Djiwa masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintu dengan kencang. Hatinya kesal. Papa selalu ingin menjodohkannya dengan anak dari rekan bisnisnya yang dianggap akan membuat perusahaannya makin maju.
Dada Djiwa terlihat naik turun karena amarah yang dirasakannya kini. Ia marah, dulu Papa juga membuatnya ditinggalkan Melati, anak salah satu pengusaha terkenal. Papa memisahkan dirinya dengan Melati karena menganggap orang tua Melati adalah saingan bisnisnya.
Djiwa duduk di tepi kasur dan mengambil majalah di laci bawah nakas. Sebuah majalah bisnis dimana halaman pertama majalah tersebut adalah seorang wanita cantik berambut panjang dengan blazer putih yang hanya disampirkan di bahu. Terlihat elegan dan berkelas. Dibacanya judul majalah tersebut dalam hati.
...MELATI, PEBISNIS CANTIK NAN SUKSES YANG MAMPU MENGGAET LELAKI MANAPUN HANYA DENGAN MENJENTIKKAN JARINYA...
Dulu, Djiwa marah saat membaca majalah tersebut namun kini ia malah merasa biasa saja. Djiwa malah merasa malu karena dulu dirinya begitu menginginkan Melati untuk jadi miliknya sampai tak sadar kalau sudah dimanfaatkan.
Djiwa menghela nafas dalam. Ia teringat Mawar, Janda Bohay yang baru beberapa jam ia tinggal pergi. Wanita cantik yang hidupnya keras namun mandiri dan berani menghadapi dunia ini sendirian.
Djiwa membandingkan wanita di sampul depan majalah yang dipegangnya dengan Mawar yang ada dalam dipikirannya. Keduanya adalah wanita yang mengisi hatinya. Hati seorang casanova kelas atas yang selalu digandrungi wanita cantik yang berharap bisa menghabiskan malam bersamanya.
Mawar dan Melati ... semuanya indah. Persis seperti lirik sebuah lagu. Lamunan Djiwa harus terhenti manakala terdengar suara ketukan di pintu.
"Djiwa! Mama masuk ya!" Tanpa menunggu jawaban Djiwa, Mama masuk ke dalam kamar dan melihat Djiwa yang duduk sambil memegang majalah di tangannya.
"Masih mengingat Melati?" tanya Mama dengan penuh perhatian.
Djiwa memasukkan kembali majalah ke dalam laci nakas dan merebahkan tubuhnya di atas kasur besar yang nyaman bak di hotel bintang lima. Selama sebulan lebih ia hanya tidur di atas kasur tipis namun justru tidurnya lebih nyaman daripada di kasur empuk ini.
"Mama bisa loh membantu kamu mendapatkan Melati lagi," kata Mama sambil berbisik seakan takut Papa mendengarnya.
"Tak perlu, Ma," kata Djiwa dengan dingin. Hatinya sudah terlalu sakit dengan luka yang Melati goreskan. Kini di saat Mawar telah menyembuhkannya sedikit demi sedikit, Mama malah menawarkan hubungan yang dulu Papa tentang habis-habisan.
"Sekarang situasinya berbeda. Melati sudah menjadi pebisnis sukses. Mama pernah dengar kalau Papa mulai tertarik dengan sepak terjangnya yang mampu memajukan perusahaan orang tuanya yang menjadi saingan bisnis Papa. Mama berpikir jika kedua perusahaan yang saling bersaing jika disatukan akan menjadi perusahaan yang lebih besar lagi. Kamu pasti setuju bukan dengan ide cemerlang Mama?" tanya Mama dengan penuh semangat.
"Enggak," jawab Djiwa pendek.
Wajah Mama nampak kecewa mendengar jawaban dari Djiwa. "Kenapa kamu tidak setuju sih? Bukankah kalian saling mencintai? Mama akan dukung kamu sekarang. Kamu tenang saja, Mama ada di kubu kamu!" bujuk Mama.
"Enggak usah. Aku ngantuk. Tolong Mama bilang Rendi untuk membangunkanku kalau mau ke airport." Djiwa berbalik badan dan mengacuhkan Mamanya. Ia memilih tidur daripada mendengar bujukan Mamanya yang ternyata sama seperti Papa. Mengutamakan kekayaan bukan perasaan Djiwa.
"Kamu jangan begitu dong Nak. Usia kamu sudah cukup untuk menikah. Jangan menikah terlalu tua nanti anak kamu masih kecil tapi kamu sudah tua. Kamu-" Mama tak lagi berceloteh saat mendengar suara dengkuran halus Djiwa. Sia-sia Mama bicara namun Djiwa tertidur. Dengan hati kesal, Mama meninggalkan kamar Djiwa.
Begitu pintu kamarnya ditutup, Djiwa membuka matanya dan menyudahi akting pura-pura tidurnya. Djiwa mengirim pesan pada Rendi untuk membangunkannya nanti.
****
Mawar merasa kesepian sepeninggal Djiwa. Ia sudah merasa begitu dimanjakan Djiwa selama ini. Belanja tak perlu berdesakan dengan aneka sayuran di mobil pick up. Ia juga tak perlu membawa ayam yang berat.
Kini, Mawar berhimpitan di dalam mobil pick up bersama penjual sayur lain dengan tangan yang lelah sehabis membawa banyak ayam dan aneka sayuran. Mawar merindukan Djiwa. Bukan karena Djiwa suka membantunya, namun Djiwa teman mengobrol yang asyik. Mawar merasa hatinya kosong sejak Djiwa pamit untuk bekerja.
Setelah turun dari mobil, Mawar membawa sendiri belanjaannya. Beberapa kali ia berhenti untuk istirahat. Pesanan ayam yang semakin banyak membuat belanjaannya juga makin banyak. Keringat sudah nampak di kening dan lehernya. Bajunya pun sudah basah keringat.
Belum selesai penderitaannya, Mawar juga harus mencuci ayam yang jumlahnya banyak dan menyiapkan bumbu sendiri. Mawar hanya istirahat sebentar untuk sarapan sambil menunggu ayamnya selesai diungkep. Mawar menatap layar ponselnya dan semangat dalam dirinya kembali lagi.
"Kamu jangan terlalu lelah ya, Mawar. Kalau lelah, matikan saja aplikasinya. Jangan dipaksakan bekerja. Ingat, kesehatan kamu lebih penting!" Isi pesan yang Djiwa kirimkan untuknya.
Mawar tersenyum sambil membalas pesan dari Djiwa. "Iya, Mas. Mas Djiwa juga jangan terlalu lelah bekerja. Istirahat dan jangan lupa sholat."
Mawar kembali semangat menjalani harinya. Sehabis mandi, Mawar siap membuka warungnya. Sudah banyak lelaki centil yang hendak membeli dagangannya. Mereka tau kalau Djiwa tunangan Mawar sedang tidak ada.
"Mawarku si Janda Bohay, Aa mau makan ayam geprek dong. Cabenya yang banyak ya! Pedes kaya ucapan netijen. Minumnya es teh manis. Jangan lupa, nasi putihnya dua ya!" pesan bapak-bapak klimis langganannya.
"Mas-mu ini mau ayam penyet dengan penyetan bohaymu, Mawar Sayang! Sambalnya jangan terlalu pedas. Minumnya teh tawar panas dan nasinya satu saja. Boleh request dikecup pipinya sama Neng Mawar Bohay?" pesan bapak-bapak berkoyo.
"Kecap kecup aja! Tuh koyo ganti! Udah kayak layar tancep aja!" protes pemuda kulit hitam. "Cintaku, Mawar si Janda Bohay. Ayang Beb kamu ini mau ayam geprek dada, kalau bisa ukuran 36 C. Besar dan enak dipegangnya, Kayak Neng Mawar gitu."
Pemuda berkulit hitam itu langsung mendapat tatapan tajam dari saingannya yang lain. "Becanda, Pak. Santai aja sih!" Pemuda itu kembali memesan pada Mawar. "Nasinya satu setengah dan minumnya es teh manis yang digoyang 6 kali ke kiri dan 6 kali ke kanan, boleh?"
Pemuda berkulit hitam itu disoraki oleh pembeli yang lain. Mawar hanya geleng-geleng kepala dengan ulah para fans beratnya. Ia tak menanggapi dan sibuk membuatkan pesanan mereka.
Setelah menghidangkan pesanan ketiga laki-laki centil itu, Mawar membuatkan pesanan dari ojek online yang mulai masuk. Suara salam dari pemilik suara berat dan agak serak membuat Mawar mengangkat wajahnya. Mawar terlihat terkejut mendapati siapa yang datang.
"Assalamualaikum! Apa kabar, Mawar? Sehat? Makin cantik saja calon istriku ini," kata laki-laki berpakaian seragam cokelat.
"Waalaikumsalam," jawab Mawar dengan tatapan khawatir. "Ba-bapak mau pesan makan?"
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dwi Sasi
Saingan nih
2023-12-20
0
Marlina Palembang
siapa ya si bapak berseragam 🤔🤔🤔
2023-12-02
0
Supi
jangan2 bapak yg pakai baju coklat ini ada sangkut pautnya dengan kematian suami mawar
2023-06-05
1