Mawar dan Djiwa saling pandang. Mereka tak memikirkan jawaban sampai ke sana. Dengan spontan menyatakan kalau bertunangan namun tak sadar kalau warga sekarang sudah melek keadaan. Tak semudah itu mau tinggal satu atap tanpa menikah, apalagi di area perkampungan dengan penduduk julid.
"Itu ...." Mawar tiba-tiba blank dan lupa mau menjawab apa. Untung saja Djiwa bertindak cepat membantu Mawar menjawab pertanyaan dari bapak-bapak centil yang super ingin tahu.
"Tenang saja, Pak. Tuh rumah kontrakkan di samping nanti saya yang tempati. Yang ngontrak masih ada, rencananya mau pindah hari ini. Saya yang akan tempati. Saya mau dekat dengan tunangan saya tapi tak mau satu atap karena belum menikah. Bapak-bapak tenang saja ya, saya mencintai Mawar dengan tulus. Saya tak mau merusak Mawar dengan cara mencintai yang salah." Djiwa kembali menatap Mawar dengan tatapan penuh cinta.
Mawar sempat hanyut dengan perkataan romantis Djiwa namun dengan cepat ia menyadarkan dirinya sendiri. "I-iya, Pak. Tunangan saya begitu mencintai saya. Bapak-bapak jangan khawatir ya! Ayo saya buatkan lagi pesanannya. Sayang, kamu di dalam saja ya! Aku mau melayani pembeli."
Mawar sengaja mengusir Djiwa. Jantungnya terus berdegup kencang. Tak aman rasanya jika Djiwa terus berada di dekatnya, apalagi sejak tadi tangan Djiwa terus melingkar di pinggangnya.
"Aku tinggal tak apa, Sayang?" tanya Djiwa dengan penuh perhatian.
"Ya Allah, Mas. Berhenti membuat jantungku terus berdegup kencang!" batin Mawar.
"I-iya. Tak apa," jawab Mawar. "Malah aku lebih konsentrasi jualan kalau kamu di dalam, Mas," tambah Mawar dalam hati.
"Baiklah. Aku ke dalam ya! Kabari kalau butuh bantuanku!" Djiwa lalu mengusap rambut Mawar dengan penuh cinta sambil tersenyum.
Sebelum masuk ke dalam rumah, Djiwa berbicara kembali pada ketiga bapak-bapak centil yang menggoda Mawar. "Pak, pesan yang banyak ya! Sambal buatan tunangan saya rasanya enak, soalnya ulekannya mantap!"
Ketiga bapak-bapak centil itu menatap Djiwa dengan tatapan tajam. Djiwa yang puas mengerjai warga kampung centil pun masuk ke dalam rumah dengan senyum puas.
Djiwa masih mengintip dari dalam, bukan mengintip apakah bapak-bapak centil masih menggoda Mawar. Bukan. Djiwa sedang menatap liukan tubuh Mawar yang bohay. Benar yang bapak-bapak itu katakan. Mawar memang janda bohay.
Saat berdekatan tadi Djiwa bisa melihat betapa cantiknya Mawar meski dengan make up sederhana. Hanya bedak tipis dan lipstik dengan warna lembut. Bibir Mawar agak tebal berisi, menambah kesan seksi dalam dirinya.
Mawar memakai rok jeans selutut dengan atasan kaos. Bukan pakaian seksi seperti yang biasa cewek-cewek pakai di club malam. Hanya pakaian biasa namun terlihat sangat seksi di mata Djiwa.
Jiwa lelaki Djiwa keluar melihat Mawar, hal yang sebelumnya tak pernah ia rasakan. Hatinya seakan mati semenjak kepergian Melati, mantan kekasihnya yang menghilang tanpa jejak.
Ponsel Mawar berbunyi. Djiwa mengintip dan melihat nomor Rendi asisten pribadinya yang menghubungi. Tanpa ijin Mawar, Djiwa mengangkat telepon Rendi.
"Kenapa, Ren?" tanya Djiwa tanpa salam pembuka.
"Gue udah sampai nih di depan Ayam Geprek dan Penyet Mawar," kata Rendi.
"Oke, gue keluar. Oh iya, lo akting yang jago ya! Pura-pura jadi sepupu gue. Satu lagi, lo sok kenal sama Mawar karena Mawar tunangan gue."
"Tunangan? Makin bingung gue," kata Rendi.
"Udah ikutin aja skenario yang gue buat. Awas ya kalau lo ketahuan bohong!" ancam Djiwa.
"Iya. Udah cepetan keluar!"
Djiwa menaruh kembali ponsel Mawar dan pergi keluar. Nampak bapak-bapak centil yang tadi kini hanya tersisa dua orang, namun ada dua anak muda yang juga kelihatan ada maksud tersembunyi pada Mawar sedang membeli ayam penyet.
"Mawar, sepupu aku sudah datang!" kata Djiwa sebelum Mawar bertanya.
"Sepupu Mas? Dimana?" tanya Mawar.
Djiwa menunjuk Rendi yang datang dengan motor Supra butut milik Papanya. Djiwa melambaikan tangannya dan Rendi mendekat. Diparkirkan motor bututnya di depan warung Mawar.
"Assalamualaikum!" ucap Rendi.
"Waalaikumsalam." Djiwa berjalan mendekat dan langsung memeluk Rendi. "Ren, aku dihipnotis Ren. Semua barang-barangku hilang!" Djiwa berpura-pura menangis.
Rendi yang baru datang tak siap harus berakting seperti ini. Cubitan Djiwa di tubuhnya membuat Rendi ingin mengumpat sahabat sekaligus bosnya. "Ini namanya cobaan, Wa. Kalian habis tunangan dan kamu dihipnotis. Cobaan orang yang mau berhubungan serius memang begitu!"
Djiwa terpukau dengan akting dadakan Rendi. "Iya, Ren. Untung kamu datang! Makasih ya Ren sudah menolong aku!"
Djiwa melepaskan pelukannya pada Rendi. Djiwa pura-pura menghapus air mata yang sebenarnya tak ada. Semua hanya akting semata.
"Mawar, tunangan kamu dihipnotis?" tanya bapak-bapak klimis yang sedang memakan ayam penyet dengan mulut megap-megap karena kepedesan.
"Iya, Pak. Kasihan sekali bukan?" jawab Mawar. "Mas Djiwa, sepupunya diajak masuk ke dalam saja dulu," kata Mawar pada Djiwa.
"Iya." Djiwa lalu mengajak Rendi masuk ke dalam dan menutup pintu dengan rapat. Jangan sampai percakapan mereka terdengar yang lain.
"Wa, lo lagi ngapain sih? Ngibul lo udah kebanyakan tau, pake segala ngaku tunangan lagi!" omel Rendi.
"Eh asisten songong, lo ikutin aja deh skenario gue. Kerjaan kantor tetap gue kerjain. Jangan bilang bokap gue lagi dimana. Gue mau tinggal di sebelah rumah untuk sementara. Lo siapin laptop untuk gue kerja dan kalau ada yang harus gue tanda tangani, lo yang anter!" perintah Djiwa.
Rendi mengiyakan meski berat hati. "Iya. Nih dua juta yang lo minta." Rendi memberikan uang dua juta dan ponsel agak jadul bekas miliknya. "Ini Hp punya gue dulu. Pake aja!"
"Pinter! Nanti gaji lo gue naikkin!" puji Djiwa seraya menepuk bahu Rendi.
"Mas, rumah sebelah sudah kosong. Mau pindah sekarang?" tanya Mawar yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah.
"Iya. Mau." Djiwa lalu memasang muka bersalah pada Mawar. "Mawar, maaf ya aku jadi menyusahkan kamu. Aku juga sudah berbohong dan mengaku kalau kamu adalah tunanganku. Maaf! Aku tak ada niat jahat kok. Aku hanya tak suka kamu digoda lelaki centil. Hanya mau nolongin kamu saja tapi malah jadi tambah nyusahin kamu."
Mawar tersenyum kecil. "Iya, tak apa Mas. Aku tahu Mas Djiwa niatnya baik. Aku sudah biasa kok bertemu pembeli centil. Ayo kita ke rumah kontrakkan sebelah, Mas. Pemiliknya sudah menunggu!"
Djiwa dan Mawar pun keluar meninggalkan Rendi yang menatap heran seraya menautkan kedua alisnya. "Ngapain lagi sih dia? Ngibul terus kerjaannya. Kalau bukan bos, udah gue tinggal deh!" rutuk Rendi. Apalah daya Rendi, ia hanya asisten pribadi yang harus menurut apa kata bosnya.
Setelah membayar uang kontrakkan dan pemiliknya pergi, Djiwa pun mengenalkan Rendi pada Mawar. "Mawar, kenalkan ini sepupu aku. Rendi."
"Rendi." Rendi mengulurkan tangannya sambil tersenyum.
"Mawar." Mawar membalas uluran tangan Rendi.
"Sekali lagi aku mau ngucapin terima kasih dan permintaan maaf sama kamu, Mawar. Maaf menyusahkan kamu terus."
Rendi terus memperhatikan Djiwa yang sedang berakting. Tatapan dan gaya bicaranya benar-benar seperti pemuda lugu dan polos dari kampung. Rendi sampai takjub dibuatnya.
"Tak apa, Mas. Senang bisa membantu. Aku pergi dulu ya, Mas. Aku harus jualan," pamit Mawar.
Selepas Mawar pergi, Rendi menyikut perut Djiwa. "Gila lo! Bohay banget! Pantes lo enggak mau pulang!"
"Heh, itu punya gue ya! Awas lo naksir janda bohay gue!" ancam Djiwa.
"Janda? Janda bohay? Kalau bokap lo tau gimana, Wa?" Rendi mengacak rambutnya. Pekerjaan beratnya baru dimulai. Bos gilanya pasti akan membuat dunia gempar.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dwi Sasi
Mawar melati...
Semuanya indah
🎶🎶🎶
2023-12-19
0
Marlina Palembang
menjiwai bgt kan ya ren
2023-12-01
0
Abie Mas
dunia gempar
2023-07-29
1