Terjebak

Jena terbangun dari tidurnya dengan tubuh yang begitu pegal. Menoleh pada pria yang menyetubbuhinya semalam dengan cukup brutal. Namun anehnya, Max tidak menyinggung tentang masa lalu. Seolah Max tidak mengenalinya dan hanya menikmati tubuhnya saja. 

Sejenak Jena menatap Max yang sedang tidur. Memang tidak ada kekerasan semalam, hanya saja pria itu melakukannya tanpa kenal waktu dan membuat Jena kelelahan. 

Karena uangnya akan Jena Terima dari teman yang menjualnya, jadi dia bergegas pergi. Dengan langkah tertatih, mengambil pakaian yang sudah tidak berbentuk. "Dasar badjinggan," Umpat Jena sebelum dirinya pergi dari sana. 

Memesan taksi online yang langsung mengantarkannya ke apartemen kecil yang dia sewa selama ini. 

Membaringkan tubuhnya di atas ranjang dengan mata menatap langit langit. Menarik napasnya dalam. Sebelumnya Jena sudah meminta izin pada atasannya kalau dia tidak akan masuk, jadi seharian ini Jena akan berbaring memulihkan kembali tenaganya. 

Tiba tiba saja air matanya menetes mengingat tahun tahun kelamnya bersama dengan Max dan teman temannya. 

"Wanita murahan! Dasar miskin!"

"Orang bodoh! Kau tidak pantas berada di sini!"

Teriakan teriakan itu menggema, yang mana membuat tangisan Jena semakin keras. Apalagi bayangan bagaimana Max memakai tubuhnya semalam. 

"Aaaaaaa!" Jena menjerit kuat, dia berdiri dan melepaskan seluruh pakaiannya. Menatap pantulan dirinya di cermin yang memiliki bekas luka. "Apa badjinggan itu tidak melihat apa yang dirinya lakukan di masa lalu padaku?" 

Luka luka itu dibuat oleh Max dan teman temannya. Memeluk dirinya sendiri dan menangis tersedu di sana. Tubuhnya luruh dengan tangan yang memeluk kaki dan kepala yang menunduk. 

"Hiks.. Hiks… "

Sampai ponselnya berbunyi, Jena segera mengangkatnya dan menyeka air mata hingga wajahnya terlihat berantakan. "Hallo?"

"Aku sudah mengirimkan uangnya padamu."

Jena segera memeriksanya, uang sudah masuk ke dalam rekeningnya. Setidaknya ini yang membuatnya senang, apalagi nominalnya sampai 2 juta USD. 

****

Uang itu sudah Jena pergunakan sebagaimana mestinya. Sekarang, dia bersial bekerja setelah beberapa hari absen. 

Jena memang bekerja di salah satu perusahaan yang cukup besar. Bahkan dirinya menempaati posisi sekretaris. Hanya saja, uang yang dia dapatkan dari pekerjaan itu tidak cukup untuk masalahnya. Jadi terpaksa malam sebelumnya Jena menjual dirinya sendiri. 

"Selamat pagi, Jena. Kau sangat tampak cantik."

"Terima kasih, Tyson." Jena berjalan dengan percaya diri. 

Lupakan Jena di masa lalu yang selalu menunduk saat ditindas. Sekarang, Jena adalah sosok baru yang lebih independent dan percaya diri. 

Jena bergegas naik ke lantai atas dimana dia sudah mempersiapkan bahan hari ini untuk sang CEO. Namun saat Jena menyalakan komputernya, ada yang salah di sana. Semua jadwal yang sudah dia susun tiba tiba hilang. 

"Ada apa dengan data ini? Selalu ada saja yang membuatku pusing di pagi hari." Jena segera menghubungi bagian operator di perusahaan ini supaya mengembalikan data. "Hallo? Aku minta kau untuk memulihkan dataku. Ada yang menghapusnya."

"Jadwal itu memang tidak digunakan lagi karena kita akan kedatangan CEO yang baru."

"Apa?!" Jena menaikan nada bicaranya. Dia mendengarkan penjelasan kalau ada peralihan tangan, dimana perusahaan ini sudah dibawah akususi perusahaan besar yang berasal dari Inggris.  "Kenapa tidak ada yang memberitahuku?"

"Mantan CEO kira masuk rumah sakit, jadi kita terfokus ke sana. Jika ingin tau lebih lanjut, hubungi saja temanmu."

"Tunggu, CEO kita masuk rumah sakit?" Hanya empat hari saja Jena tidak masuk, tapi banyak sekali kekacauan yang terjadi di sini. 

Jena bergegas pergi ke rumah sakit tempat Sang CEO biasa dirawat untuk memastikan. Bodyguard yang menjaga sudah mengenal Jena dan mempersilahkan dirinya masuk. "Nyonya?"

"Jena, kau kah itu?"

"Iya, ini diriku."

"Kemarilah, kau kehilangan banyak moment saat pergi ke kampung halamanmu."

"Maafkan aku." Jena mendekat pada wanita paruh baya tersebut. "Saya tidak tau kalau anda sakit dan perusahaan diakusisi."

"Aku sakit karena sudah tua. Dan perusahaan memang diakusisi, tapi bukan oleh orang lain, cucuku yang akan menenpatinya sekarang."

"Cucu yang selalu anda banggakan itu?" Tanya Jena mengingat Sang majikan selalu menceritakan cucu cucunya pada Jena.

"Ini berbeda, dia sudah memiliki cabang dimana mana dan sekarang akan mengambil alih dunia properti. Kau yang akan jadi sekretarisnya ya. Tetap dukung dia."

Jena lega, sekaligus gelisah. "Saya bahkan belum bertemu dengan cucu anda."

"Kau akan mengenalnya nanti. Cucuku banyak, tapi yang satu inilah yang paling unggul. Jangan khawatir. Kau akan merasakan kemudahan saat bekerja bersama dengannya."

****

Setelah berbicara dengan Nyonya Emma, Jena akhirnya kembali ke perusahaan setelah dibekali beberapa masukan. Karena pemindah tanganan perusahaan ini masih rahasia, jadi hanya sebagian karyawan yang tahu. 

Rencananya akan ada pesta besar untuk CEO baru nanti. Dan Jena yakin dirinya akan disibukan oleh hal itu. 

Namun ketika Jena hendak kembali ke meja kerjanya, dia melihat seorang pria tua di sana. "Siapa kau?" Tanya Jena dengan ketus. 

"Aku Josh, asistennya CEO di sini."

"Ah, kau akan menggeser posisiku?"

"Tentu tidak. Aku mengurus hal pribadi untuknya, sementara kau akan mengurusi semua yang berhubungan dengan perkerjaan," Jelas pria paruh baya itu. "Lekaslah masuk, dia sudah menunggumu di dalam."

Jena berdecak, dia melangkah menuju pintu Sang CEO. Mengetuknya sebelum Jena masuk.

Baru juga langkah pertama, Jena langsung tekejut melihat siapa yang duduk di sana dengan tatapan yang tajam. Lebih jelas mereka saling memandang di hari yang cerah ini. 

"Senang bertemu denganmu lagi, Jena."

Max sialan! Kenapa dia ada di mana mana? Dan sekarang dia menjadi CEO nya? Yang akan mengendalikannya? Membayangkannya saja membuat Jena ketakutan. Namun sekuat tenaga dirinya menahan perasaan itu. Mengepalkan tangan dan memandang Max dengan angkuh. "hallo, Tuan. Saya sekretaris anda. Nyonya Emma meminta saya melanjutkan pekerjaan dengan anda sebagai atasan baru saya."

Pria itu menatap datar, memeriksa Jena dari atas ke bawah. Apa pria ini tidak mengingatnya di malam itu? Semoga saja begitu karena malam panas yang Jena habiskan bersama Max hanya di penuhi lampu temaram dan wajah Jena yang dihiasi make up tebal. 

"Kau terlihat berbeda dari saat kau kuliah."

Tubuh Jena menegang. Pria ini mengenali dirinya sebagai wanita yang pernah disiksa oleh Max dan teman temannya? 

"Ya, waktu berlalu begitu cepat."

"Ya, secepat malam yang indah," Ucap Max menyandarkan punggung di kursi dan menatap Jena dengan tajam, layaknya elang mendapatkan mangsa. 

***

To be continue

Komentarnya? 

Terpopuler

Comments

gia nasgia

gia nasgia

Waduh Max tahu klau itu kena🤦‍♀️

2025-03-01

0

Dewi Ariyanti

Dewi Ariyanti

masuk kandang harimau jena

2023-08-27

0

k⃟K⃠ B⃟ƈ ɳυɾ 👏🥀⃞༄𝑓𝑠𝑝⍟𝓜§

k⃟K⃠ B⃟ƈ ɳυɾ 👏🥀⃞༄𝑓𝑠𝑝⍟𝓜§

yah ampun Jen 🤦🤦🤦🤦🤦

2023-04-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!