"Do, jangan lupa lapsus besok ya!"
Edo tersenyum dan mengangguk, tentu! Mana bisa sih dia menolak perintah konsulennya itu? Ia bergegas mencatat semua dengan rinci hasil visiting pagi ini.
Kurang sebentar lagi bukan? Setelah itu ia harus bergelut dengan UKMPPD, mendapat gelar dokter nya dan harus internship.
Internship!
Mengingat itu mendadak Edo jadi galau, itu berarti ia harus pergi dari Jogja bukan? Dan membiarkan Arra sendirian di sini? Astaga, apakah tidak bisa dia internship di sini? Seperti ia harus pakai jasa tembak wahana supaya bisa tetap ada di Jogja. Ia tidak bisa jika harus jauh-jauh dari Arra.
"Woy, ngapain bengong di situ, buruan Dokter Tandang sudah mau sampai keruangan sebelah tuh!" Zadid menyenggol lengan Edo, membuat Edo tersentak dari lamunannya.
Ia bergegas menyusul langkah Zadid dan beberapa temannya yang mengekor di belakang Dokter Tandang itu. Pikirannya malah fokus pada Arra! Selalu Arra yang ada dalam pikiran.
Edo menghela nafas panjang, ia berusaha fokus mengikuti visiting pagi itu, masalah wahana internship, ia harap ada yang membantunya untuk tetap bertahan di kota ini.
***
"Lu kenapa sih? Ada apa lagi?" tanya Zadid ketika siang itu mereka duduk berdua di ruang koas.
"Mikir internship," jawab Edo singkat, rasanya kepalanya sudah begitu pusing.
"Astaga, sudah dari sekarang lu pikirin soal itu?" Zadid terkekeh, dia aja belum kepikiran.
"Gue takut dapat wahana di luar Jogja, Did!"
Zadid mengangguk, ia paham sekarang apa yang sedang dipikirkan Edo itu.
"Lu takut jauh dari Arra?" tebak Zadid sambil menatap lekat-lekat Edi yang tampak kuyu itu.
Edo hanya mendengus sambil menganggukkan kepala. Ia tidak rela kalau sampai Arra nanti kenapa-kenapa, diperlakukan kurang aja atau bahkan sampai ada yang berani macam-macam dengan gadis kesayangannya itu.
"Bokap lu dokter, kayaknya dia bisa kan bantu lu cari channel?" Zadid tersenyum kecut, Edo dokter half blood, tentu punya sedikit kelebihan bukan dibandingkan dia yang bukan dari keluarga dokter alias dokter muggle?
"Entahlah, semoga memang bisa bantu gue besok itu. Nggak rela aja kalau sampai dia kenapa-kenapa," desis Edo murung.
"Segitu cintanya ya elu sama dia?"
Edo mengangkat wajahnya, menatap Zadid yang masih setia jadi teman curhatnya itu.
"Tentulah, sejak dulu banget, sejak dia masih empat tahun, gue udah ngerasa sesayang itu sama dia," Edo tersenyum mengingat betapa lucu menggemaskan Arra ketika kecil itu.
"Dia memang istimewa sih, nggak heran elu sampai segitunya," Zadid tersenyum kecut, apalagi jika mengingat siapa keluarga besar gadis itu, pantaslah kalau jadi bidikan para calon dokter, Arra full blood turun temurun!
"Rasanya pengen gue nikahin seorang juga!" guman Edo gemas dengan segala perasaannya ini.
"Gile lu anak tiga belas tahun mau elu kawinin, mau dihujat netizen?" Zadid melotot, anak tiga belas tahun lho! Tega amat Edo kalau benar-benar mau nekat nikahin Arra.
Edo hanya tersenyum kecut, ia memejamkan matanya erat-erat. Kenapa rasa ini begitu dalam? Bagaimana nanti jika ujungnya dia dan Arra tidak berjodoh? Apakah ia sudah siap terluka dan tersakiti menyadari bahwa Arra tidak ditakdirkan untuk dia?
Apalagi jika memang takdir Arra menjadi jodoh adiknya, apakah ia sanggup melihat gadis yang ia cintai itu menikah dan hidup berumah tangga dengan adiknya sendiri?
Pasti akan sangat sakit bukan? Akan sangat pedih bukan? Tapi mau bagaimana lagi, ia tidak bisa menekan atau membuang semua perasaan ini. Perasaan ini begitu alami dan murni tumbuh dalam hatinya. Arra ... dia cuma mau Arra!
***
Arra melangkah ke depan fakultas, sudah jam pulang. Ia sudah mengirim pesan ke Edo, namun belum ada jawaban, jadi ia memutuskan untuk menunggunya di depan gedung fakultas.
Arra baru saja sampai ketika sosok itu melangkah menghampirinya dengan plastik putih di tangannya.
"Hai Arra, sudah pulang?" sapa sosok itu sambil tersenyum manis.
"Oh hai, kak. Iya nih, Arra lagi nunggu jemputan," Arra balas tersenyum.
Mendengar kata jemputan, paras sosok itu berubah masam, "Nunggu Edo jemput?" tanyanya sambil membuang muka, menutupi rasa tidak sukanya.
"Iya kak, mungkin sudah dijalan."
Sosok itu mengeluarkan sesuatu dari plastik yang ia bawa, "Nih, pasti haus kan?"
Arra menoleh dan sontak tersenyum menemukan satu cup Boba yang disodorkan Dicky kepadanya itu. Ia menerima cup itu lalu buru-buru menusuknya dengan sedotan.
"Makasih banyak kak," guman Arra lalu menyedot Boba miliknya.
Dicky hanya tersenyum dan mengangguk, ia sendiri sudah menyedot Boba di tangannya. Diliriknya Arra yang begitu asik dengan boba itu, ahh ... anak Om Yudha ini benar-benar luar biasa!
"Ra, pulang sama kakak lagi aja yuk! Daripada nungguin Edo kelamaan," ajak Dicky mencoba mencari kesempatan.
"Tapi kak Edo belum konfirmasi lagi, kasian nanti pulang koas capek-capek jemput Arra malah Arra sudah pulang duluan," tolak Arra halus.
Dicky menghela nafas panjang, "Tapi daripada ka ...,"
"Arra, pulang yuk!" guman suara itu memotong kalimat Dicky.
Sontak Dicky mendengus kesal, ia menatap Edo yang tampak tidak suka dengan kehadirannya itu.
"Oke Kak! Kak Dicky makasih bobanya ya!" ujar Arra sekali lagi.
"Oke sama-sama, lain kali biar kakak antar saja."
"Wah nggak bisa gitu dong, yang dapat amanat Om Yudha kan aku," tukas Edo sambil tersenyum sinis.
"Iya paham aku, tapi siapa tahu kamu harus as-op macam kemarin, kamu nggak kasian Arra nunggu sendirian?" balas Dicky sengit.
"Tidak akan terulang lagi, aku usahakan. Jadi jangan repot-repot."
"Oh tidak, aku sama sekali nggak repot kok, malah seneng kalau di suruh antar Arra pulang," Dicky tidak mau kalah, apaan sih overprotektif banget!
Arra menghela nafas panjang melihat perdebatan dua laki-laki di hadapannya itu, ia mencolek lengan Edo, memberi kode agar berhenti debat kusir dengan Dicky tentang tugas antar jemput dia kuliah. Namun sayang, Edo terlalu bernafsu beradu argumen dengan Dicky sampai tidak menyadari Arra sudah berkali-kali mencolek lengannya.
Dengan gemas Arra merogoh iPhone-nya, lalu mengutak-atik sebuah aplikasi di iPhone-nya itu. Tak perlu waktu lama, ya ia nanti sudah tiba, berhenti tak jauh dari mereka.
"Ehem ... permisi mohon maaf, Arra balik duluan ya," pamit Arra menengahi perdebatan itu.
"Lho pulang gimana sih, ayo kalau gitu," Edo sontak menoleh, menatap Arra yang sudah kembali memasukkan iPhone-nya itu.
"Kakak berdua lanjut aja dulu ngobrolnya. Hari ini Arra naik G*jek aja, tuh drivernya cepet banget sudah sampai," Arra menunjuk Honda Beat merah dengan jaket hijau itu, "Duluan ya kak."
"Eh tapi ... Arra ...,"
Edo dan Dicky tercengang menatap Arra berlari kecil menghampiri driver itu, setelah memakai helm nya ia melambaikan tangan dan tersenyum manis pada keduanya.
"Kau ini!" guman Edo kesal, "Jadi naik ojek kan dia!"
"Kok aku, yang kebanyakan omong kan kamu," Dicky tidak mau kalah, kenapa jadi dia yang disalahkan.
Edo tidak menjawab, ia bergegas berlari ke parkiran guna menyusul Arra yang sudah lebih dulu pergi naik ojol itu.
Dicky hanya mendengus kesal, susah sekali sih mau lebih dekat dengan Arra? Apa ia harus jadi driver ojek online supaya dipilih Arra untuk antar jemput dia ketika Edo tidak bisa? Astaga!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
sumiati
Arra kaya mamanya jadi rebutan😊
2021-02-27
0
Yuyun Asri
sama aldo aja biar berwarna
2021-01-21
0
Linda 4n
ara ama edo aja thor
2020-12-15
0