Pikiran

Jena tidak bergeming sama sekali ketika pria itu mendekat padanya. Max berhenti di depan Jena. Pria itu tiba-tiba saja menarik tangan Jeena.

"Apa yang anda lakukan?" Jena masih menatap dengan ragu-ragu, dan juga penuh ketakutan.

Pria itu menyeret Jena sampai di depan laptop miliknya, kemudian memberikan beberapa berkas. "Kerjakan ini, jangan sampai kau mengecewakanku."

Jana masih bingung, keberadaan Max di sini saja membuatnya ketakutan. Dia mau menggenggam berkas tersebut. Menatapnya dan menoleh pada Max secara bergantian. "Apa yang kau harapkan? Sesuatu yang lain?"

"Tidak, tuan." Jena langsung menunduk. "Saya akan mengerjakannya dan mengatur ulang Jadwal anda. Saya butuh beberapa data."

"Kau sudah memegangnya," ucap Max dengan tatapan yang sinis. "Apa kau begitu gugup saat berbicara denganku sehingga tidak bisa fokus?"

"Bukan seperti itu. Maaf saya hanya terkejut karena pergantian yang tiba-tiba seperti ini."

"Berbicara dengan asistenku yang ada di luar sana. Dia akan menjelaskan bagaimana kebutuhanku di sini."

"Baik Tuan."

Jena segera melangkah keluar dari sana, berbicara dulu dengan asisten Max terkait bagaimana jadwal Max nantinya.

"Ada beberapa perubahan, tapi tidak begitu signifikan karena Tuan Max akan melanjutkan pekerjaan sebelumnya."

Jena mendengarkan dengan seksama, meskipun dirinya tidak bisa fokus. Setelah selesai berbicara dengan asisten tersebut, Jena segera pergi ke kamar mandi dengan tubuh yang masih tegap, dan wajah yang masih datar.

Namun begitu sampai di kamar mandi, tubuhnya luruh merosot dan memeluk dirinya sendiri. Kenapa kehidupannya begitu suram? Dengan dipertemukan lagi bersama dengan pria yang sudah melukainya selama bertahun-tahun.

"Apa dia sedang mempermainkanku? Atau dia tidak mengingatku?" Jena masih bertanya-tanya karena dia takut apa yang pernah terjadi di antara dirinya dengan Max akan menjadi masalah. "Kau harus kuat Jena, pria seperti itu akan senang jika kau lemah. Kau bukan lagi wanita yang lemah seperti dulu." Jena berdiri dan memandang dirinya sendiri di cermin. "Kau bisa menghadapinya. Kau wanita yang kuat."

****

Hari pertama bekerja dengan Max, masih mengikuti jadwal sebelumnya. Tambahan-tambahan kerjasama itu akan dilaksanakan beberapa hari ke depan.

Selamat Max tidak menyinggung perihal masa lalu dan malam itu, Jena mencoba untuk profesional. Dia melakukan pekerjaannya seperti biasa, mengabaikan kekhawatiran dan juga pertanyaan tentang pikiran Max.

"Apa jadwal terakhirku?" tanya Max begitu dia keluar dari ruang rapat.

"Ada pesta yang harus anda hadiri. CEO sebelumnya sudah merencanakan akan menemui salah satu pengusaha berlian untuk menjadikan investor dalam proyek ini."

"Oke, pulang kerja nanti kau ikut denganku untuk memilih pakaian yang Senada."

Seketika Jena menghentikan langkahnya. "Apa saya harus ikut?"

"Tentu saja kau harus ikut, kau akan berbicara juga di sana. Dan matamu akan dipakai untuk mencari peluang untuk perusahaan kita."

"Tapi itu di luar jam kerja saya, tuan. Dan tidak ada dalam kontrak."

"Aku akan menambahkan upahnya. Kau selalu menyukai uang bukan?" tanya Max dengan Tatapan yang meremehkan. "Lebih baik kau ikuti aturanku, aku berbeda dengan CEO yang sebelumnya. Aku lebih ambisius terhadap keuntungan," ucapnya sambil mendekat pada Jena secara perlahan.

Perempuan itu berdehem dan memalingkan wajahnya untuk menghindari ketakutan. "Baik akan saya lakukan, tapi saya sendiri yang akan menetapkan harga untuk tambahan waktu itu."

"Lakukan saja sesukamu." pria itu berbalik dan kembali masuk ke dalam ruangannya.

Jena menarik nafasnya dalam, dia memeluk dirinya sendiri sambil berkata, "tidak ada yang bisa melukai tubuhmu lagi, Jena, Kau wanita yang berbeda dari sebelumnya. Kau wanita yang mandiri dan tidak ada yang perlu kau ditakuti."

Ketika sore hari tiba, Max benar-benar membawa Jena ke sebuah toko pakaian ternama di kota. Sepanjang perjalanan tidak ada yang dibicarakan karena Mak sibuk berbicara dengan rekan kerjanya.

Begitu sampai di toko tersebut, Max yang meminta pelayan untuk memberikan pakaian tertutup tapi menampilkan kesan seksi. Dan itu membuat Jena tidak menyukainya.

"Saya yang akan memakainya. Kenapa Anda yang memintanya?"

"Kau berada di bawah kendaliku, kau bekerja padaku dan aku tahu apa yang harus aku lakukan untukmu."

"Ini tidak ada dalam kontrak."

"Tenang saja. Aku tidak akan membuatmu menjadi wanita bayaran."

Itu benar-benar membuat hati Jena terluka. Sayangnya ketika Jena hendak mencoba pakaian tersebut, Max memiliki urusan mendadak. "Asistenku akan datang ke sini untuk mengambil jas yang sesuai dengan gaunnya. Dan aku menyukai gaun yang itu." menunjuk pada gaun berwarna hitam dengan lengan panjang namun memiliki punggung yang terbuka.

Setidaknya Jena bisa menarik nafas lega karena berada di tempat yang berbeda dengan Max.

***

Ketika ukurannya sudah pas, Jena membawa pulang gaun tersebut. Memiliki punggung yang terbuka membuat Jena memilih untuk mengurai rambutnya.

Saat dirinya sedang menyisir, sebuah pesan masuk dari Max yang mengatakan kalau jemputannya sudah tiba. Jena pikir pria itu akan mengirimkan supir, tapi ternyata dia datang sendiri.

Jena kaget karena Max sekarang tahu di mana tempat dia tinggal. Dengan mengetahui tempat tinggalnya, Jena yakin kalau Max juga mengetahui dulu dirinya adalah orang yang menjadi objek pembullyan.

"Ini orang-orang yang harus kau temui, buat mereka ikut berinvestasi pada proyek kita." memberikan tablet pada Jena, yang isinya adalah foto-foto dari beberapa pria. "Kau sudah mengenal mereka bukan?"

"Tidak, tapi saya sudah pernah bertemu dalam beberapa waktu."

"Bayaranmu juga akan tergantung pada keberhasilan menarik perhatian mereka. Aku akan membayarnya 3 kali lipat jika kau berhasil mendapatkan satu."

Itu benar-benar menantang untuk Jena, apapun yang berhubungan dengan uang akan terasa indah di dalam pikirannya.

Begitu sampai di halaman hotel, Jena dan Max keluar. Kunci mobil itu diserahkan kepada petugas untuk memarkirkannya.

"Bolehkah saya ke toilet dulu?"

"Kita tidak akan masuk secara terpisah. Lakukan dengan cepat."

Jena mengangguk dan bergegas melangkah mendahului Max yang menunggu. Tanpa Jena sadari dirinya membenarkan rambut hingga memperlihatkan punggungnya yang terbuka.

Hal itu membuat Max menelan salivanya kasar, tatapan tajam juga dia layangkan pada punggung mulus itu. Detik kemudian, maksud tersenyum sinis.

 ***

To be continue

Komentarnya?

Terpopuler

Comments

gia nasgia

gia nasgia

jangan bilang Max menjadikan kena umpan

2025-03-01

0

Ass Yfa

Ass Yfa

apaseh maksudnya Max...

2023-11-09

0

Dewi Ariyanti

Dewi Ariyanti

semoga max tidak licik dan memanfaatkan jena

2023-08-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!