"Mawar, aku ijin tidak bisa membantu kamu ya. Aku ada panggilan tes di salah satu perusahaan yang aku kirimkan surat lamarannya. Boleh aku pergi?" tanya Djiwa dengan suara dibuat seperti berat sekali meninggalkan Mawar seorang diri.
"Tentu boleh dong, Mas. Masa depan Mas Djiwa lebih penting daripada membantu usaha ayam geprek milikku. Pergilah, Mas. Aku doakan Mas diterima ya bekerja di sana," kata Mawar sambil tersenyum.
Didoakan seorang wanita?
Hanya Mama yang selama ini mendoakan Djiwa dan juga ... Melati. Tak ada wanita lain yang mendoakan keberhasilan Djiwa. Rasanya hati Djiwa terasa hangat. Tak salah memang matanya dalam memilih seorang wanita.
Djiwa menatap Mawar dengan lekat. Wanita di depannya memang berbeda. Meskipun masa lalunya kelam, Djiwa yakin Mawar adalah wanita yang sangat baik. "Aamiin. Terima kasih ya Mawar atas doa kamu. Allah pasti akan mengabulkan doa dari wanita sebaik kamu."
Wajah Mawar memerah mendengar pujian dari Djiwa. Keesokan harinya, Djiwa pamit. Ia tidak bisa mengantar Mawar ke pasar karena harus mempersiapkan dirinya menghadapi meeting yang lumayan menguras konsentrasinya tersebut. Papanya datang, pasti banyak yang akan ditanyakan.
Selama ini Djiwa mempercayakan perusahaannya pada Rendi, asisten pribadinya. Hanya mengontrol saja namun tidak terjun langsung. Kalau sampai Papanya tahu Djiwa tidak memegang perusahaan selama ini, pasti dalam waktu singkat Papanya akan menyuruh Djiwa pulang sementara misinya mendapatkan Mawar belum berhasil.
Djiwa kembali ke perusahaan dengan disambut tatapan penuh hormat dari anak buahnya. Banyak yang merindukan wajah tampan si anak konglomerat yang sebulan ini jarang terlihat. Wajah yang membuat para karyawati semangat datang bekerja demi bisa menarik simpati Djiwa.
Djiwa yang berotak cerdas menguasai materi meeting dalam waktu singkat. "Kemana saja kamu sebulan ini? Kenapa jarang datang ke kantor?" tanya Papa.
"Malas, Pa. Mau mengikuti tren jaman sekarang, WFH alias work form home. Tak masalah bukan selama pekerjaan masih bisa Djiwa handle?" tanya balik Djiwa.
"Tak masalah sih. Selama kamu bisa mengurus perusahaan dengan baik, Papa oke saja. Bagaimana dengan rencana Papa menjodohkan kamu dengan anak pemilik perusahaan telekomunikasi? Kapan kamu mau bertemu dengannya?" Papa Djiwa selalu ingin anaknya menikah dengan perempuan dari kalangan atas dan Djiwa selalu menolaknya.
"Djiwa ... masih belum bisa, Pa." Djiwa memasang wajah sedih seakan sedang mengingat masa lalunya. "Hati Djiwa belum siap."
"Melati lagi? Kamu sudah lama putus dengannya, kenapa belum move on sih?" Papa kini sudah terkena permainan Djiwa.
"Susah, Pa. Luka itu terlalu dalam. Biarkan Djiwa menikmati kehidupan Djiwa yang tenang ya, Pa." Djiwa menatap kosong ke arah depan, menunjang akting sedihnya agar Papa percaya.
"Kalau kamu begini terus, bagaimana Papa bisa cepat punya cucu? Lihat saja anak pemilik Damar Corporation itu! Meski sempat bercerai, kini rujuk dan sudah punya anak laki-laki yang tampan sekali. Papa kapan?" protes Papa.
"Segera. Papa doakan Djiwa ya! Djiwa pulang dulu, Pa. Salam buat Mama ya!" Djiwa meninggalkan Papanya diiringi Rendi yang dengan setia mengikuti kemana bosnya pergi.
Djiwa mengganti kemeja dan jas mahalnya dengan kemeja biasa dan kembali menaiki motor Supra bututnya. Mawar tak boleh curiga sama sekali siapa dirinya. Dengan menyamar begini, Djiwa bisa melihat siapa yang benar-benar mencintainya dengan tulus, bukan hanya melihat hartanya semata.
"Bagaimana Mas hasil tesnya?" tanya Mawar yang menyambut kedatangan Djiwa dengan senyum merekah.
"Masih menunggu jawaban, Mawar. Warung bagaimana?" tanya balik Djiwa.
"Hari ini tak ada satu pun dari aplikasi yang membeli namun alhamdulillah ada yang memesan untuk acara meeting di kantor. Aku tidak rugi jadinya," lapor Mawar.
Djiwa tersenyum. Rendi sudah ia suruh memesan dan membagikan ke bagian marketing. Ia tak mau Mawar rugi karena aplikasinya dimatikan sementara selama Djiwa pergi.
Sehabis berganti pakaian, diam-diam Djiwa menyalakan lagi aplikasi dan pesanan pun mulai berdatangan. Mawar yang belum terlalu paham aplikasi tak tahu kalau Djiwa yang sengaja mematikannya malah menganggap Djiwa membawa hoki dan pesanan langsung berdatangan saat Djiwa datang.
"Mawar, besok kita libur. Mau jalan-jalan tidak?" tanya Djiwa.
"Jalan-jalan? Kemana?" tanya balik Mawar.
"Kemana saja. Kita muter-muter naik motorku. Aku ingin tahu kota Jakarta seperti apa. Kamu mau menemaniku tidak?" tanya Djiwa.
"Mau saja. Aku juga sudah lama tidak jalan-jalan. Bagaimana kalau kita ke Kota Tua?" ajak Mawar.
"Kota Tua? Kalau siang pasti panas sekali deh. Kenapa Mawar tidak mau ke Mall saja sih yang adem?" keluh Djiwa dalam hati.
"Kenapa Mas? Mas Djiwa tak mau?" tanya Mawar yang melihat perubahan di wajah Djiwa.
"Mau kok. Aku hanya bingung naik motornya ke arah mana. Takut nyasar. Kamu tak mau nonton di bioskop saja? Kayaknya kita lewat Mall deh kalau ke pasar." Djiwa berharap Mawar mau ke Mall saja.
"Boleh juga, Mas. Aku sudah lama tidak ke bioskop."
Alhamdulillah ...
Djiwa bersyukur dalam hati. Tak perlu panas-panasan hari ini.
****
Keesokan pagi, Mawar sudah berdandan rapi dan siap pergi bersama Djiwa. Djiwa pun demikian. Kaos berkerah miliknya dengan harga paling murah tetap saja mampu membuatnya terlihat tampan.
Djiwa kembali terpesona melihat Mawar yang memakai kaos ketat dan jaket jeans dengan celana jeans warna biru gelap. Sebenarnya gaya berpakaian Mawar sederhana, namun wajah dan postur tubuhnya yang bohay membuatnya terlihat lebih seksi dan menarik dibanding wanita lain.
Djiwa sengaja memilih tempat duduk di paling atas dan pojok. Pop corn ukuran medium dengan dua cola ukuran kecil, sesuai dengan tema kencan sederhana mereka. Film action romantis sengaja Djiwa pilih, agar momennya pas.
Bukannya menonton film, Djiwa malah sibuk mencuri pandang ke wanita cantik di sebelahnya yang serius menatap layar besar di depannya. Setiap Mawar tertawa, Djiwa ikut tersenyum. Belum pernah Djiwa mengagumi seorang wanita seperti ini.
Djiwa merasa tak cukup hanya melihat Mawar saja. Djiwa pun menggenggam tangan kanan Mawar dengan tatapan ke arah layar. Mawar kaget saat tangannya digenggam, saat melirik ke arah Djiwa lelaki itu nampak tersenyum dengan lesung pipi yang membuat ketampanannya makin terlihat.
Mawar merasa wajahnya memerah di ruangan gelap ini. Ia menundukkan wajahnya, membiarkan tangan Djiwa menggenggamnya sambil tersenyum. Rasanya nyaman sekali bisa menggenggam tangan lelaki lain.
"Mungkin sesekali aku harus mengikuti kata hatiku, bukan hanya mengikuti logikaku saja," batin Mawar.
Sepanjang film diputar, keduanya masih bergandengan tangan. Jari jemari mereka bertaut dengan hati yang menghangat. Djiwa tersenyum saat wanita yang mengisi hatinya juga memiliki perasaan yang sama. Senyum bahagia terpancar di wajahnya.
Sampai lampu dinyalakan dan semua penonton keluar, mereka menjadi yang terakhir keluar. Djiwa yang tak mau melepaskan tangan Mawar, terus menggandengnya sambil membuang wajah karena malu. Mawar pun demikian. Tanpa kata, namun mereka sadar kalau kedua hati mereka sudah bertaut. Waktu sebulan kebersamaan mereka sudah membuat ikatan cinta mereka terjalin.
"Kenapa aku kayak anak perjaka yang baru mengenal cinta ya? Memalukan! Baru pegangan tangan saja sudah bikin jantung deg-degan. Mungkinkah ini akhir perjalanan cintaku?" batin Djiwa.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
✨️ɛ.
karena Mawar berbeda dgn perempuan² yg selama ini kamu kenal, Dji..
2024-08-30
0
✨️ɛ.
good looking adalah koentji..
2024-08-30
0
Dwi Sasi
Next
2023-12-20
0