Flashback
Di kampung Mawar sedang musim panen. Petani yang memiliki sawah semua bersemangat menyambut musim panen kali ini tak terkecuali suaminya, Purnomo. Padi yang ditanam Purnomo kini tinggal menuai hasil.
Rencananya Mawar akan membawakan makanan untuk sang suami tercinta. Rantang empat susun berisi nasi, sayur asem, tumis daun pepaya dan sambal beserta lalapannya sudah ia siapkan. Dalam hati Mawar yakin, sang suami pasti menyukai masakan buatannya.
Mawar menenteng rantang di tangan kanan dan di tangan kiri air minum dalam kendi tanah liat. Pasti nikmat sekali saat dimakan di dangau atau lebih dikenal dengan nama gubuk. Dari kejauhan Mawar tak melihat keberadaan suaminya. Mawar mendekat dan menaruh barang bawaannya di atas dangau.
"Mas Pur!" panggil Mawar namun tak ada sahutan.
Kembali Mawar memanggil suaminya namun tak ada yang menjawab. Mawar berpikir suaminya mungkin berada di sungai kecil tak jauh dari area sawah. Mawar pun meninggalkan dangau dan mencari keberadaan sang suami.
Ia mencari Purnomo di sungai namun tak juga ditemukan. "Mas Pur!" panggil Mawar lagi, masih tak ada sahutan.
Mawar kembali ke dangau dan tetap saja suaminya tak ada di dangau. Tak mungkin suaminya pulang ke rumah, mereka sudah berjanji akan makan siang di dangau bersama.
Mawar lalu menuruni sawah terasering dan melihat kaos yang tadi pagi dikenakan suaminya di balik pohon. Mawar tersenyum. Pasti suaminya bersembunyi dan mengajak dirinya bermain petak umpet. Jahil sekali.
Dengan mengendap-endap Mawar mendekati suaminya dan saat mengagetkan suaminya justru dirinya yang malah terkejut. Suaminya terbujur kaku dengan mulut berbusa.
"MAS!" teriak Mawar yang langsung mendekat dan menggoyangkan tubuh suaminya. Di sekeliling tubuh suaminya terdapat tempat makan yang tadi pagi ia bekalkan dalam keadaan berantakan. Ia menangis meraung-raung dan tak lama kemudian mulai banyak orang berdatangan.
Semua berbisik dan ada yang menelepon polisi. Tak ada yang berani mendekat. Semua takut. Mawar tak mengingat semuanya dengan jelas, semua terjadi begitu cepat dan saat tersadar Mawar sudah dalam keadaan tangan diborgol.
"Kenapa saya diborgol, Pak? Suami saya meninggal! Kenapa saya yang diborgol Pak? Saya mau mengurus jenazah suami saya! Saya mau mengantarkannya ke peristirahatan terakhirnya, Pak!" Mawar berusaha berontak.
"Nanti saja, silahkan beri keterangan di kantor polisi!" Polisi lalu membawa Mawar dan menjebloskannya ke dalam sel bersama penjahat lain.
Di tengah rasa sedih, Mawar merasakan takut yang teramat sangat. Belum pernah seumur hidupnya masuk ke dalam kantor polisi namun kini ia malah mendekam di dalam penjara. Mawar memeluk tubuhnya sendiri. Menguatkan diri di tengah kerasnya hidup. Proses persidangan yang panjang harus Mawar jalani dan keputusan akhirnya benar-benar membuat Mawar terpukul.
"Menyatakan terdakwa Mawarni alias Mawar binti Budiarto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah ...." Mawar mendengarkan putusan hakim dengan pikiran kosong. Suaminya meninggal dan ia dituduh sebagai pembunuh yang meracuni suaminya. Yang meringankan adalah tak ditemukannya racun di rumah Mawar, namun bekal makanan yang Mawar buatkan malah memberatkannya. Kini, hukuman penjara sudah di depan mata dan ia tak bisa menghindarinya. Entah ada permainan apa sampai Mawar yang polos yang harus menanggung semuanya.
Lima tahun menjalani hukuman yang bukan kesalahannya, Mawar kembali pulang ke kampung halamannya. Tak ada pelukan hangat Ibu yang menyambutnya. Ibu mulai sakit-sakitan sejak Mawar dipenjara dan pada akhirnya meninggal dunia setahun lalu.
Tatapan warga yang melihatnya bak pembunuh berkeliaran membuat Mawar merasa risih. Tinggal di rumah peninggalan Ibunya pun tak lagi tenang. Ada saja teror yang diterimanya. Mulai dari tomat busuk yang dilempar dan mengotori teras rumah, listrik yang tiba-tiba dimatikan saat malam dan yang terparah adalah tak ada yang mau membeli di warung peninggalan orang tua Mawar.
Tak ada uang, tak ada teman. Mawar merasa sendirian, di penjara malah lebih banyak teman dibanding di rumahnya sendiri. Keluarga Purnomo bahkan masih memusuhinya dan menganggapnya sebagai pembunuh anak mereka.
Flashback off
****
Mawar menggelengkan kepalanya. Ia tak mau warga di sekitar tempat rumahnya memusuhi seperti saat dirinya di kampung dulu. Namun terus berjualan dengan digoda lelaki centil yang kebanyakan punya istri juga bukan solusi. Ia tak mau istri-istri mereka menatap penuh benci seperti warga kampungnya dulu.
"Tidak. Aku tak mau pindah dari kampung ini. Aku bisa berjualan dengan tenang dan tak mau semua memusuhiku. Kehidupanku sudah bahagia di tempat ini," batin Mawar.
Mawar lalu menatap lelaki tampan yang baru ditemuinya tadi pagi. Lelaki yang entah bagaimana bisa tiduran di pos ronda hanya dengan memakai celana pendek saja. Lelaki yang setelah mandi dan mengenakan pakaian almarhum Mas Purnomo tersayangnya terlihat bahkan jauh lebih tampan dan menggoda dibanding suaminya dulu.
Ada tatapan polos yang dulu Mawar miliki. Tatapan minta tolong namun tak ada yang menolong dan malah menjadikannya sebagai pembunuh. Mawar tak tahu kalau tatapan itu adalah akting Djiwa yang sangat lihai. Mawar tertipu dan masuk jebakan Djiwa.
Mawar yakin, Djiwa memiliki maksud dan tujuan baik, yakni ingin menolongnya dari para lelaki centil yang selalu nongkrong di warung ayam miliknya sampai istri datang membawa sapu lidi untuk mengusir suaminya pulang. Mawar melihat ketulusan Djiwa dan tanpa pikir panjang mengikuti skenario yang Djiwa buat.
"Mas Djiwa mau membantu aku jualan ya? Tak perlu, Mas. Mas istirahat saja di dalam," kata Mawar dengan suara yang dibuat agak manja.
Djiwa terdiam sesaat mendengar suara Mawar yang manja. Saat Mawar memberi kode lewat matanya, Djiwa baru tersadar dan kembali berakting layaknya tunangan yang baik. "Iya, Mawar Sayang. Aku tak mau kamu kelelahan. Biar Mas saja ya yang bantu kamu?"
"Tak perlu, Mas. Mas Djiwa baru datang, pasti lelah. Istirahat saja ya di dalam. Nanti Mawar buatkan air jahe buat Mas Djiwa." Mawar melirik bapak-bapak yang sejak tadi menggodanya. Semua berwajah kesal melihat kemunculan Djiwa.
"Kamu benar sudah tunangan, Mawar?" tanya bapak-bapak klimis masih tak percaya.
"Jangan-jangan settingan kayak artis sinetron? Kamu tuh artis kampung ini Mawar," kata bapak-bapak berkoyo yang tak bosannya menggombali Mawar.
"Mm ... itu ...." Mawar mulai gugup dan bingung mau menjawab apa. Mawar tetaplah Mawar. Penjara hanya membuatnya makin kuat menghadapi cobaan hidup namun tidak membuatnya pandai membual.
"Apa perlu Mawar saya cium pipinya di depan bapak-bapak semua?" tantang Djiwa yang membuat mata Mawar terbelalak kaget.
"Enak saja main nyosor Mawar kita! Enggak boleh! Memang situ siapa?!" tanya bapak-bapak paruh baya.
"Maaf bapak-bapak, Mas Djiwa ini memang benar tunangan saya. Mas Djiwa baru saja tiba pagi ini dari kampung. Maaf saya belum perkenalkan karena berpikir Mas Djiwa masih tertidur karena lelah di perjalanan. Kami sudah tunangan dua bulan lalu. Mohon doa restunya ya agar hubungan kami langgeng." Mawar meredam kekesalan yang bapak-bapak centil rasakan, namun semua itu tidak lama.
Bapak-bapak klimis yang sejak tadi menatap Djiwa dengan tatapan tak suka pun bertanya dengan nada sinis. "Nanti malam, tunangan kamu tidur dimana?"
****
Hi Semua! Aku kembali menyapa kalian dengan novel baru ini. Ayo dukung karya ini dengan vote, like, komen, rate ⭐⭐⭐⭐⭐ dan iklanin ke teman kalian ya agar aku semangat nulisnya. Follow juga akun sosial media aku: IG: Mizzly_ FB: Mizzly dan Tiktok: Mizzlyauthor
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dwi Sasi
Pengagum mawar jd layo, layo dan loyo
😂😂😂
2023-12-19
0
Marlina Palembang
kan mau ngekost di sebelah mawar lah pak🤪🤪🤪
2023-11-30
0
Abie Mas
dtmh sebelah pak
2023-07-23
1