Lelaki berseragam cokelat dengan kumis lebat itu tersenyum ke arah Mawar. Di belakangnya ada seorang karyawan yang juga memakai seragam warna cokelat mengikuti kemanapun atasannya pergi.
Mawar sangat mengenal lelaki di depannya. Sudah beberapa kali lelaki tersebut datang dengan tujuan yang sama seperti para laki-laki centil yang sedang makan di warungnya saat ini. Apalagi kalau bukan ingin melamar Mawar dan menjadikannya sebagai istri. Bedanya, lelaki di di depannya ini bukanlah pria sembarangan seperti para laki-laki iseng dan centil seperti yang lainnya.
Lelaki tersebut adalah Bapak Suwito. Hampir seluruh warga di tempat tinggalnya saat ini mengenal Bapak Suwito. Jelas saja, mereka tentu harus kenal siapa lurah mereka. Bapak Suwito adalah seorang lurah yang cukup disegani dan sudah beberapa kali menjabat sebagai lurah kampung tersebut.
Jangan ragukan harta yang dimiliki lurah dua periode tersebut. Bapak Suwito juga memiliki bisnis yang membuat kekayaannya semakin banyak. Bapak Suwito adalah seorang duda. Istrinya sudah meninggal setahun lalu dan belum ada wanita yang berhasil mengetuk pintu hatinya selain Mawar.
Nama mawar yang terkenal sebagai Janda Bohay di kampung yang dipimpinnya membuat Bapak Suwito semakin penasaran seperti apa wanita yang menjadi pujaan laki-laki di kampungnya. Setelah kenal siapa Mawar, Bapak Suwito langsung jatuh hati dan ingin memiliki Mawar sebagai istrinya.
Papa Suwito pernah mengajukan diri kepada Mawar secara baik-baik kalau dirinya akan mempersunting Mawar sebagai istri. Mawar tentu saja menolak. Mawar hanya ingin fokus mencari uang untuk menghidupinya.
Bapak Suwito seperti penggemar Mawar yang lain, tak putus asa dan tak mudah menyerah. Semakin Mawar menolak, Bapak Suwito malah semakin penasaran dan ingin memiliki Mawar. "Sudah lama saya tidak datang, semakin ramai saja warung kamu ya?" tanya Bapak Suwito dengan senyum di balik kumis tebalnya.
Mawar menganggukan kepalanya dan hanya menjawab singkat, "Iya Pak."
Bapak Suwito kembali tersenyum, ajudannya dengan sigap mengambilkan kursi untuk atasannya tersebut lalu mempersilahkan duduk. Bapak Suwito duduk di meja terpisah dibanding para pembeli yang lain, itupun setelah pemuda berkulit hitam diusir paksa oleh asistennya tersebut.
"Bapak mau pesan apa? Mau ayam geprek atau ayam penyet?" Mawar menawarkan dagangannya kepada bapak Suwito. Mawar merasa segan jika bersikap jutek dan ketus karena Bapak Suwito adalah lurah yang disegani di kampung ini. Bisa saja dengan mudah Mawar diusir dari tempat tinggalnya saat ini, seperti dulu para warga kampung yang mengusirnya secara tidak langsung. Mawar tak mau, Mawar sudah nyaman berada di kampung ini.
"Menurut Mawar, lebih enak ayam penyet atau ayam geprek? Saya makan sesuai pilihan Mawar saja. Saya yakin apapun yang Mawar pilih untuk saya, pasti yang enak dan terbaik. Saya bisa lihat Mawar begitu perhatian. Saya baru sampai saja sudah ditanya mau makan apa," kata Bapak Suwito dengan penuh percaya diri.
"Dih ge er! Kayaknya semua memang aku tawarin deh. Aku 'kan sedang jualan, karena itu aku tawarin!" batin Mawar sambil memasang senyum palsu di wajahnya. "Baik Pak."
Mawar lalu menyiapkan makanan untuk Pak Lurah dan ajudannya tersebut. Mawar juga membuatkan pesanan yang masuk lewat aplikasi ojek online. Ia sibuk sekali hari ini dan tak ada yang membantu. Semua mawar kerjakan sendiri, bolak-balik dari mencuci piring, melayani pembeli dan membuatkan minum. Kali ini, Mawar bersyukur. Jika pembelinya sepi pasti Pak Lurah akan menyuruh dirinya duduk dan menemaninya makan.
Namun bukan Pak Suwito namanya kalau semudah itu menyerah. Ia tetap menunggu sampai akhirnya para laki-laki yang nongkrong di warung Mawar mulai merasa risih. Mereka tak bisa menggoda Mawar seperti biasanya. "Mawar, bisa kita mengobrol sebentar?" tanya Pak Suwito dengan nada yang tegas dan penuh perintah.
Mawar tentu saja tidak bisa menolak perintah dari Pak Suwito. Kebetulan semua pesanan sudah ia kerjakan. Mau tak mau ia harus menghadapi Pak Suwito dengan berani. Mawar lalu duduk di kursi yang agak jauh dari Pak Suwito. Dia berusaha menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dengan laki-laki lain selain Djiwa tentunya. "Ada apa, Pak?"
"Jadi begini, kamu pasti tahu kalau selama ini saya sudah menaruh hati sama kamu. Dibandingkan laki-laki di sini yang kerjanya hanya nongkrong dan menggoda kamu saja, tentu saya lebih unggul bukan? Saya bukan laki-laki beristri, istri saya sudah meninggal tahun lalu. Kamu jangan khawatir, jika kamu menerima lamaran saya kamu akan hidup nyaman. Kamu akan menjadi satu-satunya. Tak perlu lagi kamu berjualan ayam dan menerima godaan dari para laki-laki centil." Pak Suwito melirik barisan laki-laki centil di depannya yang ia yakin sedang menggerutu dalam hati.
"Saya sudah menunggu kamu lama loh! Kenapa sih kamu masih banyak berpikir? Enakan juga jadi istri saya, bisa puas belanja tanpa harus lelah bekerja. Kamu bisa perawatan agar wajah kamu yang cantik semakin cantik saja. Kamu juga bisa belanja di Mall, biar saya yang bayar! Jadi, kamu mau 'kan menerima pinangan dari saya?" tanya Pak Suwito sambil tersenyum penuh penekanan pada Mawar.
Pemuda berkulit hitam yang kesal karena disuruh pindah oleh ajudan dari Pak Suwito pun mengambil kesempatan ini untuk membalas kelakuan lurahnya yang menyebalkan. "Memangnya Bapak tidak tahu? Mawar sudah tunangan, Pak," kata pemuda berkulit hitam tersebut tanpa kenal takut.
Pak Suwito terlihat terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh pemuda berkulit hitam tersebut. "Tunangan? Kapan? Kok saya tidak tahu? Dengan siapa tunangannya? Pasti kamu bohong! Awas ya, kalau kamu bohong, akan saya persulit kamu membuat KTP!" ancam Pak Lurah.
"Bikin KTP juga foto saya jelek, Pak. Sekali-kali kalau foto KTP itu kameranya yang bagus, Pak! Saya memang hitam, apa salahnya sih dipakein efek putih sedikit biar foto saya kelihatan lebih ganteng?!" Pemuda berkulit hitam itu sekalian mencurahkan unek-uneknya.
"Jangan bercanda kamu! Kata siapa Mawar sudah tunangan?!" Pak Suwito terlihat murka dan marah dengan pemuda berkulit hitam tersebut.
"Ya ... kata Mawar. Tanya saja langsung sama orangnya! Tunangannya mawar tuh ganteng, beda tipis sama saya. Dia putih saya hitam. Dia ganteng banyak, saya ganteng sedikit," jawab pemuda berkulit hitam tersebut.
Kini perhatian Pak Suwito tercurahkan pada Mawar. "Benar apa yang dikatakan oleh laki-laki yang minta efek putih di foto KTP itu, Mawar?"
Mawar menganggukkan kepalanya. "Benar, Pak. Saya memang sudah bertunangan!" jawab Mawar dengan penuh keyakinan. Ia merasa harus kembali bersandiwara dan berpura-pura menjadi tunangan Djiwa. Dengan begitu mungkin Pak Suwito tak akan mengganggunya lagi.
Pak Suwito diam sejenak seperti sedang berpikir. Tak lama Pak Suwito tersenyum. "Baru tunangan saja bukan? Belum menikah? Berarti saya masih ada kesempatan!"
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
✨️ɛ.
urusan pribadi jgn disangkutpautin ke urusan kerjaan dong, pak..
2024-08-30
0
Dwi Sasi
Weleh... Weleh...
2023-12-20
0
Marlina Palembang
kirain pak polisi.....
eladalah malah pak lurah yg dateng
2023-12-02
0