Rama dengan hati hati menaruh Alika di atas kasur dan keluar ruangan menuju sebuah kamar di samping kamar Alika, dia membuka pakaiannya dan terlihat bekas percahan kaca di punggungnya dan darah yang mengering di sekujur tubuhnya, rasa perih sudah pasti dia rasa namun hatinya kini jauh lebih perih dari apapun.
Rayan mengguyur tubuhnya dengan air dan mengobati lukanya sendiri, "paman!" Alika mengetuk pintu dengan baju putih yang berlumuran darah dia mengetuk pintu pamannya.
Rama membuka pintu untuk keponakannya dan melihat bertapa kotornya dia, "kenapa nak?", rama tertunduk menatap bocah kecil di hadapannya.
Tok!, Tok!, Tok!, pintu depan terdengar di ketuk, Rama waspada dan meraih tubuh Alika kecil ke kamrnya dan menuju ruang kendali CCTV, dia melihat pilotnya dengan menggendong Rayan kecil dengan hujan gemercik.
Rama terperanjat dan langsung berdiri meraih tubuh Alika menuju bawah, " pak Gunawan ada apa?" Rama membuka pintu dan mlihat Rayan yang bernafas dan menangis memanggil nama ayahnya.
"Rayan!" dengan sigap Rama meraih tubuh kecil Rayan dan membaringkannya di kursi, dia melihat bekas jahitan di dada Rayan.
"Aku sempat ke rumah sakit dulu dan menempelkan kulit sintetis di wajah tuan muda Rayan, dia baik baik saja sekarang hanya perlu perawatan intensif saja", pak gunawan menatap Alika kecil yang langsung menangis dan memeluk kakaknya.
"Terima kasih pak!", Rayan beranjak ke ruangan atas dan mengambil baju kecil yang dulu dia gunakan saat berusia 7 tahun dia mengganti pakaian Rayan dan menyelimutinya.
"Bagaimana situasinya saat ini?" Rayan melihat jam dan nampak waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari.
"Semuanya terkendali, namun saya kemari membawa puteri saya, saya tidak memiliki keluarga lagi selain puteri kecil saya yang masih bayi jadi saya membawanya kemari karena tidak bisa membiarkannya sendiri atau hanya bersama pengasuh, situasinyapun kian rumit, dengan gamlang mereka melakukan pengakuan dan menarik semua saham perusahaan dan lagi semua aset yang di tinggalakan oleh tuan Dzikri dan nyonya Elfie semuanya sudah di ambil alih termasuk rumah dan kendaraan" jelas pak Gunawan menginformasikan.
"Tidak masalah, lalu bagaimana dengan identitas kami?" tanya Rama masih khawatir dengan keadaan mereka yang terancam.
"Semuanya berjalan dengan baik, begitupun saya yang sudah mati dalam identitas kehidupan dan sudah tidak tercatat lagi di manapun" ujar pak Gunawan dia melakukan pekerjaannya dengan sangat apik.
"Lalu dimana puterimu?" Rama bertanya saat melihat pak Gunawan yang nampak sendirian.
"Saya tidurkan di helikopter" pak Gunawan tersenyum tulus.
"Bawa dia kemari, sembunyikan helikoptermu di ruang bawah tanah dan kita akan hidup seperti ini sampai mereka dewasa!" seru Rama melihat Alika yang masih menangis memeluk Rayan dan pak Gunawan mengangguk.
"Terima kasih tuan muda" pak Gunawan yang memang tak memiliki siapapun di dunia ini hanya bisa pasrah dan berserah.
"Tidak, seharusnya aku yang berterima kasih berkatmu kami bisa selamat!" ungkap Rama tersenyum lembut.
Pak Gunawan membawa puterinya dalam rincik hujan, Rama mempersilahkan mereka masuk dan membiarkan kehidupan baru mengalir dalam hari hari mereka.
Tak pernah terbayangkan oleh Rama bila hidupnya akan berjalan seperti ini, namun menurutnya asalkan kehidupan meraka berlanjut mereka bisa melakukan apapun di masa depan, mungkin Raisa melarang mereka untuk membalas dendam namun berbeda dengan Rama yang sudah terkukuh untuk menghancurkan para pembunuh yang membantai seluruh keluarganya.
Merawat anak anak memang sangat sulit di lakukan Rama, namun dia yang sudah cukup terlatih merawat Raisa dan Rayan sudah terbiasa dengan sifat mereka.
Namun untuk waktu tiga hari Rayan tak kunjung bangun, dia masih tertidur dalam balutan selimut tebal, bekas peluru yang mengoyak kulit dan tubuhnya mungkin dapat membuat sebagian orang akan merenggut nyawa, di tambah Rayan sebelumnya sempat denyut nadinya terhenti dan sudah di katakan meninggal, namun entah keajaiban atau tuhan ingin menunjukkan sesuatu dari apa yang di lihat Rayan hingga akhirnya Rayan mampu selamat.
Bagi Raisa dan Leonard kebahagiaan abadi telah menyapa mereka, tak ada kebahagiaan dunia yang hakiki hanya kehidupan yang abdi saja yang akan memberikan keabadian pada kebahagian, dan ini adalah kebahagiaan mereka.
Raisa dan Leonard telah wafat dalam kondisi yang cukup baik meski dengan cara yang kejam namun keduanya mampu menyebutkan nama tuhan sebelum mata mereka tertutup untuk selamanya.
Memang tidak mudah bagi mereka yang di tinggalkan di dunia namun bagi mereka itu adalah kebahagiaan yang sesungguhnya.
"Paman!" Alika memanggil pamannya saat melihat Rama tengah memasak.
"Iya sayang?" Rama menunduk menatap wajah bening di hadapannya dan tersenyum tulus.
"Ini untuk paman!" Alika menyerahkan sebuah cincin berwarna putih dan tersenyum manis.
Deg, jantung Rayan seakan terpompa menatap cincin tersebut, di mana cincin itu merupakan cincin pernikahan Raisa dan Leonard, "kenapa di berikan pada paman?" Rama bertanya sangat halus mengangkat tubuh mungil Alika menuju kursi makan.
"Karena paman harus menikah dengan Alika saat Alika sudah besar, dan Alika sayang sekali sama paman jadi kalo Alika sayang, paman juga harus sayang dan kita harus menikah!" tekan Alika dengan nada menggemaskan.
"Feet..!" Rama benar benar tergelitik dengan ucapan Alika dia mencubit hidung manis keponakannya dan mengecup kening yang tertutup poni.
"Kalo sayang tidak harus menikah sayang! pamankan pamannya Alika mana bisa paman menikah dengan Alika" jelas Rama mencubit hidung mancung Alika.
"Tapi Alika maunya nikah sama paman!" Alika tak ingin mengalah dan malah memeluk Rama erat.
"Lihat nanti sudah besar ya? yakin mau nikah sama paman? nanti pamannya ketuaan lagi!" Rama menggoda gadis kecil polos di hadapannya.
"Gak papa, lihat nih! mama aja cinta sama papa sejak mama kecil!" Alika memperlihatkan buku kecil yang merupakan buku harian Alika saat kecil.
Mata Rama terbelalak hampir dirinya tak percaya mengingat Leo dulu sering di kelilingi wanita cantik dan pernah punya pacar juga dan kini dia melihat bila Raisa ternyata menyukai Leonard sejak kecil.
"Itukan mama!" Rama mengelak sangat sulit rasanya menjelaskan hal semacam itu pada bocah seperti Alika meski dirinyapun masih sangat kecil.
"Tapi Alika kan putrinya mama, jadi Alika juga akan sama kaya mama, kalo paman mau menikah dengan Alika, Alika janji gak akan nakal dan akan belajar yang rajin agar bisa seperti mama dan paman bisa sayang sama Alika seperti papa sayang mama" Alika memang keras kepala layaknya Leonard dan Rama benar benar buntu untuk menjelaskan lebih lanjut, asalkan Alika mau belajar dan menjadi gadis baik akhirnya Ramapun mengangguk.
"Baiklah, tapi ingat harus rajin belajar dan jadi anak baik ya!" Rama mengelus ubun ubun Alika penuh sayang.
"Iya paman, Alika sayang paman!" Deg jantung Rama terhenti sejenak menatap bertapa cantiknya Alika.
"Paman juga sayang Alika!" jawab rama berbalik menyembunyikan semirak merah di pipinya dan kembali ke depan kompor.
"Tuan muda, nona! itu.. Tuan muda Rayan telah bangun!" pak Gunawan berteriak dari lantai atas, dan sontak saja Rama mematikan kompornya dan menyambar tubuh Alika menuju ruangan atas dan terlihat Rayan yang terbangun dengan tangan Ikhna bayi atau putei pak Gunawan yang memegangi jari telunjuk Rayan.
"Paman!" Rayan berucap lirih hingga air mata kembali terjatuh saat mengingat hal yang sudah terjadi.
"Tidak apa apa sayang, jangan bangun!, jangan banyak bicara dulu" Rama menaruh Alika di tepi ranjang dan mengelus keringat yang membasuhi pelipis Rayan.
"Paman, pa..pa paman!" Rayan menangis melihat sebelumnya bagaimana sang ayah yang belum meninggal yang sudah berlumur darah di tendang dan di siksa memeluk dirinya, dan terus meringis kesakitan merasakan aliran darah mengaliri tubuhnya milik sang ayah dan hingga meninggalpun mereka terus menyiksanya dan hingga terdengar berbagai kalimat ilahi di ucapkan dari bibir Leonard dan menutup mata memeluk sang putera dan sebuah bom meledak di rumah tersebut meluluh lantahkan rumah dan beberapa bangunan di sekitarnya, hingga untuk beberapa lama dia melihat kepala desa yang membawanya dengan sembunyi sembunyi dan membawa Rayan ke rumahnya dan setelah sekian lama pak Gunawan tiba dan disanalah dia sudah tak sadarkan diri.
Sebelumnya sang ayah sempat berbisik sesuatu di telinganya dan dia berkata di bawah air laut di peti kapal tenggelam, rayan tak faham maksud sang ayah namun tak lama kemudian Leonard meninggal.
"Pa.. Paman.. Kata papa di bawah air laut di peti kapal tenggelam, Ayan tidak mengerti" Rayan menyentuh dadanya yang berdenyut sakit, Rama mengangguk dan mengelus dada Rayan amat lembut.
"Paman akan mencari tahu, Ayan tidur dulu ya, dan istirahat dulu" Rama mengelus pucuk kepala Rayan dan menatap Rayan yang mulai kembali menutup mata.
"Tuan muda?" pak Gunawan menatap wajah Rama yang nampak serius.
"Aku tidak akan bertindak sekarang, tenanglah! aku yakin disana di pasang berbagai jenis jebakan, aku sudah tahu lokasi yang di maksud kakak tapi aku juga tak ingin gegabah dalam bertindak" Rama memijit pelipisnya yang terasa berdenyit dan duduk di samping Alika, kini bila dia bertindak gegabah sedikit saja tentu saja kedua keponakannya akan dalam bahaya, alika beranjak menuju pelukan Rama dan memeijit pelipis Rama dan mengecup kedua pipi Rama.
"Paman sakit ya?, ayo tidur Alika temani!" Alika beranjak turun dan menarik lengan Rama menuju kamarnya.
Rama mengangguk setuju berusaha memecahkan teka teki yang rumit di kepalanya, sebelumnya dia memang pernah melihat Leonard melukis sebuah kapan karam yang penuh oleh berbagai jebakan dan kemudian dia membakarnya sendiri, namun karena ingatan Rama yang sangat tajam dia dapat mengingat berbagai sudut jebakan yang terpasang namun dia juga harus menjadi perenang handal untuk kesana karena mustahil membawa oksigen masuk kedalam kapal karam itu karena bukan hal mustahil oksigen yang di bawa akan menyentuh pemicu jebakan dan pasti akan membuat dirinya juga yang dalam bahaya, kini di sanalah tempat paling aman untuk menyembunyikan benda yang di lindungi Leonard, pasti benda itu amat berharga hingga Leonard sendiri mengorbankan nyawanya dan Raisapun melakukan hal yang sama, dia sama sekali tidak tahu apa yang di sembunyikan keluarga bunda Elfie dari dunia namun dia yakin bila benda itu amat penting.
"Paman tidur di sini!" Alika menepuk nepuk kasur di sampingnya, Rama mengangguk dan tertidur memeluk Alika kecil dan di tengah mereka terdapat buku kecil Raisa.
Beberapa hari Rama berusaha melatih nafasnya dan berusaha berenang dengan berbagai rintangan yang dia buat sendiri di bawah air di kolam renang di belakang rumah, perlahan namun pasti sedikit demi sedikit perkembangan mulai terlihat dari usahanya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
#••Embun ™^ad•~💦 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛ
kasihan sekali si kecil yang harus menderita dan melihat yang tak seharusnya ia lihat
2023-01-21
1
#••Embun ™^ad•~💦 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛ
entah apa yang di lakukan dan kesalahan apa tapi ini sangatlah memilukan
2023-01-21
1
Hiatus
ini tentang peralatan di film action ku jadi bayangin adegannya...👍
2023-01-19
2