"Mawar lapar tidak? Mau makan dulu?" tanya Djiwa malu-malu. Tangannya masih menggenggam tangan Mawar seakan takut Mawar pergi meninggalkannya.
"Mau, Mas. Aku lapar. Kita makan di luar saja ya? Di dalam Mall mahal!" kata Mawar sambil berbisik.
Hati Djiwa mencelos. Mahal? Makanan di Mall ini bukan makanan di Mall kelas atas. Masih ada yang murah namun karena Djiwa sedang dalam mode penyamaran, ia tak bisa membayar makanan dengan uangnya. Andai Djiwa bisa menunjukkan jati dirinya, jangankan membayar makan, restorannya pun ia sanggup beli! Sekarang dengan terpaksa Djiwa mengikuti kemauan Mawar.
"Aku ikut saja deh Mawar mau makan dimana," jawab Djiwa.
Djiwa mengikuti langkah Mawar dan berjalan ke area samping Mall tempat biasanya diadakan live music. Di tempat terbuka berjejer tukang makanan seperti siomay, soto mie, bakso, mie ayam, es cendol, batagor dan pecel ayam. Baru kali ini Djiwa makan di luar Mall, tanpa AC dan bergabung dengan yang lain.
"Mas mau makan apa?" tanya Mawar.
Djiwa melihat deretan tukang makanan dan tertarik dengan soto mie. "Kayaknya makan soto mie segar deh," jawab Djiwa.
"Aku bakso saja ah. Mas Djiwa cari tempat duduk ya, biar aku yang pesan!" kata Mawar.
Djiwa mengangguk dan berjalan ke deretan tempat duduk. Hari ini adalah hari kerja, Mall tidak terlalu penuh. Djiwa bebas memilih mau duduk dimana. Satu yang Djiwa tak suka adalah ada yang merokok. Sebisa mungkin Djiwa mencari tempat duduk yang tak akan membuatnya bau asap rokok. Djiwa tidak suka merokok tapi kalau dirokok ... suka.
Mawar datang dan duduk di seberang Djiwa. Kini mereka bisa saling menatap. "Enak ya Mas di luar kayak begini. Bisa menikmati udara segar," kata Mawar.
"Enak apanya? Panas Mawar Sayang!" batin Djiwa.
"Iya, enak. Sayang, ada yang merokok jadi udaranya tidak terlalu segar," jawab Djiwa.
"Mas Djiwa dulu sekolahnya dimana?" tanya Mawar yang tiba-tiba penasaran dengan otak Djiwa yang pintar. "Kok mengerti tentang bisnis sih?"
"Oh ... aku sekolah di luar ... kota. Kebetulan aku dapat sekolahnya di luar kota, maksudku. Ada salah satu mata pelajaran namanya wirausaha, aku belajar tentang bisnis dari pelajaran tersebut." Djiwa menghela nafas lega. Hampir saja dia ketahuan kalau pernah sekolah di luar negeri. Untung saja dia pernah membaca tentang mata pelajaran yang dipelajari di sekolah SMK.
"Ada ya pelajaran seperti itu? Aku jadi mau belajar deh," tanya Mawar.
"Ada. Di atas ada toko buku, nanti kita cari ya bukunya di atas," ajak Djiwa.
"Boleh, Mas. Aku mau beli dan pelajari agar aku tambah pintar. Selama ini aku cuma fokus jualan saja, tidak memikirkan tentang mengembangkan usahaku. Untung saja aku kenal Mas Djiwa, usahaku mengalami pemasukan lebih banyak sejak Mas Djiwa bekerja sama denganku," puji Mawar.
"Sebenarnya kamu punya potensi, Mawar. Jujur saja, masakan kamu tuh enak. Pertama kali mencoba masakan buatan kamu, kalau tidak salah nasi goreng. Rasanya enak sekali, mirip nasi goreng di hotel bintang lima." Tanpa sadar Djiwa keceplosan.
"Ah Mas Djiwa bisa saja. Kayak Mas Djiwa tau saja rasa nasi goreng bintang lima." Mawar tertawa dan tak menyadari kalau Djiwa keceplosan.
Djiwa menutupinya dengan tertawa seakan ia memang mengada-ada. "Itu cuma kalimat perandaian, Mawar. Saking enaknya masakan kamu, aku menyamakannya seperti nasi goreng hotel bintang lima. Itu potensi kamu. Banyak yang bisa masak, tapi tak banyak yang masakannya enak."
"Lama-lama aku terbang deh dipuji terus sama Mas Djiwa. Dulu almarhum Ibuku jago masak. Aku diajari masak pakai kayu bakar, masak dengan teknik diasap dan dibakar pakai genteng. Banyak ilmu memasak yang Ibu turunkan padaku. Membuat nasi goreng sih kecil bagiku, Mas," kata Mawar dengan bangganya.
"Oh ya? Wah keren! Kalah deh Master Chep dengan pengalaman memasak kamu. Bagaimana kalau kamu membuat restoran saja? Aku yakin deh masakan kamu akan laku diserbu pembeli," kata Djiwa derngan bersemangat.
Mawar tertawa mendengar ide dari Djiwa. "Membuat restoran? Mas Djiwa tak salah? Modalnya dari mana, Mas? Orang kecil seperti aku bisa membuka warung ayam geprek saja sudah bersyukur, Mas. Kalau buat restoran, aku harus nyewa tempat dan membayar gaji karyawan, uang dari mana Mas?"
Percakapan mereka dijeda ketika makanan yang mereka pesan datang. Melihat Mawar menertawakan nasibnya, Djiwa rasanya ingin berteriak, "AKU YANG BAYARI!" Sayang, Djiwa belum bisa membuka identitasnya sekarang dan hanya bisa diam.
"Iya juga ya. Aku tak pikir panjang," kata Djiwa pasrah. Djiwa menuangkan sambal dan jeruk nipis ke dalam soto lalu memakannya dengan lahap. Lapar membuat rasa soto yang ia makan terasa lebih enak.
"Mendengar ide Mas Djiwa agar aku membuka restoran, aku jadi punya keinginan deh. Aku sudah lama tidak bermimpi, namun Mas membuatku jadi bermimpi lagi. Membuat restoran adalah impianku. Aku akan berusaha agar impianku bisa terwujud." Mawar mulai memakan bakso miliknya dengan saus dan sambal yang banyak.
"Kenapa kamu sudah lama tidak bermimpi? Mimpi itu tidak dilarang loh. Kamu bisa menganggap mimpi itu sebagai pecut agar kamu lebih sukses loh," nasehat Djiwa.
Mawar setuju dengan perkataan Djiwa. "Mas Djiwa sendiri, mimpinya apa?" tanya balik Mawar.
"Mimpi? Semua mimpiku sudah terwujud, punya apartemen sendiri, punya bisnis sendiri, masuk ke majalah pebisnis sukses, bisa beli mobil sport sendiri. Kayaknya semua sudah aku dapatkan deh," batin Djiwa.
"Mm ... apa ya? Mimpi aku ... bisa sukses di Jakarta. Sayang, baru saja tiba sudah dihipnotis. Dulu aku kesal dan marah, namun aku mengambil hikmahnya. Kalau aku tidak dihipnotis, mungkin aku tak akan pernah bertemu wanita sebaik kamu, Mawar," kata Djiwa.
Mawar yang sedang makan bakso pun tersedak dan batuk mendengar perkataan Djiwa. "Uhuk ... uhuk!"
Djiwa membukakan air mineral miliknya dan menyodorkannya pada Mawar. "Minum dulu. Maaf membuat kamu jadi tersedak."
Mawar menerima air mineral yang Djiwa berikan dan meneguknya untuk menghilangkan rasa pedas karena tersedak. "Tak apa, Mas. Aku hanya kaget saja. Aku tidak sebaik itu kok, Mas. Mas Djiwa hanya ... belum mengenal aku lebih dekat saja."
"Aku memang belum mengenal kamu lebih dekat, namun aku yakin, kamu wanita baik. Kamu wanita pemberani. Kalau bukan karena kebaikan dan keberanian kamu, mungkin aku sudah diarak orang kampung. Dianggap pelaku pesugihan babi ngepet yang gagal ditiup lilinnya dan sudah berubah jadi manusia." Djiwa bergidik ngeri membayangkan nasibnya kalau memang sampai diarak warga kampung.
"Entah bagaimana nasibku selanjutnya, mungkin akan dipajang dan viral sebagai babi ngepet lalu dikurung dalam kandang besi. Kamu tuh penyelamat aku, Mawar. Itu saja sudah membuktikan kebaikan kamu padaku," kata Djiwa dengan jujur.
Mawar tersenyum getir. "Percayalah, Mas. Aku tidak sebaik itu."
"Aku lebih percaya kalau kamu lebih baik dari itu, Mawar," kata Djiwa dengan penuh keyakinan.
Senyum di wajah Mawar menghilang. "Kalau aku baik, tak mungkin aku pernah tinggal di penjara selama lima tahun, Mas!"
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dwi Sasi
Nahhh.....
Ceritakan ke abang neng
2023-12-20
0
Marlina Palembang
kl dirokok....suka🤭🤭🤭si djiwa otaknya mesummmmm
2023-12-01
0
Triple R
otak aku langsung traveling
2023-04-04
1