Jena memundurkan langkahnya sampai punggungnya mencapai pintu. Pria itu dengan beraninya mengukung tubuh Jena dengan kedua tangannya, matanya masih menatap tajam dan mengatakan. "Aku tanya sekali lagi? Kau ingin disiksa, atau bersamaku malam ini?"
"Kau tidak berhak melakukan itu padaku." Jena menatap dengan tajam. "Tubuhku adalah milikku."
"Malam sebelumnya kau memberikannya padaku."
"Yah dan itu sesuai kesepakatan, untuk Sekarang aku tidak akan memberikannya padamu."
"Lalu kau akan membiarkan tangan ini kembali menjampakmu seperti dulu?" bibirnya menyungging.
Jena mencoba untuk tetap bertahan, dia melipat tangannya di dada dan membalas tatapan Max dengan sama tajamnya. "Aku akan melaporkanmu pada polisi kalau kau melakukan itu."
"Kau berani melakukannya? Aku bisa melakukan apapun sampai membuatmu memohon padaku untuk diampuni."
"Kenapa tidak?" Jena menaikkan alisnya dan mendorong dada Max sehingga pria itu memundurkan langkahnya dan memberikan Jena ruang. "Kau tidak tahu seberapa aku dekat dengan nenekmu bukan? Kau pikir bisa mengendalikanku? Tentu saja tidak."
Max yang kehilangan kesabaran itu langsung menjambak rambut Jena dengan kuat sehingga perempuan itu meringis. Kepalanya mengadah, tangannya mencoba untuk menghentikan tarikan itu. "Lepaskan aku brengsek!"
"Kau pikir kau bisa lepas dariku? Dulu kau hanya perempuan bodoh yang kuliah karena orang tua mahasiswa lain."
"Kau yang bodoh! Aku mendapatkan beasiswa, itu artinya aku pintar." Jana masih mempertahankan dirinya. "Coba kau sakiti aku dan akan aku buat Nyonya Ema merasa menyesal karena telah mendapatkan cucu sepertimu."
Geram dengan sikap Jena, Max mendorongnya kuat sehingga Jena terjatuh dengan kepala yang mengenai lantai. Perempuan itu meringis merasakan ada cairan merah yang membuat darah mengalir dari sana. Dia menatap Max dengan tajam. "Kau benar-benar ingin melakukannya? Ayo sakiti aku! Supaya aku bisa membuat Nyonya Ema kecewa dengan sikap bodohmu ini!"
Max tertawa, dia berjongkok dan mencengkram dagu Jena. "Aku bisa saja memecatmu, dan membuatmu tidak bisa diterima di manapun."
"Kau yakin? Tubuhku bagus, wajahku cantik, kau tidak bodoh untuk tidak sadar kalau sebagian besar pria di pesta tadi sangat menyukaiku bukan?"
"Kau ingin menjual tubuhmu?" cengkramannya semakin kuat, dia benar-benar ingin menghancurkan Jena yang melawannya seperti ini. Berkebalikan dengan sifatnya di masa lalu.
"Aku bisa mencari pekerjaan lain, yang lebih menguntungkan. Coba saja kau pecat aku, lalu lukai aku. Aku tetap tidak akan memberikantidak akan tubuhku padamu." tersenyum meledek dengan darah yang mengalir mengenai wajahnya. "Kau tidak bisa mengendalikan aku seperti dulu lagi. Aku wanita yang berbeda sekarang."
"Kau wanita murahan, yang menjajakan dirimu di luar sana."
"Dan kau menginginkan wanita murahan ini bukan? Sampai mengancamku seperti ini?"
Max benar-benar geram, dia melepaskan cengkraman itu dengan kuat. Mengambil kembali kemejanya, dan memakainya lagi. "Mulai besok kau tidak perlu bekerja lagi, dan akan aku pastikan kalau hidupmu akan menderita."
Keluar begitu saja dari kamar hotel. Meninggalkan Jena yang sendirian dan juga terluka di sana.
Terdengar pintu tertutup, Jena menarik nafas dalam dan menangis seketika. Dia memeluk dirinya sendiri, ketakutan itu selalu berasal dari Max.
Mengingat Bagaimana dulu pria itu hanya menatapnya dengan dingin ketika dirinya disiksa secara bergilir. Padahal posisinya adalah seorang presiden mahasiswa, tapi pria itu sendiri yang memberikan luka paling dalam untuk Jena.
****
Bohong jika Jena akan mudah mendapatkan pekerjaan. Dia yakin kalau Max benar-benar membuatnya susah bernafas dengan kesulitan mendapatkan pekerjaan. Karena Jena sendiri sadar kalau perusahaan Gratham adalah perusahaan Mega di Amerika.
Jana pikir hidupnya akan aman ketika sudah menjadi seorang sekretaris dari perusahaan ternama. Ada sedikit penyesalan Jena menjual dirinya malam itu, harusnya dia memilih meminta bantuan pada Nyonya Ema saja.
Namun posisinya saat itu, Jena juga memiliki hutang pada perusahaan sehingga tidak memungkinkan untuk dirinya meminjam lagi. "Aku pikir dia tidak akan menagihnya. Aku harap dia tidak menggangguku lagi."
Kali ini Jena sedang berkemas, dia ingin pergi dari sini untuk menenangkan pikirannya.
Tentang pekerjaan, Jena belum tahu apa yang akan dia lakukan ke depannya. Yang pasti dia tidak akan menjual tubuhnya lagi.
Itu kali pertama dan juga terakhir Jena melakukannya.
Dengan menggunakan mobil sendiri, Jana pergi ke Abbotsford yang memiliki jarak sekitar satu jam dari Vancouver.
Jaraknya memang dekat, tapi Jena jarang pergi ke sana karena tuntutan pekerjaan dan juga kebutuhan. Dia berangkat saat pagi hari, setelah semalam mengobati dirinya sendiri.
Datang ke sebuah rumah kecil yang ada di pinggiran kota. "Bibi aku pulang," panggilnya berharap seseorang keluar.
"Mengapa tempat ini sangat sepi?"
Tiba-tiba saja ketakutan melanda Jena, dia langsung kembali masuk mobil dan melajukan kendaraan itu ke sebuah rumah sakit. Dia berlari dengan kencang, berharap apa yang ditakutinya tidak benar-benar terjadi.
Namun ketika di koridor, Jena menemukan sosok yang tidak asing. "Bibi," panggilnya hingga seseorang itu menoleh pada Jena.
"Astaga Jena. Kenapa kau ada di sini?"
"Apa dia masuk rumah sakit lagi? Apa pengobatan itu tidak berhasil?"
"Dengarkan dulu." wanita paruh baya itu menahan lengan Jena supaya tidak panik. "Dia sekarang baik-baik saja, tapi karena kau ada di sini, mungkin kau bisa berbicara dengan dokter sekarang."
"Kenapa Bibi tidak memberitahuku tentang keadaan winter?"
Bibi tahu kalau kau sedang sibuk bekerja, jadi tidak bisa menghubungi. "Ini juga terjadi secara mendadak, nak."
Mata Jena sudah berkaca-kaca.
"Apa yang terjadi dengan wajahmu? Seseorang melukaimu?" tangan wanita tua itu terulur hendak mengusap kening Jena. Tapi lebih dulu dihentikan dengan genggaman tangan.
"Aku ingin menemuinya dulu."
"Pergilah. Dia pasti sangat terkejut melihat kedatanganmu. Nanti kita bicara lagi."
Jena mengangguk dan bergegas pergi, melangkah ke ruangan yang sudah tidak asing lagi untuknya sejak 5 tahun terakhir ini. Dia menggeser pintu itu setelah tarikan nafas panjang supaya tidak meneteskan air mata.
"Winter," panggilnya hingga anak yang sedang memegang boneka dan bicara dengan perawat itu langsung menoleh.
"Mommy!" teriaknya dengan riang gembira.
***
To be continue
Komentarnya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 12 Episodes
Comments
gia nasgia
Jena punya anak 🤔
2025-03-01
0
Ass Yfa
Jena udah punya ank,,, jangan bilang anaknya Max
2023-11-09
0
Dewi Ariyanti
apakah jena sudah punya anak
2023-08-27
0