Jiwa sudah selesai membersihkan tubuhnya. Ia terlihat lebih segar ketika memakai celana training dan kaos berwarna hitam, pakaian lelaki yang dimiliki oleh mawar dan dipinjamkan untuknya. Wajah Djiwa yang tampan pun terlihat makin tampan. Mawar yang sedang membersihkan ayam pun menoleh ke arah Djiwa dan sempat terpesona sedikit. Mawar cepat-cepat membuang pandangan dan kembali fokus membersihkan ayam potong di tangannya.
"Sudah selesai mandinya, Mas?" tanya Mawar tanpa mengalihkan pandangannya dari ayam yang sedang ia bersihkan.
"Sudah, Mbak Mawar. Ada yang bisa saya bantu tidak?" Djiwa merasa tak enak hati melihat Mawar yang sedang sibuk bekerja namun dirinya yang sudah ditolong malah sudah mandi dan disiapkan teh manis.
"Tak perlu, Mas. Sudah mau selesai, kok. Mas minum saja teh manis yang ada di ruang tamu. Habiskan, nanti dingin. Aku buatkan nasi goreng saja ya buat sarapan pagi?" Mawar yang sudah selesai membersihkan ayam lalu mencuci tangannya dan membuatkan nasi goreng untuk Djiwa.
Djiwa tak bisa menolak nasi goreng pemberian Mawar. Perutnya keroncongan dan dia masih agak mabuk akibat semalam. Untung saja Mawar tidak tahu kalau dirinya mabuk. Kalau Mawar tahu, tidak mungkin Mawar mau menolong laki-laki seperti dirinya.
Djiwa lalu duduk di ruang tamu menikmati teh manis hangat buatan Mawar. Tak lama kemudian Mawar keluar dengan membawa dua piring nasi goreng untuk Djiwa dan dirinya sendiri. "Silahkan, Mas. Ini sarapan ya. Seadanya saja ya."
"Tak apa, Mbak Mawar. Terima kasih banyak. Kayak begini saja aku sudah bersyukur. Mbak Mawar sudah menolong aku, meminjamkan pakaian dan membuatkan sarapan pula. Apa jadinya hidup aku kalau tidak ada Mbak Mawar? Aku pasti sudah jadi omongan satu kampung karena tersadar hanya dengan mengenakan celana pendek saja," kata Djiwa dengan suara yang dibuat layaknya pemuda kampung polos.
"Jangan bilang begitu Mas, sebagai manusia kita memang punya kewajiban saling tolong menolong. Apakah Mas Djiwa sudah ingat siapa yang sudah berbuat jahat sama Mas Djiwa? Oh iya, panggilnya Mawar saja, tidak perlu pakai Mbak," kata Mawar.
"Sudah, Mbak eh Mawar. Tadi aku di kamar mandi mulai teringat apa yang terjadi semalam. Sepertinya, aku dihipnotis. Aku baru pergi dari kampung hendak merantau ke Jakarta. Semua barang-barangku hilang. Aku sekarang jadi bingung, aku harus apa? Uang tak ada, semua tak ada." Djiwa yang memang suka membual menunjukan lagi aktingnya dengan menunjukkan wajahnya yang memelas. Hebat sekali dia. Bisa jago akting tanpa perlu ikut kelas akting dahulu.
"Kasihan sekali nasib Mas Djiwa. Ada saudara yang bisa Mas hubungi tidak?" tanya Mawar dengan raut wajah yang terlihat mengkhawatirkan keadaan Djiwa.
"Ada, Mawar. Boleh aku pinjam Hp Mawar? Aku mau menghubungi saudaraku dulu dan mengabarkan keberadaanku sekarang." Djiwa berniat meminjam Hp Mawar untuk menghubungi Rendi, asisten pribadinya. Kalau bukan karena ulah Aksa yang mengambil semua barang-barang pribadinya, ia pasti saat ini sedang bersenang-senang di kamar hotel, bukan berada di pinggiran kota Jakarta seperti saat ini.
"Ada, Mas. Nanti saya pinjamkan. Mas silahkan sarapan dulu." Mawar kembali menawari nasi goreng buatannya.
Djiwa menuruti saja perkataan Mawar. Ia memakan sarapannya. Djiwa langsung menyukai nasi goreng buatan Mawar. Terlihat sederhana namun enak. Bumbunya pas dan sesuai selera Djiwa yang terkenal suka pilih-pilih makanan.
Tanpa terasa Djiwa menghabiskan sepiring nasi goreng buatan Mawar tanpa sisa. Selesai makan, Mawar meminjamkan ponsel miliknya.
Djiwa tertegun melihat ponsel milik Mawar. Bukan ponsel dengan banyak boba seperti miliknya. Bisa dibilang ponsel Mawar masih jadul. Tak apa, Djiwa butuh untuk menghubungi asistennya.
Djiwa menelepon dari ruang tamu sementara Mawar melanjutkan pekerjaannya mengungkep ayam dan mencuci cabai untuk sambal. Djiwa berbicara dengan sangat pelan, tak mau Mawar sampai mendengar percakapannya.
"Ren, gue dikerjain sama Aksa. Gue ada di pinggiran Jakarta. Ponsel sama baju gue diambil. Sialan tuh anak, tunggu saja pembalasan gue nanti!" rutuk Djiwa.
"Pantas aja lo enggak bisa gue hubungin. Gue jemput lo sekarang. Lo share lokasi deh ada di mana," kata Rendi, asisten dan sahabat karib Djiwa.
"Nanti gue kirim alamatnya. Ini Hp minjem, enggak bisa share lokasi. Lo datang naik motor Supra butut punya bokap lo ya! Bawain gue baju beberapa tapi jangan yang bagus-bagus dan duit dua juta. Satu lagi, bawa ponsel bekas dan agak jadul juga," perintah Djiwa.
Rendi tak banyak bertanya meski merasa agak aneh dengan permintaan Djiwa. Ia menurut saja dan mereka mengakhiri panggilan meski masih bingung, mana punya Djiwa baju yang tidak bagus? Cowok metroseksual macam Djiwa, koleksi baju mahalnya berjejer. Nyari dimana baju yang tidak bagus?
Djiwa yang sudah selesai menelepon lalu menghampiri Mawar yang masih sibuk mengungkep ayam dan membuat sambal ayam penyet. "Terima kasih, Mawar." Djiwa memberikan ponsel tersebut pada Mawar.
"Iya sama-sama, Mas. Bagaimana? Bisa menghubungi sepupu kamu?" Mawar menerima ponsel miliknya dan menaruhnya di atas lemari piring.
"Bisa." Djiwa tiba-tiba memasang wajah memelas. Djiwa mau, Mawar meras iba dengan apa yang terjadi pada dirinya.
"Kenapa?" tanya Mawar yang terkena jebakan Djiwa.
"Sepupuku tak bisa membantu banyak. Kami sama-sama perantauan dari kampung. Dia mau meminjamkan aku uang tapi tak banyak. Bagaimana nasib aku nanti Mawar? Aku mau tinggal dimana?" Akting Djiwa benar-benar hebat. Ia mampu mengelabuhi Mawar yang dengan mudahnya percaya pada Djiwa.
"Kamu tak bisa tinggal bareng sepupumu, Mas?" tanya Mawar dengan wajah khawatir bercampur kasihan.
Djiwa menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa. Dia tinggal di mess pabrik. Ini saja dia sampai rela ijin kerja untuk mendatangiku. Aku hanya dipinjami uang dua juta saja. Bagaimana aku bisa hidup di Jakarta?"
Mawar kini sudah benar-benar masuk ke dalam perangkap Djiwa. Ia merasa kasihan dan mau membantu Djiwa. "Tenang saja, pasti bisa asal kamu mau kerja keras, Mas. Aku akan membantu kamu. Uang yang kamu punya gunakan saja buat menyewa kontrakkan. Kamu mau mengontrak di sebelah rumah? Kayaknya mau pindah deh hari ini."
Djiwa dalam hati bersorak bahagia. Ia tahu Mawar pasti akan mempercayai karena kemampuan aktingnya yang natural dan terbiasa membual. Djiwa bahkan pernah membual dan mengatakan istrinya meninggal dibunuh ibu tirinya. Bagaimana bisa dibunuh, punya istri saja tidak. Djiwa juga tak punya ibu tiri. Mamanya masih segar bugar mendampingi Papanya bisnis ke luar negeri.
"Terima kasih banyak, Mawar. Sore ini sepupuku akan datang. Maaf kalau aku terlalu merepotkan kamu," kata Djiwa.
Mawar tersenyum dengan tulus. "Tak apa. Sesama manusia harus tolong menolong. Aku akan hubungi pemilik kontrakkan kalau kamu mau tinggal di sebelah. Nanti kamu di kamar aku saja ya, jangan sampai pembeliku tahu kalau ada laki-laki di rumah ini."
Djiwa mengangguk. "Aku janji tak akan membuat kamu ketahuan. Apa yang bisa aku bantu?"
"Oh tak perlu. Aku sudah mau selesai kok. Sebentar lagi aku mau buka warung." Mawar lalu menyiapkan semua keperluannya berdagang. Djiwa terus memperhatikan Mawar dan timbul rasa kagum dalam hati Djiwa.
"Kok masih ada ya wanita baik hati dan mandiri macam Mawar di dunia ini? Aku makin penasaran. Kayaknya, aku akan lama nih tinggal di tempat ini. Mawar, kamu sudah membuat aku terpikat. Tak akan kubiarkan kamu lepas begitu saja!" batin Djiwa.
"Mawar cantik, beli ayam penyet dong! Sekalian dipenyetin Mawar boleh?" Suara laki-laki yang menggoda Mawar membuat Djiwa penasaran.
Siapa tuh?
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Imas Karmasih
biasanya orang abis minuman beralkohol kan bau emang Mawar ga nyium baunya
2024-09-19
0
✨️ɛ.
apa yg hendak kau rencanakan, Djiwa..
2024-08-29
0
✨️ɛ.
udah diselamatin lu dari perbuatan maksiat..
2024-08-29
0