"Takut? Menurutku kamu lebih baik daripada sahabatku yang tega meninggalkanku hanya dengan celana pendek saja. Hati kamu baik, meski kisah hidup kamu kelam," batin Djiwa.
"Aku tak takut sama kamu, Mawar. Aku tahu sejak awal kamu adalah wanita yang baik. Apa kamu tidak merasa kasus kematian suami kamu terlalu janggal? Apa suami kamu pernah cerita sesuatu sebelum meninggal?" selidik Djiwa.
"Aku merasa memang sangat janggal. Aku tak bisa buktikan kecurigaanku, itu kekuranganku." Mawar terlihat sedang mengingat sesuatu. "Mas Pur tak pernah cerita sesuatu yang aneh, tapi pernah suatu ketika Mas Pur pulang dari menjual hasil panennya dengan wajah ketakutan. Pucat. Biasanya ia ceria karena dapat uang tapi hari itu berbeda. Sejak saat itu Mas Pur mulai terlihat ketakutan."
"Jadi dimulai saat suami kamu pulang ketakutan ya? Sayang sekali kamu tak tahu apa yang terjadi pada suamimu." Djiwa lalu memegang kedua bahu Mawar dan berkata dengan penuh keyakinan. "Percayalah, kebenaran akan menemukan jalannya. Aku percaya kamu berada di jalan yang benar. Tinggal tunggu saja semuanya akan terbukti!"
****
Djiwa mengemudikan motor bututnya dengan santai sambil menikmati udara sore yang sejuk. Tangan janda bohay di belakangnya sengaja ia tarik agar mau memeluk pinggangnya. Mawar memeluk dengan malu-malu perut datar Djiwa yang rajin berolahraga.
Keduanya lebih banyak diam, menikmati perasaan mereka. Tak ada kata mengajak pacaran, hanya tahu sama tahu. Ketika isyarat bahasa tubuh lebih jelas terlihat daripada kata-kata.
"Mas, ada pasar malam dadakan!" kata Mawar dengan bersemangat.
"Iya. Kamu mau berhenti dulu?" tanya Djiwa.
Mawar mengangguk. "Mau. Ada yang mau aku beli."
"Oke. Aku parkir di ... Indo Januari saja ya?"
"Iya, Mas."
Mereka pun berhenti di depan Indo Januari. Djiwa membantu Mawar membuka helm dan menaruhnya di atas motor. Mereka lalu mulai mengitari pasar malam dadakan.
Djiwa kembali menggenggam tangan Mawar. Melindungi Mawar jika ada yang ingin mendekat dan mencolek tubuh bohaynya. Meski Mawar mengenakan jaket, radar lelaki bisa melihat betapa bohay tubuhnya ditambah kecantikan wajah alami Mawar. Membuat banyak kumbang mendekat dan ingin merasakan rasa Mawar yang lezat.
"Kamu jalannya di pojok saja. Jangan dipinggir, banyak motor lewat!" kata Djiwa beralasan, padahal ia melihat sejak tadi ada beberapa pemotor yang ingin mencolek Mawar.
"Iya, Mas," jawab Mawar dengan patuh. Mawar kembali melihat-lihat barang dagangan yang dijual. Ada tas kw yang dalam sekali lihat Djiwa bisa tahu kalau itu barang palsu. Yang mirisnya, salah satu tas yang dijual adalah barang branded yang dijual oleh perusahaannya.
"Ya Allah, dipalsuin lagi. Kalau mau palsuin yang bagus sedikit kek! Ini bukan kulit ular tapi kulit ayam kayaknya!" batin Djiwa.
"Bagus yang mana Mas?" tanya Mawar yang sedang memilih tas kw sambil memakainya.
Djiwa berbisik di telinga Mawar. "Enggak ada yang bagus. Masih kalah cantik dibanding kamu, Mawar!"
Wajah Mawar bersemu merah mendengar gombalan Djiwa. "Ih Mas Djiwa! Aku enggak jadi beli deh!"
Mawar berdiri dan kembali melihat barang dagangan lain dengan wajah memerahnya. Dalam hati Djiwa bertekad akan membelikan Mawar tas yang bagus nanti, jangan yang kw.
"Mas, ada yang jual kaos tuh! Ayo kita kesana!" Mawar menarik tangan Djiwa dan menyalip di antara para pembeli lain.
Mawar melepaskan tangan Djiwa dan sibuk memilih tumpukan kaos yang dilihat Djiwa masih agak lumayan bagus, meski tak semahal kaos miliknya. Djiwa terus menjaga Mawar. Tak membiarkan ada satu pria pun mendekat.
"Mas, bagus warna apa?" Mawar mengangkat kaos warna putih dan hitam.
"Kayaknya bagus hitam deh," jawab Djiwa.
Mawar lalu mengangkat dua kaos dan kali ini Djiwa memilih warna merah maroon.
"Mas, aku mau kaos ini dua ya!" Mawar mengeluarkan uang dan membayar pesanannya.
"Ini buat Mas Djiwa!" Mawar menyerahkan plastik hitam berisi dua buah kaos yang ia beli.
"Buat aku?" tanya Djiwa heran. "Kenapa buat aku?"
Mawar tersenyum. "Mas Djiwa sudah kena hipnotis. Aku memang berniat membelikan Mas Djiwa pakaian, sayang uang aku belum ada. Sekarang, karena keuntungan jualan ayam mulai banyak, aku mau belikan buat Mas. Nanti dipakai ya, Mas!"
Djiwa merasa tersentuh dengan kebaikan Mawar. Bukan sekali ini saja Djiwa dibelikan hadiah oleh para gadis yang menyukainya. Namun baru sekali ini ada yang memberikannya hadiah padahal uang yang dimiliki pas-pasan. Memberi di saat uang kita sedikit lebih bernilai karena terlihat nilai ketulusan di dalamnya.
Djiwa merasa semakin jatuh dengan pesona Mawar. Ia sangat yakin kalau Mawar adalah wanita baik yang layak ia perjuangkan. "Baik hati sekali kamu, Mawar," batin Djiwa.
Hati Djiwa kini berbunga-bunga. Mereka berdua menikmati jajan di pasar malam sambil bergandengan tangan. Mawar membeli bakso bakar dan menyuapi Djiwa yang langsung kepedesan.
Djiwa megap-megap tetapi masih saja memakan bakso yang menurutnya lezat tersebut. Mereka juga bermain lempar gelang ke dalam botol. Djiwa kalah dengan Mawar yang berhasil membawa pulang kacang kulit satu bungkus.
Puas berjalan-jalan, mereka pulang ke rumah. Djiwa tak langsung masuk ke dalam rumah melainkan masih ingin menikmati kebersamaan mereka. Wajah Mawar yang tersipu malu dan Djiwa yang terus menatap Mawar tanpa berkedip, membuat sang bulan yang melihat ikut tersenyum senang.
Djiwa menahan dirinya untuk bertindak lebih jauh. Entah mengapa, ia tak mau merusak kehormatan Mawar sebagai janda. Ia mau berhubungan dengan Mawar secara benar meski masih menyembunyikan identitasnya.
"Sudah malam, tidurlah. Besok kita harus berjibaku lagi dengan ayam," kata Djiwa.
"Ya, berjibaku dengan pasar yang becek dan bau juga ya?" Keduanya pun tertawa bersama.
"Selamat malam, Mas!"
"Selamat malam, Mawar!" Djiwa menunggu Mawar sampai masuk ke dalam rumah barulah ia masuk ke rumah kontrakkannya.
Djiwa mengeluarkan isi kantong plastiknya dan tersenyum lebar. "Baju baru alhamdulillah, dibeliin Mawar di pasar malam. Ada dua warnanya beda, semuanya untuk Djiwa tercinta," senandung Djiwa sambil tersenyum bahagia.
Djiwa mengambil ponselnya dan menghubungi Rendi. "Ren, lo tau enggak gue dapat apa hari ini?" tanya Djiwa dengan penuh semangat.
"Apa? Dicium Mawar? Atau bobo bareng?" jawab Rendi dengan malas.
"Ih, bukan itu. Pikiran lo kotor kayak teras rumah enggak disapu seminggu. Gue dibeliin kaos, Ren. Kaos!" kata Djiwa masih dengan semangat penuh.
"Dibeliin kaos aja bangga. Nanti gue beliin, tapi reimburse ya!" ledek Rendi.
"Gue sentil jidat lo meledak nih! Ganggu kesenangan gue aja!" gerutu Djiwa.
"Mohon maaf Pak Bos, kayaknya kesenangan Pak Bos akan saya ganggu kembali. Bos besar minta Pak Bos ke Lampung buat survey lokasi. Tiket udah gue pesan buat lusa. Silahkan pikirkan alasan ya buat Janda Bohay di sebelah rumah." Berita yang Rendi sampaikan membuat senyum di wajah Djiwa menghilang.
"Rese lo ya! Ganggu kesenangan gue aja! Pakai alasan apalagi ya?"
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dwi Sasi
Kerja bang....
Deketi janda aja
🤣🤣🤣
2023-12-20
0
Yoo anna 💞
betul bgt
2023-03-25
1
Resty Mustika
kalo ke lampung jangan lupa mampir kerumah saya mas djiwa hihi
2023-03-22
0