Djiwa tak menyangka dirinya yang selama ini naik turun mobil mewah harus masuk ke dalam Pasar Induk yang becek sehabis diguyur hujan semalam. Kakinya yang biasa mengenakan sepatu mahal puluhan juta kini hanya memakai sandal jepit merk Swallow warna kuning dan menginjak jalanan becek dan licin.
Hari masih gelap namun suasana di dalam pasar sudah ramai. Ada truk yang menurunkan aneka sayur dan buah segar yang baru datang. Ada tukang panggul yang bekerja membawakan barang yang dibeli sampai depan jalan raya untuk diangkut dengan angkot yang melintas. Banyak pedagang dan pembeli yang melakukan transaksi.
Djiwa menatap keadaan sekitarnya sambil menutup hidupnya. Tak tahan dengan bau sampah dan becek. Beberapa kali ia menahan diri agar tidak muntah sampai matanya memerah. Djiwa mengikuti langkah Mawar yang dengan cekatan berpindah dari tukang ayam potong ke tukang sayuran.
"Aku yang bawakan saja, Mawar!" tawar Djiwa. Kasihan ia melihat Mawar membawa ayam potong yang terlihat berat. Satu ayam saja sudah sekilo lebih, apalagi Mawar membeli banyak?
Mawar memberikan kantong plastik besar berisi ayam potong yang lumayan berat. Dengan tangan membawa ayam, Djiwa mengikuti Mawar yang kini membeli cabe rawit dan bumbu membuat ayam.
"Mahal banget cabenya?" protes Mawar pada penjual sayur.
"Lagi naik, Mbak. Musim hujan, cabe banyak yang cepat busuk," jawab penjual sayur.
Djiwa memperhatikan Mawar tawar menawar. Jago juga rupanya Mawar. Djiwa menunggu dengan sabar ditemani musik dangdut yang mengalun dari radio dvd yang disetel tukang dvd bajakan.
🎶 Hidup tanpa cinta, bagai taman tak berbunga ....🎶
"Hidup tanpa cinta, prett! Hidup tanpa duit tuh bikin pusing!" gerutu Djiwa dalam hati.
Mawar datang dengan plastik di tangannya. "Biar aku bawakan juga, Mawar!" tawar Djiwa lagi.
Mawar tersenyum. "Tak perlu, Mas. Tangan Mas sudah penuh dengan ayam. Aku bisa bawa sendiri. Kita tunggu di depan ya, Mas!" ajak Mawar.
Mawar pun memimpin jalan, melewati jalan becek dan mobil truk yang membuat macet jalanan. Djiwa sudah pasrah dengan kakinya yang becek dan kotor. Biar nanti Rendi akan ia suruh laundry semua pakaiannya sampai bersih.
Mereka lalu berhenti di dekat pintu keluar. Mawar menyuruh Djiwa menunggu mobil pick up yang tadi mereka tumpangi. Tak lama mereka menunggu, datanglah mobil pick up warna hitam.
Mata Djiwa membola melihat pemandangan di bak belakang mobil. Mobil yang semula kosong, kini penuh plastik berisi aneka sayuran.
"Ayo, Mas!" ajak Mawar.
"Kita naik mobil ini? Mau duduk dimana?" protes Djiwa.
"Di pinggir. Masih muat kok! Ayo, nanti keburu siang ada polisi!" ajak Mawar.
Mawar naik ke atas bak mobil dan meminta belanjaannya dinaikkan juga ke atas. Meski enggan, Djiwa pada akhirnya ikut naik ke atas bak mobil. Sungguh pengalaman yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Tak lama mobil berangkat, Djiwa berpegangan pada pinggir mobil. Nampak kekhawatiran dalam dirinya. Mobil yang ditumpangi tak ada keamanannya sama sekali. Duduk pun harus agak miring karena banyak sayuran yang diangkut, belum pedagang lain yang juga ikut menumpang.
"Memangnya tak ada angkot atau kendaraan lain ya?" tanya Djiwa sambil berbisik.
"Angkot belum ada jam segini, Mas. Aku tidak punya kendaraan jadi ya harus begini, mau tidak mau," jawab Mawar.
"Aduh harga-harga pada mahal. Cabe naik. Bawang mulai naik. Bingung jual ke pembelinya gimana? Tau sendiri pembeli kita ibu-ibu yang pintar nawar," keluh salah seorang pedagang.
Mawar lalu ikut mengobrol dengan akrab. Djiwa tidak ikut serta. Ia sibuk berpegangan erat pada pinggir mobil dan berdoa agar perjalanan mereka cepat sampai.
Ternyata penderitaan Djiwa belum berakhir. Mereka turun di tempat yang agak jauh karena mobil yang ditumpangi akan menuju tempat pedagang yang belanja paling banyak dan uang sewanya paling mahal pastinya. Jadilah Djiwa dan Mawar berjalan kaki lumayan jauh.
Dengan kedua tangan membawa ayam, kening Djiwa mulai basah keringat. Djiwa juga melewati pos ronda tempat kemarin ia ditemukan oleh Mawar. Djiwa menatap Mawar dan timbul rasa kagum dalam dirinya. Mawar tidak takut berjalan di subuh hari seorang diri, membawa ayam yang lumayan berat dengan jarak yang lumayan juga.
"Kamu hebat Mawar. Kamu pemberani loh, tiap hari rutinitas kamu kayak begini. Salut aku sama kamu!" puji Djiwa.
Mawar tersenyum mendengar pujian dari Djiwa. "Ah Mas Djiwa bisa saja. Ini sudah tuntutan hidup, Mas. Harus kerja keras kalau mau bertahan hidup. Mas Djiwa juga biasa kerja keras seperti ini bukan di kampung?" tanya balik Mawar.
"I-iya. Aku juga bekerja keras," bohong Djiwa. "Habis ini aku harus apa?"
"Bersihin ayam. Nanti aku ajarin. Mas Djiwa pasti bisa!" jawab Mawar.
Wajah Djiwa menegang membayangkan akan membersihkan ayam yang kulitnya lembek dan hiiiyyy ... Djiwa bergedik membayangkannya. Seorang Angkasa Djiwa harus bersihin ayam? Apa kata dunia?
Sayangnya dunia tak tahu kalau Djiwa saat ini sedang menyembunyikan identitasnya. Ia dengan patuh menuruti perintah Mawar membersihkan ayam. Meski awalnya agak geli namun Djiwa berhasil melakukan tugasnya dengan baik. Ayam yang dibersihkannya bahkan tak ada bulu satu pun, bersih tanpa sisa.
"Sudah selesai, Mas. Mas Djiwa bisa pulang, mandi dan mungkin mencuci baju? Nanti jemur saja di dekat jemuran aku ya. Ada tali jemurannya di sana. Oh iya, pakai sabun cuci dan sikat aku saja dahulu." Mawar mengambilkan tempat sabun dan memberikannya pada Djiwa.
"Mencuci baju? Bagaimana caranya?" batin Djiwa.
"Iya. Makasih, Mawar. Aku pulang dulu. Jam berapa aku balik lagi?" tanya Djiwa.
"Jam 10 saja, Mas. Mas Djiwa bisa istirahat dulu, nanti aku bawakan sarapan buat Mas."
Djiwa pun kembali ke rumah kontrakkannya. Rencana mau laundry cucian sirna sudah. Kalau Mawar tak melihat baju miliknya di jemuran, pasti Mawar akan curiga.
"Nasib ... nasib. Caranya nyuci gimana ya?" gerutu Djiwa.
Agak lama Djiwa di kamar mandi, bukan menuntaskan hasratnya melainkan mencuci baju dan mandi berkali-kali sampai bau pasar hilang sepenuhnya dari dirinya. Rasanya lelah sekali, sehabis menjemur pakaian Djiwa berniat istirahat namun ketukan di pintu membuatnya urung untuk tidur lagi.
"Pagi, Bos!" sapa Rendi dengan senyum di wajahnya.
"Ngapain lo ke sini pagi-pagi?" tanya Djiwa dengan ketus.
"Ngasih Bapak Angkasa Djiwa kerjaan." Rendi duduk di dalam kamar Djiwa dan mengeluarkan isi tas miliknya. Sebuah laptop dan setumpuk berkas.
"Lo gila ya kasih kerjaan sebanyak itu sama gue? Enggak tau apa gue habis kerja keras?" omel Djiwa.
"Maaf, bos. Papa Bos minta Bos memegang proyek konstruksi gedung pencakar langit 40 lantai. Kalau Bos tidak kerjakan, dalam hitungan detik, Papa Bos akan datang ke sini," kata Rendi menakuti Djiwa.
"Iya. Nanti malam gue kerjain. Gue mau tidur! Lo pulang sana! Gue ngantuk!" Djiwa pun merebahkan tubuhnya dan bersiap tidur.
"Bos, ada satu berita lagi," kata Rendi membuat Djiwa membuka sebelah matanya.
"Apa?"
"Papa Bos nyuruh Bos pulang ke rumah," jawab Rendi.
"Enggak mau! Bilang aja gue lagi ada kerjaan penting." Djiwa kembali duduk dan berbicara serius pada Rendi. "Gue enggak akan pulang sebelum mendapatkan Mawar, ingat itu!"
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dwi Sasi
Rupanya sudah jatuh cinta beneran
2023-12-20
0
Marlina Palembang
mas djiwa kok maksa amat pengen dapetin mawar
2023-12-01
0
tehNci
Padahal seru loh, naik mobil pick up kayak gitu. Inget jaman waktu bocil dulu🤭
2023-10-08
1