Dua pria tengah duduk di dalam sebuah restoran yang tak jauh dari bangunan sekolah khusus anak-anak. Mereka adalah Arsen—mantan suami Bellinda, dan Pierre—sahabat baiknya.
Posisi meja yang ada di dekat jendela memudahkan Arsen untuk terus menatap luar. Mengawasi sekolah yang masih ramai oleh kendaraan orang tua murid yang tengah mengantar.
Sejak mobil yang ditumpangi oleh Bellinda pergi, Arsen pun mengikuti. Jadi, telah lima menit ia hanya duduk dan pandangan terus ke arah seorang pria yang nampaknya sangat dekat dengan anak kecil usia lima tahun.
Tangan Arsen di atas meja sampai terkepal, walau bibir tak mengucap apa pun. Ada rasa tak senang yang mengganjal dalam dada.
Hingga mobil yang sejak tadi diamati telah pergi, barulah Arsen berhenti melihat luar. Dia langsung meraih gelas di depannya, meneguk habis tak bersisa.
“Kenapa? Cemburu?” Pierre tentu saja mengejek. Dia sampai mengambil tempat duduk yang di depan Arsen supaya tidak menjadi korban penyaluran amarah sahabatnya yang sedang kepanasan hati.
Arsen menarik sebelah sudut bibir sinis. “Aku? Cemburu? Dengan pria itu?” Menyandarkan punggung dengan kedua tangan di lipat begitu sombongnya. “Ambil saja bekasku. Apa pedulinya aku?”
“Oh ... lalu, kenapa kau meminta aku datang ke sini?” Suara seorang pria yang baru saja masuk itu langsung menyambar pembicaraan. Dia adalah Eduardo, sahabat Arsen juga. “Demi teman, aku sampai memindah lokasi honeymoon jadi ke Amsterdam.” Ia duduk di sebelah Pierre dan menunjukkan gelengan kepala pada pria yang duduk seorang diri. “Dan sampai sini, hanya melihatmu yang terus berusaha membohongi diri?”
Arsen menghela napas dan memutar bola mata. “Siapa yang bohong? Memang seperti itu kenyataannya.” Ia terus berusaha menunjukkan kalau tidak tertarik dengan mantan istri.
Eduardo dan Pierre bergeleng kepala. Tak habis pikir dengan satu temannya yang masih saja belum terbuka mata serta hati. Atau mungkin sudah? Tapi tak diberi tahu pada mereka karena ... malu? Bisa jadi.
“Madhiaz, mana? Katanya mau ke sini?” tanya Arsen.
“Sedang di jalan. Dia mengantar anak istrinya ke hotel,” jawab Eduardo yang bekerja sebagai asisten Madhiaz juga.
“Semua teman-temanmu sampai rela pindah sementara ke Amsterdam hanya untuk memberimu support, jangan sampai kau membuat kami kesal karena tidak mau mengakui perasaanmu sendiri,” peringat Pierre.
“Perasaan apa? Aku pada Bellinda? Ya tetap sama, tak ada yang berubah.” Arsen memalingkan pandangan mata saat mengatakan itu, tidak menatap manik dua temannya.
“Susah ... susah ... keturunan batu ya jadinya kau itu,” ejek Pierre.
Sembari menanti Madhiaz datang, mereka memesan makanan untuk sarapan. Dan tak lama kemudian, yang ditunggu pun hadir juga, bergabung bersama mereka.
Madhiaz langsung duduk di satu-satunya kursi yang kosong. “Arsen kenapa? Emosi pada siapa?” tanyanya saat mendapati wajah sahabatnya terus mengeraskan rahang, ditambah tangan mengepal. Apa lagi sorot mata yang ditangkap juga penuh kebencian serta rasa tidak suka. “Jauh-jauh datang ke sini, hanya untuk melihat wajah kesalnya? Sia-sia aku.” Ia meraih gelas milik Eduardo yang masih penuh dan belum diminum. “Kau pesan lagi!”
“Bukan emosi, tapi dia cemburu melihat mantan istri digandeng pria lain,” adu Pierre.
“Ck! Sudah ku katakan dan tegaskan kalau tidak cemburu. Bellinda mau dekat dan dimiliki pria manapun juga terserah dia.” Arsen meluruskan. “Bukan siapa-siapaku juga.” Tapi ada nada yang terdengar lain di kalimat terakhir.
“Ya ... ya ... ya. Tidak cemburu, tapi tadi kau remas pahaku sampai sakit,” ucap Pierre.
Eduardo pun menepuk pundak Pierre. “Maklum, duda munafik.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Soritua Silalahi
ga cemburu tp hati panas ga terima mantan digandeng pria lain 🤣🤣🤣
2024-05-23
0
himmy pratama
hehehe gengsi arsen nya untuk mengakui bahwa dia cemburu bpd Belinda Krn dekat dgn seorang laki2
2024-04-27
1
Medieval
😍😍
2024-04-27
0