Sekolah Asrama Farm School Akhir Mei 1903.
Bayang- bayang gedung klasik Sekolah Asrama Farm School telah jauh menutupi halaman berumput
di sebelah baratnya, di belakang bangunan itu. Bangunan tua yang terbuat dari
susunan batu, dan dipadukan dengan kayu kayu yang kuat pada masa lalu, membuat
bangunan itu seolah tampak sebagai sosok tua yang masih kuat. Sosok yang telah
lama berdiri dan menyimpan banyak pengalaman dan kisah.
Matahari telah meninggi, naik sejajar di atas gunung dan perbukitan di sebelah timur. Cuaca
telah menghangat, suhu telah naik. Embun- embun tidak ada lagi di halaman
sekolah Farm Scool. Namun segarnya udara pagi masih terhirup di Farm School,
sekolah berasrama anak- anak bangsawan di desa pertanian.
Pagi hari tentu para pelajar tidak ada lagi di asrama, mereka tengah berada di kelas
untuk mengikuti pelajaran. Will John, Remaja yang telah bermur 15 tahun, tengah
mengikuti ppelajaran ilmu hitung di kelas paling tinggi, junior high school.
“Will apa yang kau lakukan disana !” hardik Bu Ava, pengampu mata pelajaran hitung.
“Jerry Bu !, Dia melemparkan kertas ini padaku …” Bela Will.
“Bohong Bu, bukankah kertas itu ada di bawah bangku Will “ Balas Jerry lagi sembari
menunjuk, gulungan kertas yang telah di lemparnya.
“Tapi kau yang melempar … !” jawab Will lagi.
“Sudah – sudah ! kau Will keluar dari ruangan ini” Bu Ava marah.
“Selalu aku yang menjadi korban” kata Will lesu, dengan patuh meninggalkan ruangan itu.
Will kemudian pergi ke taman, menghirup udara segar yang masih tersisa di akhir pagi Farm
School.
“PUKK”
“Akhk apa ?” ada yang menepuk pundak Will dari belakang.
“Nak …ini surat untukmu “ Ucap Kakek Borjon, penjaga sekolah Farm School.
***
Will john adalah cucu dari Olivia John. Keluarga John memiliki lahan pertanian yang luas
dan termasuk keluarga kaya di desa gandum. Dalam kesendiriannya nyonya Olivia
John yang berumur 70 tahun itu di bantu oleh asisten bernama Boro Stockson.
Boro Stockson ingin menguasai harta keluarga John, namun ia masih harus
menyingkirkan satu pewaris tersisa yaitu Will John. Will John yang kini tengah bersekolah di Farm School.
Pada Akhirnya Boro Stockson memiliki akal brilian untuk menyingkirkan Will John, yaitu menyuruhnya
pergi jauh. Maka ia kirimkanlah surat dengan kabar palsu kepada Will John.
---
Desa Gandum, 3 Mei 1903
Untuk Will John.
Will Maafkan Paman Boro. Paman terlambat
memberikan kabar pahit ini kepadamu. Hal ini juga demi kesiapanmu menerima
kabar ini. Nenekmu tercinta, Olivia telah tiada. Beliau telah beristirahat
dalam kedamaian Tuhan di Surganya. Sakit yang di deita nenekmu membuatnya
berpisah dengan kita yang mengasihinya sebulan yang lalu.
Will, sekarang kau tidak punya siapa- siapa
lagi, harta peninggalan nenekmu telah ia sumbangkan ke Panti Orang- Orang
Lanjut Usia. Kedepannya, merantaulah Nak
Pergilah mencari jati dirimu
Salam Paman Boro.
“Nenek… nenek…, mengapa nenek harus pergi secepat ini …hiks …hiks…”Tangis Will pecah
disambut desiran angin taman sekolah Farm School, yang membawa aroma harum bunga bunga kesedihan.
“Nek … aku sudah berjanji akan menjadi pahlawan…, dan tak tahu lagi kemana sekarang “ Will
bingung.
“Baiklah Nek, Aku harus pergi, aku akan bertualang untuk menjadi seorang petualang …” seru
Will, ia menggenggam tangannya selayaknya bersumpah. Will bersedih , namun
tegar, setegar hati keluarga John. Keluarga Will.
Dikamarnya, will masih berduka oleh kabar surat itu, hatinya luluh, hidupnya tak berarah.
Sampai gambaran itu terbaca oleh Gent Honixton, sahabat baiknya. Sahabat baik,
sahabat bersama menghadapi kejahilan dan kenakalan genk Jerry.
“Ada apa will ? kenapa engkau bersedih oleh surat itu, apa kau kehilangan seseorang yang
engkau begitu cintai ? “ Tanya Gent lugu.
“Gent …, sekarang aku harus pergi, meninggalkan sekolah ini “ kata will.
“Pergi !, Kenapa? Ada apa” aku pasti merindukanmu “ ucap Gent.
“Aku sudah tidak punya siapa- siapa lagi, aku akan pergi bertualang mengelilingi dunia ini
Gent “ Peluk Will. Kedua sahabat itu pun berpelukan.
Pada Akhirnya Will pergi meninggalkan asrama dihantar oleh Gent memanjat pagar asrama Farm
Scholl. Pergi Tanpa seizin Kepala Sekolah. Kabur.
***
Paginya Gent Honixton keheranan, ia terkejut melihat Jerry tengah mengobrak abrik lemari
Will John.
“Apa yang kalian lakukan !?” Tanya Gent Marah.
“Diam Kau Gendut !” Bentak Jerry.
“Kalau kalian tidak berhenti, Akan kulaporkan pada Bu Ava !” ancam Gent tetapi itu tidak
diindahkan oleh Genk Jerry.
“Rupanya Gendut berkacamata ini harus kita beri pelajaran …”Seru Jerry kepada teman-
temannya. Kemudian berlalu meninggkan lemari Will. Barangkali mereka ingin
mendapatkan sisa- sisa barang barang berharga yang ditinggalkan Will.
“Jangan ambil barang Will “ pinta Gent, setelah rombongan Jerry meninggalkannya jauh.
Kemudian di depan kamar mandi yang biasa di pakai bersama. Gent selalu mendapatkan antrian
mandi terakhir setelah Genk Jerry selesai mandi.
“Jerry !! Cepat mandinya “ Teriak Gent.
“Sabar Gendut ! “ Teriak Jerry sambil memasukkan sesuatu ke pipa saluran air. Dan melumerkan
sejenis minyak ke gagang pintu kamar mandi yang sudah mulai rusak. Jerry
merencanakan sesuatu untuk mencelakakan Gent. Setelah selesai, Jerry membuka pIntu. Kemudian Gent masuk.
“Brack!!” Pintu tertutup, seperti tertekan keras dan rusak berbunyi oleh tarikan Jerry
dari luar. Di dalam Gent mulai membuka kran. “Astaga Kerannya bocor tidak bisa
lagi di tutup. Dengan panic Gent Honixton membuka gagang pintu. Gagangnya begitu licin .
“Auhhh susah sekali “ ucap Gent.
“Ternyata rusak “
“Tolong !” Teriak Gent.
Air dari kran yang rusak begitu deras. Lantai kamar mandi telah
tinggi.sebatas mata kaki, dan Gen pun sadar pipa saluran air telah tersumbat.
Begitu pun celah pintu begitu rapat. Ada yang meletakkan sesuatu di luar pintu.
Ini telah direncanakan , Pasti . pikirnya.
“Tolong !” teriaknya sekali lagi sambil mendobrak pintu namun usahanya itu sia- sia. Gent
sadar dialah yang terakhir mandi. Pasti teman yang lain telah berangkat ke
kelas. Tidak ada siapapun di luar.
Di bagian atas kamar mandi itu ada Ventilasi kecil. Merpati kesayangan ia dan Will, tengah
menyambar- nyambar ventilasi itu hendak menolong Gent yang dalam bahaya. Gent
mendapatkan akal, ia lalu membuat surat dari kertas bungkusan sabun yang ia
temukan. Ia melukai jarinya untuk digunakan sebagai tinta. Gent menulis surat
dengan berurai air mata. Air di kamar mandi telah penuh sebatas dada. Di celah-
celah pintu di luar mengalir genangan dari rembesannya. Namun tak seorang pun
yang sadar akan keadaan Gent dalam bahaya.
Gent memberikan gulungan kertas itu kepada merpati mereka dengan susah payah dari celah itu “
Berikan pada Will “ katanya. Lalu burung merpatu itu meletakkan gulungan kertas
itu di kakinya dan terbang jauh.
***
Nun jauh di pedesaan hijau bernama Desa Gandum, terdapatlah rumah besar abad ke 18, Rumah
besar keluarga John, bangsawan di lembah yang dipenuhi lading gandum. Rumah
besar itu milik Olivia John, nenek dari Will John. Pagi ini seorang laki- laki
terburu- buru agak berlari ke rumah itu. Wajahnya pucat, seperti terkejut ingin
menyampaikan kabar penting kepada tuan rumah, lelaki itu bernama Boro Stockson.
“Nyonya ! …hh” katanya terengah- engah.
“Ada apa Boro ?”
“Nyonya, ini buruk, Will hilang dari sekolah, kabar dari sekolah !”
“Kenapa, …”Tanya Nenek Olivia, ia terkejut, bangkit dari kursinya.
“Will diterkam oleh sekawanan serigala di bukit belakang sekolah, Belakang Farm School, hanya
sisa- sisa baju dan barang- barangnya yang ditemukan sebagai bukti “
“…”Nenek Olivia terdiam.
“Yang sabar nyonya …” simpati Boro.
“Tidak ,mungkin Boro “
“Ini benar- benar kenyataan Nyonya …” mata Boro berlinangan air mata kebohongan.
“hiks hiks” Nenek Olivia, mendekap sisa- sisa pakaian Will, menghirup aroma cucunya,
hatinya jatuh, ya itu aroma Will. Begitu pahit kenytaan yang akan ia hadapi.
Semenjak itu Nenek Olivia selalu berada di kamarnya. Tubuhnya yang renta sudah jarang di
kursi rodanya. Ia lebih sering berada di ranjang. Pikirannya terpuruk sejak
kehilangan Will John. Dan hal ini sungguh membahagiakan Boro Stockson. Dia begitu
ingin menunggu kematian Nenek Olivia. Ia sudah tidak sabar untuk menguasai
harta keluarga John.
***
Hari ini seluruh warga Sekolah Farm School berduka. Mereka kehilangan teman terbaiknya
dalam kecelakaan di kamar mandi sekolah. Pintu yang macet, kran dan saluran air
yang mampet. Hal ini membuat gambaran Farm School menjadi buruk bila kabar ini
sampai di bicarakan banyak orang. Nama dan reputasi yang telah dibangun seratus
tahun lebih bisa runtuh.
“Nyonya kami begitu berduka atas apa yang terjadi pada Putra Anda, selalu bersabar nyonya …
“ Peluk Bu Kepala Sekolah.
“Terima kasih Bu atas dukungannya , ” jawab ibu itu, yang tidak lain adalah Bu Sinsin, ibu dari Gent Honixton. Bu Sinsin membuka kacamata hitamnya.
“Nyonya apakah anda berniat melakukan penyelidikan lebih jauh atas kecelakaan yang menimpa
putra Anda ? “ Tanya ibu kepala sekolah pada Bu Sinsin.
“Tidak perlu, kalau ini hanya akan memperkeruh keadaan “
“Tapi kami tetap akan memberikan santunan atas kelalaian kami “ bujuk Ibu Kepala Sekolah.
“Oh ..ya, jangan terlalu berlebihan “ mata Bu Sinsin berbinar. Sesungguhnya ia tidak
begitu menyukai Gent Honixton, dan ini adalah salah satu alasan menyekolahkan
Gent Honixton di sekolah berasrama ini. Hanya ingin menjauh dari saudara-
saudaranya.
“Itu sudah menjadi kewajiban kami nyonya” jawab Ibu Kepala Sekolah kembali.
“Hih…hiks,,,” Bu Sinsin menangis memeluk Ibu Kepala Sekolah. Ia seperti begitu bersedih.
“Bagaimana dengan pemakaman anak anda nyonya, dimana akan dimakamkan ?”
“Di Sini saja, di Farm School, mengingat kami berasal dari negeri yang jauh, kalau sekolah
berkenan ” pinta Bu Sinsin.
Maka sore harinya pemakaman Gent Honixton telah usai. Gent beristirahat dalam
keabadiannya di bawah pohon kenari di belakang sekolah, bersama makam- makam
yang lain. Terakhir meninggalkan tempat itu adalah Bu Sinsin, kini ia telah
pulang bersama seorang putranya yang tampan, yang mengikutinya dalam
perjalanannya. Tidak jelas bagaimana keadaan keluarga Gent. Apakah Bu Sinsin
adalah ibu tirinya, dan lelaki saudaranya itu adalah saudara sambungnya.
Ketika hari menggelap, sesosok laki laki remaja mendekati makam itu untuk menabur bunga.”
Gent…Maafkan aku, aku tidak bisa menyelamatkanmu. Aku tahu engkau dijebak oleh
mereka, dari sobekan kertas yang dikirim oleh merpati sahabat kita “ Kata
lelaki itu yang tak lain adalah Will John.
“Pruuut…” suara merpati datang. Merpati itu seakan meiyakan perkataan Will.
“Akkhh..Jerry suatu saat akan kubalas perbuatanmu !” Geram will.
“Hai siapa disana ..!” Suara dari penjaga sekolah. Kemudian dengan cepat will pergi.
Penjaga sekolah datang, memeriksa sedikit tempat itu. Kemudian ia bergegas pergi
ketakutan.
***
Matahari senja menyinari Desa Gandum dengan syahdunya. Angin sore bertiup ke arah pegunungan.
Gadis remaja bernama Shara Setty berteriak- teriak memanggil nama temannya yang
tidak ia temukan di hamparan rumput yang luas diantara ladang gandum.
“Tom….!”
“Tom…!” ulangnya. Namun tak ada jua jawaban. Biasanya selalu, Shara Temukan Tom Garsen,
mengembalakan sapi- sapinya di padang rumput itu. Tom adalah sahabat Shara
Shetty, semenjak kecil. Sebenarnya ada sahabatnya yang lain yaitu anak Desa
Gandum sendiri, yaitu Will John. Karena Will John disekolahkan oleh neneknya ke
sekolah berasrama di Farm School. Tinggallah mereka berdua Shara Shetty dan Tom
Garsen.
“Oh Tom dimana kau …” ucap Shara lirih. Kemudian pergi mengayuh sepedanya menuju sebuah rumah.
Setelah melewati jalanan kereta api, hamparan kaktus, dan bukit rumput yang landai.
Shara sampai di rumah Tom. Namun tak ia temukan keberadaan Tom di rumah itu.
“Bu…, mengapa Tom tidak ada ?” Tanya Shara heran pada Bi Rolly. Bi Rolly adalah pekerja di
rumah Shara. Shara adalah anak dari salah satu pemilik lahan yang luas di Desa
Gandum, menyaingi Nyonya Olivia John. Walaupun demikian mereka tetap
berhubungan baik, antara Shara dan Will, bahkan Shara senantiasa mengunjungi
Nenek Olivia John, nenek Will ke rumahnya. Shara tahu bahwa Nenek Olivia John
cukup kesepian setelah will tidak ada di rumah.
“Maafkan ibu sebelumnya nak …, jangan katakana pada orang tuamu “ pinta Bi Rolly.
“Apa itu Bi ?”
“Orang tuamu tidak suka lagi kau berteman dan bersama dengan Tom, …mereka meminta Tom untuk
pergi mengembara …” jelas Bi Rolly.
“Tidak ! bu kemana Tom pergi ?”
“Ia akan pergi ke Mount City” tunjuk Bi Rolly. Mount City adalah kota dataran tinggi, kota
pusat peradaban dan dari hamaparan ketinggian itu semua mata dapat melihat
hamparan bintang dimalam hari. Mount City adalah kota paling besar dari semua
kota.
“Terima kasih Bi…” Ucap shara lirih.
Di atas sepedanya Shara Shetty mendayung sepedanya. Ia menangis tersedu- sedu.
“Tom… aku akan menyusulmu “
“Maafkan orangtuaku …” Sambung Shara.
Matahari senja segerea tenggelam, berganti kelam.
***
Pagi baru menyingsing, sinar matahari hangat telah menyentuh kulit. Shara Setty dengan
sepeda dan tas besarnya singgah di sebuah rumah besar klasik. Rumah Nenek
Olivia John. Ia sengaja berkunjung sebelum pergi jauh.
“Ada apa kesini !” Tanya paman Boro Stocson kasar.
“Aku ingin bertemu nenek Olivia John !”
“Tidak boleh !“
“Masuk saja Nak ! …” Sela Nenek Olivia dari ruang tengah yang kebetulan mendengar perkataan
mereka.
“ Maaf Nyonya. Saya pikir ini akan mengganggu kesehatan Nyonya, Nyonya butuh Istirahat “ sela
Boro membela diri.
“Tidak apa …” jawab Nenek Olivia yang membuat Boro Stocson terdiam.
“Maaf Nek, aku tahu mengapa nenek sakit, …nenek kehilangan Will “
“ Hiks…hiks…” Nenek Olivia menangis.
“ Aku akan mencari Will, nek… Aku yakin Will masih hidup “
“Jangan, Orang tuamu akan kehilanganmu…mereka pasti akan bersedih “
“Tidak Nek, Justru begini yang membuatku bersedih …”
“Baiklah …” Ucap Nenek Olivia menunduk.
“Tunggu dulu, Nenek akan membuat surat seandainya suatu saat nanti Engkau bertemu dengan
Will…” Bisik Nenek Olivia.
Nenek Olivia mulai semangat. Atas dukungan dan prasangka baik yang diberikan Shara, ia mulai
bersemangat bahwa ada secercah kemungkinan Will masih hidup dan ditemukan. Pagi
itu ia memberikan surat untuk Will John pada Shara Shetty.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments