,” kelakar Pierre, ditambah tertawa penuh ejekan pada temannya yang langsung menatap tajam.
“Aku sudah menyiapkan ini sebagai alat balas dendam.” Madhiaz mengeluarkan sesuatu dari dalam saku. “Garam, cabai bubuk, lada, MSG, kecap, saos, bawang putih bubuk.” Dia meletakkan bungkusan kecil-kecil itu ke atas meja.
Eduardo, Pierre, dan Arsen tertawa bersamaan. “Masih saja tidak terima kita cekoki bumbu dapur.”
“Oh, jelas. Berhubung temanku mau menjilat ludahnya sendiri, sudah ku persiapkan untuk membumbui supaya rasanya tak hambar.” Madhiaz menaikkan kedua alis. “Jadi, kapan kau akan mulai menjilat ludahmu sendiri? Supaya ku balas cekoki seluruh bumbu ini.”
“Kapan? Tidak akan pernah terjadi.” Arsen menepuk lengan Madhiaz dan mengumpulkan beberapa bungkusan tersebut. “Bawa pulang lagi, untuk masak istrimu saja.” Ia memasukkan ke dalam saku sahabatnya.
“Sudah tua, duda, munafik pula,” ucap Pierre diiringi decakan beserta gelengan kepala pelan.
“Sudahlah ... akui saja. Lagi pula, kita itu teman lebih dari sepuluh tahun. Untuk apa malu pada kami?” tutur Madhiaz.
“Aku sudah jujur.” Namun, itu diucapkan tidak menggunakan suara lantang.
“Lantas, kenapa kau menguntit mantan istrimu dan terlihat marah saat melihat Bellinda dekat dengan pria lain?” Eduardo langsung menembak dengan pertanyaan.
Ketiga pria itu—Madhiaz, Eduardo, dan Pierre menatap tajam Arsen. Menanti penjelasan.
“Karena tidak suka dia dekat dengan anakku. Cemburu saat darah dagingku digendong pria lain, bukan aku yang daddynya sendiri,” jelas Arsen. Kepalan tangannya menggebrak meja seolah menunjukkan emosi.
“Percaya diri sekali kalau dia anakmu, memang tes DNA sudah keluar?”
“Sudah.” Arsen mengeluarkan ponsel, membuka galeri dan menunjukkan sebuah gambar. “Cocok.”
Tiga kepala yang baru saja bergantian memegang ponsel Arsen pun terdiam sebentar. “Lalu, sekarang apa yang ingin kau lakukan?”
Arsen mencondongkan tubuh ke depan. Meletakkan dua tangan di atas meja dan menatap satu persatu temannya. “Akan ku ambil anak itu, enak saja lebih dekat dengan pria lain dibanding daddynya.”
Dan geplakan dari tiga tangan pun melayang ke kepala Arsen secara bergantian.
“Shitt!” umpat Arsen seraya mengusap kepala. “Kekerasan terhadap teman.”
“Ya karena kau bodoh, tidak belajar dari kesalahan temanmu.” Eduardo menunjuk Madhiaz dengan sorot mata.
“Aku lagi yang dijadikan contoh.” Madhiaz berdecak, tapi memang ada benar juga, dahulu ia mengesalkan seperti Arsen.
“Hei ... Arsen Alka. Biar ku gantikan Bellinda untuk menjawab rencana tololmu itu. Pasti dia tak mungkin mengatakan ini, izinkan aku saja yang mewakilkan.” Pierre berdeham dan menegakkan duduk hingga tak bersandar lagi. “Memangnya kau itu siapa? Mau mengambil anak yang ku kandung selama sembilan bulan? Saat sudah ku lahirkan, dan dibesarkan selama bertahun-tahun, kemudian kau datang hanya untuk mengambil anak itu? Buah hati yang tidak pernah diketahui hadir di dunia? Hei manusia berhati batu! Lebih baik tenggelam saja ke laut supaya terkikis keras hatimu itu.” Dia mengomel dengan suara dibuat-buat layaknya wanita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Lemon_Manis001
madhiaz punya ceritanya sendiri kah? aku pembaca baru author, mohon dimaklumi🙏🏼
2024-07-08
0
himmy pratama
sahabat2 nya arsen baik2 walau agak konyol tp bener adanya' kq
2024-04-27
1
mamae zaedan
teman yang satu serve memAng selalu konyol🤭☺️
2023-11-14
3