Djiwa memasang telinganya dengan tajam. Rasa penasaran memenuhi dirinya. Ia pun bersembunyi di belakang pintu tembok dan menguping sambil mengintip keadaan di luar.
Belum lama Mawar membuka warung ayam penyet dan ayam geprek miliknya, sudah banyak pembeli yang berdatangan. Bukan ibu-ibu yang hendak membeli lauk, melainkan bapak-bapak centil yang ingin menggoda Mawar. Bukan hanya satu namun lebih dari tiga orang. Setelah sempat ramai, kini hanya tersisa tiga bapak-bapak centil di luar.
"Gila! Banyak banget bapak-bapak centil di depan! Saingan gue banyak dong!" rutuk Djiwa pelan.
Djiwa mendengarkan lagi percakapan di depan rumah. "Mawar, pinter banget ngulek sih? Memang rasanya diulek Mawar gimana? Boleh dong Aa ngerasain?" goda bapak-bapak berambut klimis dengan banyak minyak rambut yang membuat rambutnya terlihat lepek.
"Aa? Dih kecentilan banget jadi cowok! Keringin dulu tuh rambut yang kayak gorengan!" sungut Djiwa.
Mawar terlihat sibuk menggoreng ayam sambil membuatkan pesanan. Ia tak menggubris, hanya sesekali tersenyum kala memberikan uang kembalian dan mengucap terima kasih.
"Mawar, Mas udah lama kesepian nih. Mau enggak jadi gulingnya Mas? Kalau punya istri bohay kayak Mawar, pasti enak deh dipeluknya. Sebentar lagi musim hujan, enak banget kelonan sama Neng Mawar yang bohay," goda bapak-bapak paruh baya dengan rambut yang lebih banyak warna putih dibanding warna hitamnya.
Djiwa melihat tubuh Mawar, ternyata apa yang digombali bapak-bapak paruh baya itu benar. Mawar itu bohay. Tubuhnya tidak kurus kering namun berisi. Tidak gendut namun lekukan di tubuhnya membuat Mawar enak dilihat.
Wajah Mawar yang memang cantik dengan bemper belakang yang montok, ditambah aset miliknya yang kencang dan bulat sempurna, membuat Djiwa mengakui kalau Mawar memang bohay. Pantas banyak yang menyukai. Djiwa saja dalam sekali lihat sudah tertarik, apalagi lelaki centil di luar yang berkerumun bagai lalat?
"Mawar, jangan pedas-pedas ya," kata bapak-bapak yang memakai koyo di keningnya.
"Cabenya sedikit saja, Pak?" tanya Mawar dengan ramah.
"Iya, tapi cinta kamu saja yang banyak," gombal bapak-bapak tersebut.
Sontak bapak-bapak yang lain menyorakinya. "Ah bisa aja aki-aki model koyo cabe!"
"Kepala udah ditambal koyo masih aja godain gebetan kita!" sahut bapak-bapak klimis tadi.
"Biarin, yang penting kalau sama saya Mawar bisa senyum. Kalau sama kalian Mawar cemberut saja wek!" balas bapak-bapak berkoyo.
"Mau berapa Pak ayamnya? Ayam geprek atau ayam penyet?" tanya Mawar mengengahi aksi saling ledek.
"Mawar maunya berapa? Separuh jiwaku juga boleh." Bapak-bapak berkoyo kembali menggombal.
Djiwa memperhatikan Mawar yang tak kuat menahan senyum digoda seperti itu. Djiwa jadi kesal sendiri. "Kenapa senyum sih Mawar? Itu bapak-bapak centil makin senang godain kamu!" gerutu Djiwa.
"Bapak ih cepetan mau berapa?" kata Mawar yang gemas digombalin terus.
"Sekarang sih satu bungkus. Kalau Mawar sudah jadi istri saya, empat bungkus," jawab bapak-bapak berkoyo.
"Kok empat?" tanya bapak-bapak paruh baya.
"Iya dong, dua lagi untuk anak-anak kita. Iya enggak Mawar Sayang?" Bapak-bapak berkoyo tersenyum menang. Dia yang berhasil membuat Mawar tersenyum kali ini.
"Sebentar ya, Pak. Tunggu ayamnya matang dulu." Mawar kini membuat ayam goreng tepung untuk yang memesan ayam geprek.
"Mawar, di antara kita, kira-kira siapa yang akan Mawar pilih?" tanya bapak-bapak paruh baya.
"Pilih apa, Pak?" tanya balik Mawar.
"Ya pilih buat jadi calon suami Mawar. Tak baik loh menjanda terlalu lama. Apalagi Mawar itu 'kan terkenal sebagai Janda Bohay di kampung kita ini," bujuk bapak-bapak paruh baya.
Mawar membalasnya dengan senyum kecil. "Belum ada yang saya pilih, Pak."
Djiwa yang mendengar percakapan di luar mengerutkan keningnya. "Mawar ternyata janda? Janda Bohay?"
Djiwa melihat pakaian yang dikenakannya. "Apa baju yang gue pakai milik mantan suaminya ya? Pantas saja Mawar bilang tak punya banyak pakaian laki-laki."
Djiwa terlihat sedikit kecewa mengetahui status Mawar. Djiwa sekarang mengerti kenapa Mawar tak takut menolong dan membawanya ke dalam rumah.
"Ayo dong kamu mulai pilih, Mawar. Banyak loh yang suka Mawar di kampung ini, tapi tidak ada yang Mawar gubris. Kasihanilah kami para lelaki yang begitu mendamba pelukan hangat wanita, apalagi janda bohay macam Mawar," goda bapak-bapak berkoyo yang selalu pintar menggombal.
Mawar tak lagi menjawab. Ia fokus menggoreng ayam. Djiwa melihat sisi lain Mawar. Djiwa yang seorang playboy ulung tahu, mana perempuan yang kecentilan dan mana yang pemalu. Dari cara Mawar menolak secara halus bisa terlihat kalau Mawar bukan sedang tebar pesona.
"Kalau Mawar mau sama saya, apa yang Mawar minta akan saya kasih. Tanah? Rumah? Sawah? Saya punya semua!" kata bapak-bapak klimis dengan sombongnya.
"Jangan mau, Mawar! Harta bukan segalanya. Yang penting kebahagiaan batin. Saya punya jam terbang paling lama. Dijamin, Mawar pasti puas dengan pelayanan saya!" Bapak-bapak paruh baya tak mau kalah dan ikut bersikap sombong.
"Harta dan kepuasan tak ada apa-apanya Mawar tanpa kebahagiaan dan kenyamanan dalam hidup. Jika bersama saya, Mawar akan terus menjadi wanita yang dipuja dan dipenuhi dengan cinta. Percayalah, cinta saya suci. Mawar akan hidup bahagia dengan hujanan cinta saya yang terus mengalir tanpa putus." Gombalan si bapak-bapak berkoyo membuat Djiwa yang mendengar dari dalam merasa mau muntah.
Tak tahan dengan semua kegilaan di depannya. Djiwa pun berdiri dan membuka pintu rumah. "Sayang! Ada yang bisa aku bantu?"
Semua mata kini menatap ke arah Djiwa. Lelaki tampan yang tersenyum tanpa dosa dan berjalan ke arah Mawar. Djiwa menatap Mawar dengan tatapan penuh cinta, kemampuan membualnya yang membuat Mawar diam tak mampu berkata-kata.
"Siapa lo? Kok keluar dari rumah Mawar?" tanya bapak-bapak klimis.
"Lo maling ya?" tanya bapak-bapak paruh baya.
"Atau lo residivis yang akan menjerat cinta Neng Mawar pujaan hati Abang seorang? Percuma! Mawar itu sudah jatuh hati dengan hujanan cinta yang-" Belum selesai bapak-bapak berkoyo bicara, Djiwa sudah memotong ucapannya.
"Saya tunangannya Mawar. Perkenalkan, nama saya Djiwa. Terima kasih sudah menjaga Mawar selama ini, saya bersyukur tunangan saya dikelilingi orang-orang baik." Djiwa berjalan mendekat dan melingkarkan tangannya di pinggang Mawar. Tak lupa senyum lebar merekah di wajahnya.
Mawar masih mencerna semua yang terjadi. Djiwa yang tiba-tiba keluar dan mengaku sebagai tunangannya. Mawar bertanya melalui bahasa isyarat mata pada Djiwa namun Djiwa membalasnya dengan senyum mempesona bak model.
"Beneran Neng Mawar?" tanya bapak-bapak berkoyo yang pertama kali sadar dari rasa terkejutnya.
Tangan Djiwa menarik pinggang Mawar mendekat. Di balik senyum mempesonanya, Djiwa memberi isyarat pada Mawar. "Iya 'kan, Sayang? Tolong diberitahu pembeli kamu siapa aku."
Mawar tersadar dari pesona senyum tampan Djiwa yang begitu memukau. Ketiga lelaki yang selama ini menyukainya menatap Mawar dan berharap Mawar mengatakan tidak.
"I-iya. Mas Djiwa ini tunangan saya," jawab Mawar.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Triana Mustafa
lihat Bapak² ngomong.......berasa kayak kampanye 😂
2024-12-09
0
Dwi Sasi
Begitu banyak gombalan, kalah dengan satu aksi playboy
2023-12-19
0
Tri Sulistyowati
glodakkkk
2023-07-30
1