Semenjak pergi dari kampung halaman tempat ia dulu dilahirkan dan dibesarkan, Mawar bertekad akan mengubur masa lalu kelamnya. Mawar tak akan mengatakan pada siapa pun mengenai masa lalunya. Mawar akan mengunci dan mengubur rapat aib masa lalunya.
Semua tekadnya kini ia lupakan, semata karena melihat sorot mata Djiwa yang begitu tulus memujinya. Seakan dirinya adalah seorang malaikat baik hati, bukan mantan pesakitan yang sudah lima tahun mendekam di balik jeruji besi.
Mawar tak mau Djiwa melihatnya terlalu baik. Ia merasa dirinya tidak sebaik itu. Mawar merasa dirinya tidak sesempurna itu. Ia punya masa lalu kelam dan Djiwa yang tampan dan pintar tidak layak mendapatkan wanita sehina dirinya.
"Penjara? Kenapa kamu dipenjara?" Djiwa bukannya takut dan kabur seperti yang warga kampung lakukan saat melihat dirinya keluar dari rumah dengan tangan diborgol dan diapit dua polisi berwajah seram. Djiwa malah penasaran alasan apa yang membuatnya sampai dipenjara.
"Mas tidak takut?" tanya Mawar.
"Takut? Kenapa harus takut?" tanya balik Djiwa.
"Aku baru saja bilang kalau aku itu mantan narapida loh, Mas. Biasanya kalau aku mengatakan hal seperti itu, semua jadi takut dan menghindar. Kenapa Mas Djiwa malah penasaran?" tanya Mawar dengan agak bingung.
"Dalam diriku kini, lebih banyak rasa penasaran dibanding rasa takut. Bisa kamu cerita apa yang menyebabkan kamu mendekam di penjara?" Wajah Djiwa kini berubah serius. Sambil menunggu hasil penyelidikan Rendi, Djiwa mau tau kejadian yang sebenarnya langsung dari mulut Mawar.
Mawar menaruh mangkok bakso yang sudah kosong di pinggir dan meminum air mineral. Mawar merasa Djiwa berbeda dengan yang lain. Djiwa tidak kabur, ia malah menunjukkan ketertarikannya seakan ingin mengenal masa lalu Mawar lebih dalam lagi.
"Semua karena aku dituduh membunuh suamiku, Mas Purnomo."
Djiwa pura-pura terkejut padahal ia sudah tau apa penyebab Mawar sampai dipenjara, bahkan Djiwa sedang menyelidiki hal yang menurutnya ada yang ganjil tersebut. "Membunuh suami kamu?"
Mawar mengangguk. "Seperti yang Mas Djiwa ketahui, aku ini seorang janda. Aku dan Mas Purnomo belum lama berumah tangga. Mas Purnomo adalah lelaki baik dan jujur. Ia adalah petani yang rajin bekerja, mirip ya dengan Mas Djiwa?"
"Enak aja mirip, aku pengusaha sukses tau!" batin Djiwa. "Aku malah lebih ganteng dan keren dari mantan suamimu itu!" Djiwa tak suka dirinya disamakan dengan Purnomo, Djiwa merasa dirinya jauh lebih hebat.
Mawar kembali melanjutkan ceritanya. "Mas Purnomo dan aku belum sebulan menikah. Kami masih pengantin baru yang dimabuk cinta saat itu. Sebelum menikah, kami berpacaran selama setahun. Tak ada masalah yang terjadi, semua baik-baik saja sampai acara pernikahan kami juga berlangsung lancar. Namun dua minggu setelah menikah, Mas Purnomo terlihat agak berbeda, seakan ada beban berat yang dipikulnya."
"Beban berat? Punya banyak hutang?" tanya Djiwa. Mendengar nama lelaki lain disebut oleh Mawar, Djiwa merasa tak suka.
"Mas Purnomo memang hanya petani, namun Mas Pur adalah petani yang lumayan sukses. Mas Pur bahkan mendapat keuntungan banyak saat menjual hasil panennya ke Jakarta. Mas Pur juga membelikanku kalung emas. Sayangnya, Mas Pur mulai sering mengigau saat tidur," cerita Mawar.
"Mengigau? Mengigau apa?"
"Mas Pur bilang, saya tidak melihat apa-apa. Saya tidak tahu. Selalu saja begitu dan bangun dengan keringat dingin di keningnya."
"Kamu tidak bertanya kenapa suami kamu sampai bermimpi seperti itu?" tanya Djiwa makin penasaran. Djiwa yakin ini ada hubungannya dengan kematian suami Mawar.
"Mas Pur tak pernah jawab. Malah Mas Pur bilang kalau itu hanya bunga tidurnya saja. Bagaimana aku bisa percaya kalau ia selalu mengigau seperti itu? Mas Pur juga berubah menjadi lebih murung dan terlihat lebih hati-hati. Pintu rumah dikunci rapat saat kami di rumah, bahkan Mas Pur sampai mengeceknya berkali-kali dan memastikan rumah sudah dikunci saat malam."
"Kok makin mencurigakan sih? Kamu nanya tidak sama suami kamu, apakah ia punya musuh?" tanya Djiwa lagi.
Mawar menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bertanya. Aku pikir Mas Pur takut kalung yang diberikan padaku akan dirampok orang karena itu ia mengunci pintu."
Djiwa menghela nafas dalam mendengar jawaban Mawar yang begitu lugu. Sudah jelas suaminya ketakutan akan sesuatu tapi Mawar malah berpikir suaminya takut ada rampok. Polos sekali pemikiran wanita cantik di depannya tersebut.
"Lalu?"
"Mas Pur selalu memintaku memasak untuknya. Mas Pur hanya mau makan masakanku, tak mau jika aku membeli makan di luar," kata Mawar.
"Kamu tidak curiga juga?" tanya Djiwa yang mulai gemas dengan kepolosan Mawar.
Mawar kembali menggelengkan kepalanya. "Dulu sih aku tidak bertanya, tapi setelah aku masuk penjara aku menyesal tidak bertanya alasan Mas Pur melakukan hal-hal aneh."
"Ternyata benar, penjara membuat Mawar jadi lebih berani dan pintar ... sedikit," batin Djiwa.
"Seharusnya kamu curiga. Dari cerita kamu saja aku bisa menyimpulkan kalau ada yang disembunyikan oleh suami kamu," kata Djiwa.
"Iya. Itulah kebodohanku, Mas."
"Sampai sekarang masih bodoh sih," batin Djiwa.
"Lalu selanjutnya bagaimana?" Djiwa sengaja bertanya agar Mawar tidak menceritakan kehidupan romantisnya pada Djiwa. Langsung ke poin pentingnya saja.
"Aku dan Mas Pur jadi sering makan bersama. Aku selalu bekalkan Mas Pur dengan masakanku dan siangnya Mas Pur pulang ke rumah untuk makan. Awalnya tak ada yang terjadi, namun beberapa hari sebelum kejadian Mas Pur selalu memintaku membawakan makan dan kami akan makan bersama di dangau. Kami menganggapnya kencan di siang hari."
"Dangau?" tanya Djiwa.
"Gubuk, Mas Djiwa tak tahu?" tanya Mawar heran.
"Oh, gubuk. Beda istilah saja tiap daerah," kata Djiwa beralasan padahal mana tau dia istilah seperti itu.
"Di hari Mas Pur tiada, aku membawakan Mas Pur rantang berisi makan siang yang aku masak sendiri. Aku mencari keberadaan Mas Pur namun tak ada. Akhirnya aku menemukan Mas Pur namun ...." Mawar menggantung ceritanya dan malah menangis.
Djiwa memberikan tisu pada Mawar dan menenangkannya. "Kalau kamu tak bisa lanjutkan ceritanya karena terlalu berat, jangan lakukan."
Mawar menggelengkan kepalanya. Ia mengambil tisu dan menghapus air matanya. Ia pun kembali bercerita. "Aku bisa lanjutkan."
"Bagaimana keadaan suami kamu saat ditemukan?" tanya Djiwa.
"Mas Pur sudah tidak bernyawa. Dari mulutnya keluar busa dengan bibir berwarna pucat," jawab Mawar.
"Itu keracunan," gumam Djiwa namun bisa Mawar dengar.
"Aku waktu itu tidak tahu. Sayangnya saat itu Mas Pur sedang makan sarapan buatanku. Aku jadi dituduh sebagai pembunuhnya, padahal aku juga makan sarapan yang kubuat dan aku baik-baik saja."
"Kamu tidak membela diri di persidangan?" tanya Djiwa.
"Sudah, namun siapa yang mau percaya pada orang miskin seperti aku? Entah apa yang terjadi namun aku yang jadi disalahkan. Kehilangan suami, ibu yang jatuh sakit lalu meninggal dan diusir dari kampung halaman sendiri. Malang sekali bukan nasibku ini? Mas Djiwa tidak takut berada di dekat wanita sepertiku?" tanya Mawar dengan pasrah. Apakah Djiwa masih mau dengannya?
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
✨️ɛ.
bodoh² gitu tapi bohay kan, Dji.. ampe rela lu jadi sobat misqueen..
2024-08-30
0
✨️ɛ.
emang udah pernah ketemu ama Mas Pur, Dji?
2024-08-30
0
Dwi Sasi
Kepo dengan kematian suami mawar
2023-12-20
0