Bayangan

Pada akhirnya, Jena kembali pada pekerjaannya yang baru dia tinggalkan selama satu hari. Kembali ke flat lamanya dan bersiap untuk bekerja. Dengan wajah yang datar, Jena membuka seluruh pakaiannya yang memperlihatkan beberapa bekas luka di tubuhnya. Jena memakai concealer untuk menutupi bekas yang dibuat oleh mereka semua di masa lalu. Masih teringat betapa menyedihkan nya mereka menyayat benda tajam. Apalagi di bagian lengan dan kaki. Jena sendiri jijik ketika melihatnya. 

Saat air matanya menetes, Jena segera menghapusnya dengan kasar. "Tidak boleh seperti ini. Kau harus kuat," Ucapnya pada diri sendiri. 

Bersiap untuk pergi menuju ke kantor. Jena membalas sapaan beberapa orang sebelum naik ke lantai paling atas. Sepertinya Max sudah datang, Jena langsung memeriksa schedule hari ini dan beberapa berkas yang harus dirinya berikan pada Max. 

Sebelum memasuki ruangan, Jena menarik napasnya terlebih dahulu. Dia mengetuk dan masuk. 

Max menyeringai di sana, melihat Jena yang menatapnya tajam. "Jadwal anda hari ini, Tuan. Saya sudah mengirimkan draft perjanjian yang akan anda ajukan malam ini."

"Kita yang akan mengajukan nya. Kau akan ikut lagi untuk makan malam bersamaku."

"Anda bahkan belum membayarku untuk pesta sebelumnya."

"Aku memotongnya untuk utangmu pada perusahaan. Bukankah itu sangat banyak? Dua juga dollar yang aku berikan untukmu tidak cukup sama sekali?"

Jena terdiam, dia membalas tatapan Max. "Hutang saya pada perusahaan hanya satu juta dollar. Itu setara dengan dua tahun saya bekerja di sini. Belum lagi potongan dari hal diluar jam kerja. Jadi saya akan segera keluar dari sini dalam waktu lebih cepat."

Max terkekeh. "Kau akan bertahan tanpa gaji selama dua tahun ini? Apa kau ingin pekerjaan tambahan? Seperti di atas ranjang?"

Jena mendekat kemudian membisikan kalimat, "Ayo kita bekerja dengan profesional," Ucapnya pada Max dan keluar dari ruangan itu. Jena mencoba tegar, enggan diinjak lagi oleh pria itu. 

Max terkekeh di dalam, dia hanya perlu menunggu seberapa kuat Jena bekerja tanpa menerima gaji. 

***

Max menyukai bagaimana saat Jena marah, jadi sengaja dirinya meminta dibuatkan kopi pada sekretaris nya itu. 

"Anda bisa memanggil pelayan dibawah, bukan pada saya." Datang dengan secangkir kopi di tangannya. 

"Hei, kita punya kesepakatan. Atau kau ingin lebih lama di sini?"

"Ini kopi anda, Tuan." Jena berucap demikian. 

"Malam ini, kita akan langsung berangkat."

"Tapi saya masih memakai pakaian yang sama. Anda tidak malu membawa sekretaris Anda dengan tampilan seperti ini?"

"Kau akan aku berikan baju yang baru." Max menikmati kopi buatan Jena. "Kau bisa pergi."

Jena bergegas keluar dari sana. Kali ini dia memilih untuk fokus pada pekerjaannya. Hanya ada dirinya dan Max di lantai ini. Kadang Jena takut kalau Max macam macam padanya. 

Tapi sepertinya hal itu tidak akan terjadi. Karena Max kedatangan tamu. Seorang resepsionis menelpon Jena dan mengatakan bahwa seorang wanita dengan marga Miller ingin menemui Max. 

"Baik, tunggu sebentar. Akan saya tanyakan pada Tuan Max." Karena sebelumnya tidak ada janji temu, jadi Jena memastikan kalau itu memang tamu Max dengan menelpon kantor. "Hallo? Tuan Max, seorang wanita dengan marga Miller ingin menemui anda."

"Suruh dia naik."

Informasi itu disampaikan oleh Jena pada resepsionis di bawah. "Siapa tamu ini? Kenapa aku baru tahu," Gumamnya ketika seseorang keluar dari lift pegawai. "Selamat datang, Nyonya."

"Hei! Aku seorang Nona. Berani beraninya kau memanggilku seperti itu."

"Maafkan saya, saya tidak bermaksud demikian. Melihat anda yang berwibawa membuat saya tidak bisa membedakannya," Ucap Jena menundukan kepalanya. 

Saat itulah Max keluar, dimana membuat si wanita langsung merubah raut wajahnya. "Tuan Max," Ucapnya dengan suara lembut dan melingkarkan tangan di leher Max. "Aku siap membuatmu bahagia siang hari ini."

"Masuk duluan," Ucap Max dengan dingin. 

Wanita itu masuk dengan gerak gerik yang riang. Jena tetap menghindari tatapan Max. "Jangan ganggu aku."

"Baik, Tuan."

Ketika Max pergi, Jena tersenyum miring. Ternyata pria itu mengundang wanita penghibur untuknya. Menjijikan sekali. 

***

Saat malam tiba, Jena terpaksa kembali ikut bersama dengan Max. Jena kembali dijemput setelah bersiap. Ini adalah makan malam dengan orang yang sama sebelumnya. Dimana meraka akan membicarakan kontrak. 

"Jangan terlihat seperti wanita penggoda di depan mereka."

"Anda yang memberikan pakaian ini. Apa ada yang salah?" Tanya Jena heran. Dia memutar bolan matanya malas ketika Max hanya bisa diam. 

Sampai di salah satu restautant, Jena mengikuti Max dari belakang. Untuk sekarang, terasa baik baik saja. Dimana Jena ikut serta menjelaskan perihal gambaran kerjasama mereka ke depannya

"Kita sudah selesai membahas kontrak. Sekarang ayo makanlah, supaya kita memiliki tenaga," Ucap pria tua itu. "Apalagi wanita muda seperti Nona Jena. Kau harus banyak makan, supaya tetap enerjik."

"Terima kasih, Tuan." Jena paham apa maksud laki laki tua itu, tapi dia mengabaikannya dan terus saja makan. 

Sampai Jena melihat di luar jendela ada seorang pemuda yang dikeroyok oleh pemuda lain, ditendang hingga menjerit kuat. Hal itu memicu trauma dalam diri Jena

"Astaga, pemandangan yang sangat menjijikan," Ucap pria tua itu memanggil pelayan dan meminta menutup tirai. 

Meskipun sudah tertutup, Jena tetap merasakan sesak napas. Dia menahannya sekuat tenaga. "Saya izin ke kamar mandi dulu," Ucap Jena bergegas pergi dari sana. Begitu dirinya hilang dari tatapan orang orang itu, Jena berlari ke kamar mandi untuk menguasai dirinya. 

Namun belum mencapai kamar mandi, Jena sudah jatuh dengan napas tersenggal. 

"Hei, kau baik baik saja?" Seorang pria datang mendekat dan berjongkok di depan Jena. "Butuh bantuan?"

Ketika pria itu menyingkap rambut Jena dan tatapan keduanya bertemu, keduanya sama sama kaget. Ketakutan dalam diri Jena semakin menjadi jadi. Dia menggelengkan kepalanya, ingat pria ini yang menjadi pemicu dirinya di bully di masa lalu. Dia adalah kekasih Sandra. "Aku tidak lemah… aku tidak lemah…. Pergi… jangan kau berani menyakitiku…." Sambil beringsut mundur dan memeluk dirinya sendiri. 

"Jena?"

"Tolong lepaskan aku."

"Hei, tenang. Aku tidak akan menyakitimu, Jena. Aku minta maaf atas apa yang aku lakukan di masa lalu yang sudah menyakitimu. Jena, tolong tenang. Tidak akan ada yang menyakitimu, aku tidak akan membiarkannya. Tenanglah…" 

Namun, telinga Jena berdengung karena kalimat dari masa lalu. "Aku Jeremy Amstrong akan memperlihatkan bagaimanan cara memukul yang baik dan benar."

"Hahahahaha!"

Terpopuler

Comments

gia nasgia

gia nasgia

Hidupnya Lena ternyata sangat menyedihkan untung saja Jena kuat menjalani, tdk memilih mengakhiri hidupnya

2025-03-01

0

Ass Yfa

Ass Yfa

trauma dari pembukuan... akan merusak mental lbh buruknya sampe nekat bunuh diri

2023-11-09

0

k⃟K⃠ B⃟ƈ ɳυɾ 👏🥀⃞༄𝑓𝑠𝑝⍟𝓜§

k⃟K⃠ B⃟ƈ ɳυɾ 👏🥀⃞༄𝑓𝑠𝑝⍟𝓜§

sumpah miris sekali hidup mu Jena 😭😭😭😭😭😭

2023-04-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!