Korban

"Mommy, apakah Mommy di sini lama?" Tanya bocah yang kini sedang mengunyah roti yang disuapin oleh Jena. 

"Mommy tidak tahu, Nak."

"Di sini saja, temani Winter."

Jena ingin demikian, tapi dia harus pergi mencari pekerjaan lagi supaya dirinya bisa melanjutkan hidup dan menyembuhkan putrinya yang sakit-sakitan. Anak yang dia lahirkan lima tahun yang lalu, dari masa lalu kelam yang menimpanya. 

Flashback. 

Malam itu, ada pesta setelah pekan raya di kampus. Berada di auditorium dimana bisa menampung mahasiswa dari 12 fakultas. Jena datang sebagai salah satu pemenang lomba Essay. Dia tidak berniat mengikuti pesta, dia hanya datang untuk mendapatkan hadiah lalu pulang setelahnya. 

"Kenapa pembagian hadiahnya lama sekali? Aku mengantuk," Ucapnya menguap beberapa kali. Jena mengedarkan pandangannya mencari sesuatu yang menarik yang bisa mengalihkan rasa kantuk nya. Dia berjalan ke jajaran makanan dan mengambil salah satu cupcake. 

"Apa kau orang buangan?" Tanya orang yang bertugas menjaga makanan di sana. 

"Apa maksudmu?"

"Kau tidak terlihat akan menikmati sebuah pesta. Kau salah kostum."

"Tidak, aku hanya datang untuk mengambil hadiahku lalu setelahnya pulang. Apa kau tau jam berapa akan dimulai?"

"Tidak tau, Max belum datang, sepertinya akan ada sedikit keterlambatan."

Jena benar benar menghindari Max dan teman temannya yang sekarang berada di semeter akhir. Bukan hanya sekali mereka menyiksanya. Karena setiap kali bertemu, Jena pasti akan diperlakukan layaknya binatang. 

Namun untuk kali ini, Jena terpaksa datang karena hadiahnya uang tunai. Dia membutuhkan itu untuk kehidupannya. 

BRUK! 

"Sialan!" Teriak wanita yang menabrak Jena hingga perempuan itu jatuh. "Makananmu mengenai bajuku, sialan!"

"Tapi…  kau yang menabraku." Jena membenarkan kacamatanya, dia membulatkan mata melihat siapa yang berhadapan dengannya. 

"Woah, kau si cupu?"

"Maafkan aku. Aku yang salah. Tolong maafkan aku," Ucap Jena langsung bersujud di hadapan wanita itu. 

"Maaf? Apa kau tau? Aku sedang tidak mood hari ini. Dan sepertinya bermain main denganmu akan terasa menyenangkan."

"Tolong maafkan aku. Tolong jangan sakiti aku lagi," Ucapnya terus bersujud. 

Sandra malah menginjakan kakinya pada telapak tangan Jena. "Aaaaa…  sakit…  kumohon."

Dibelakang Sandra, ada dua wanita lainnya: Elle dan Dakota. "Sandra, lebih baik kita bawa dia ke gudang belakang. Acaranya belum dimulai. Bagaimana kalau kita bersenang senang dengannya?"

"Ide bagus. Ayok kita bawa dia."

"Jangan! Tolong maafkan aku!" Jena menjerit ketika tubuhnya diapit oleh Elle dan Dakota. 

Teriakan Jena menarik perhatian, yang segera membuat Sandra terkekeh. "Dia mabuk, aku akan membereskannya, teman teman," Ucap Sandra supaya tidak menimbulkan kecurigaan. 

Jena dibawa ke gudang belakang auditorium. Dia dilemparkan ke lantai yang kotor. "Kumohon… tolong jangan sakiti aku… sudah cukup. Kenapa kalian lakukan ini padaku?" Beringsut mundur ketakutan. 

"Kau bertanya kenapa?" Tanya Dakota. "Kau bersalah karena sudah berani pada kami sejak awal. Dan karena kau mahasiswa penerima beasiswa, sudah sepatutnya kau menjadi kantong amarah kami."

Elle menjambak Jena secara tiba tiba. "Sandra, cobalah lakukan sesuatu yang menyenangkan dengan wajah yang jelek ini. Ayok kita warnai dia."

Sandra mengeluarkan lipstik dari tasnya. "Ayo kita hias wajahmu."

"Jangan!" Teriak Jena. Dia harus naik ke atas panggung, dia enggan dipermalukan. 

Plak! Namun Sandra malah menampar nya. Dengan Dakota yang memegang kepala Jena, dan Elle yang menahan tangan. Mereka tertawa ketika lipstik itu menggores wajahnya. "Hiks…  hiks…" 

"Oke cukup guys…  aku sudah merasa lebih baik sekarang."

"Tapi dia membuat bajumu kotor. Bagaimana kalau kita siram dia dengan cat bekas di sana?" Saran Dakota. 

"Ide bagus. Cepat bawakan." Sandra terlihat begitu antusias. 

"Tolong! Jangan!"

"Diam!" Elle menjambak rambut Jena. 

Saat cat itu datang, Elle menyingkir dan membiarkan Dakota menyiram Jena dengan cairan  merah berbau busuk.  Kemudian mereka memotret, merekam Jena sambil tertawa dan mengatainya sebagai wanita yang murahan. 

"Hahahaha! Aku sudah puas dengannya." Sandra tertawa. "Ayo antar aku ganti baju sebelum Christy datang. Dia pasti mencari kita."

Jena hanya menangis melihat kepergian mereka. Tangannya mengepal penuh dengan amarah. 

"Kudengar Christy sudah resmi menjadi pacar Max."

Jena memeluk dirinya sendiri. Hanya satu kesalahan karena dia menegur orang orang itu, sekarang dirinya menjadi bahan bullyan kemanapun dirinya pergi. 

****

Dengan tubuh yang sakit, Jena berjalan keluar dari gudang. Dia memasuki kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya sehingga pakaiannya basah semua. Warna merah itu tidak sepenuhnya hilang, Jena tampak sangat mengerikan. 

Malam ini, dia tidak akan pergi ke audit lagi, terlalu beresiko untuk terluka dan dipermalukan lagi. 

Saat dalam perjalanan pulang lewat jalan belakang, Jena memeluk dirinya sendiri karena kedinginan. Matanya melihat sepasang manusia yang sedang berciuman, bercumbu dan mendesah satu sama lain. 

Jena berniat berbalik, tapi kakinya menginjak ranting hingga keduanya mengalihkan perhatian. 

"Hentikan, Max. Aku sudah tidak mood. Ada orang di sini."

"Christy, aku sangat merindukanmu."

"Hentikan. Aku harus melihat siapa orang itu," Ucapnya berjalan ke arah Jena

Dengan tergesa-gesa, Jena pergi. 

"Tunggu!" Tapi Christy lebih dulu menggapainya. "Kau baik baik saja? Astaga! Kau si bodoh itu. Kenapa dengan bajumu?"

"Tidak apa apa. Aku harus pergi. Permisi." Jena buru buru pergi dari sana. Sayup sayup dia mendengar pertengkaran Max dan kekasihnya. 

"Ayo kita lanjutkan. Kita pergi ke apartemenku."

"Tidak, aku sudah tidak mood. Aku akan bergabung dengan Sandra dan yang lainnya. Kau juga harus segera ke sana."

"Akan ada orang yang mewakili ku. Aku merindukanmu, Sayang."

"Tidak sekarang, Max. Aku malas."

Jena takut menjadi kambing hitam, jadi dia bergegas pergi. Namun sayangnya, malam itu hujan deras sebelum Jena keluar dari kampus. Disertai hujan angin yang membuatnya tertahan. Pakaian Jena basah, dia kedinginan. Jika memaksakan diri pergi, dia yakin akan pingsan. Makannya Jena masuk ke salah satu ruang kelas yang tidak terkunci dan berlindung di sana sendirian. 

Dari dalam, Jena mendengar suara langkah kaki dari luar. Tawa para wanita itu sangat Jena kenal. "Woahh, dia terlihat sangat mengerikan," Ucap Christy. 

"Kau harus menuntaskan amarahmu secara langsung, Christy. Kotori tanganmu sesekali. Melampiaskan amarah pada manusia benar benar membuatmu lega."

"Aku takut akan menghancurkan karirku di masa depan jika memukul perempuan miskin ini secara langsung." Christy berkata demikian

"Oh ayolah, kita semua orang kaya. Kita bisa menutupi segalanya."

"Hmm… jika dia bermasalah denganku, aku akan menghancurkannya. Melihat dia tersiksa saja membuatku senang, perempuan miskin yang menyedihkan. Beraninya dia menegur orang orang seperti kita."

Elle memekik antuasias. "Bagaimana kalau kita menyetirka wajahnya lain kali?"

"Tidak, Elle. Aku lebih suka jika kita memotong habis rambutnya." Dakota berkata demikian

Sedangkan Jena hanya bisa menangis mendengar rencana busuk orang orang itu. Betapa teganya mereka melakukan hal ini padanya. Apa salahnya? Kenapa ini terjadi terus menerus padanya? 

Flashback end. 

"Mommy? Are you okay?" Tanya Winter. 

Jena langsung memeluk sang putri dan menciun puncak kepalanya. "Kau akan menjadi perempuan yang baik, manusia yang berbudi luhur. Darah pria itu tidak akan mengalir dalam tubuhmu, Nak."

Terpopuler

Comments

gia nasgia

gia nasgia

Benar ternyata winter anaknya si Max 😡

2025-03-01

0

Ass Yfa

Ass Yfa

Winter anaknya Max... benerkan... tragis bngt nasibmu Jane

2023-11-09

0

Dewi Ariyanti

Dewi Ariyanti

kasihan sekali kau jena semoga winter bukan darah daging max

2023-08-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!