Adnan menghela nafas setelah ia dan Yuri keluar dari ruang kelas Aldo, di tangan Yuri sudah ada buku laporan belajarnya selama satu semester. Yuri sudah hendak melangkah mencari Aldo ketika kemudian Adnan meraih tangan istrinya itu.
"Sayang tunggu!"
Yuri menoleh menatap suaminya yang menggenggam erat tangannya itu.
"Kalau kamu mau pergi mencari Aldo cuma mau memarahinya karena nilai rapornya jelek, lebih baik jangan!"
Yuri mendengus kesal, "Jangan bagaimana sih, Pa? Lihat nih rapornya kayak gini! Kamu sih terlalu memanjakan anak!"
"Iya aku tahu nilai dia jelek, cuma memarahi dia bukanlah jalan keluar, Ri. Kalau kamu memarahi dia, yang ada dia akan makin benci belajar, makin benci sekolah. Kita bicara baik-baik, dari dalam hati, itu malah lebih bisa diterima anak," guman Adnan sabar, "Apalagi kalau kamu mau memarahinya di depan teman-temannya, itu akan melukai batinnya."
Yuri menghela nafas panjang, "Papa aja yang cari dia, mama tunggu di mobil!" guman Yuri lalu melangkah pergi dari hadapan Adnan.
Adnan hanya menghela nafas panjang, lalu melangkah mencari-cari dimana anak bungsunya itu belajar. Rasanya ia harus mulai berbicara banyak dengannya, Aldo sudah diluar batas.
Mata Adnan kemudian menemukan sosok itu tengah bergerombol dengan teman-temannya. Entah apa yang mereka bicarakan, tampaknya mereka sedang bahagia sekali sambil tertawa bersama-sama.
Adnan melangkah mendekati kerumunan anak itu, Aldo yang menyadari ayahnya datang bergegas bangkit dan melambaikan tangan ke teman-temannya.
"Hai jagoan papa," sapa Adnan sambil tersenyum.
"Sudah Pah? Pulang sekarang?"
Adnan hanya tersenyum dan mengangguk, Aldo bergegas mengekor di belakang Adnan. Mereka melangkah dalam diam hingga kemudian Adnan berhenti dan menatap Aldo lekat-lekat.
"Kenapa pah?" tanya Aldo yang sedikit kikuk di tatap seperti itu oleh ayahnya.
"Duduk sini dulu yuk, papa pengen ngomong berdua nih. Biasa masalah laki-laki!" Adnan tersenyum, lalu duduk di salah satu bangku yang ada di depan kelas.
Aldo tersenyum dan mengangguk, ia duduk di sebelah sang ayah.
"Aldo tidak suka belajar ya?" tanya Adnan hati-hati.
"Tentara belajar buat apa sih pah?" jawab Aldo santai.
"Belajar buat strategi perang, Al," jawab Adnan sambil mengelus lembut kepala si bungsu, "Jangan dikira karena mau jadi tentara lalu Aldo lupa belajar, tes masuk nya nanti nilai rapor sama nilai ujian kamu diperhitungkan juga lho, Sayang."
Aldo tertegun, ia menatap sang ayah lekat-lekat.
"Belum nanti Aldo bakal tes kemampuan dasar dan umum juga. Tes mau masuk tentara sama sulitnya sama tes masuk kedokteran. Lebih berat malah karena tentara pakai tes fisik. Dan peminatnya juga banyak!"
Aldo masih terdiam, ia tidak berkata-kata apapun.
"Peminatnya ribuan Aldo, dan kalau nilai kamu jelek, kamu bakal kalah sama ribuan orang yang nilainya lebih tinggi dari kamu," guman Adnan lirih, berharap dengan cara ini Aldo akan mengerti.
"Nilai Aldo jelek ya pah?"
Adnan menghela nafas panjang, ia menganggukkan kepalanya perlahan, "Mama mu sampai nangis dan marah," guman Adnan sambil tersenyum kecut.
Sontak Aldo menunduk, tak terasa air matanya menitik.
"Lho Aldo nangis? Kan papa nggak marah sama Aldo, kenapa nangis?"
"Aldo masih bisa jadi tentara kan Pah?"
Adnan tersenyum, tidak sia-sia ia bicara panjang lebar bukan? Ia mengelus lembut kepala Aldo.
"Bisa kalau setelah ini Aldo berjanji akan belajar sungguh-sungguh agar besok lolos tes masuk akademi militer."
Aldo mengangkat wajahnya, menatap Adnan dengan linangan air mata, "Yang benar Pah? Aldo masih punya kesempatan?"
"Tentu, jadi jangan kau sia-siakan kesempatan ini ya? Belajar yang rajin, raih nilai setinggi-tingginya jadi besok Aldo punya nilai lebih ketika daftar TNI, paham?"
Aldo mengangguk dengan cepat, ia kemudian menyeka air matanya. Adnan tersenyum, cara ini lebih berhasil kan? Bicara dari hati ke hati dengan anak, memotivasi anak dan hasilnya langsung meresap ke hati dan pikirannya bukan?
Coba kalau tadi Yuri yang bicara, marah-marah apalagi di depan teman-teman Aldo tadi, Adnan yakin pasti itu akan meninggalkan rasa malu dan terluka di hati Aldo.
"Sekarang minta maaf ke mama dan berjanji bakal belajar yang rajin sama mama ya, biar mama nggak sedih dan marah lagi, oke?"
"Oke pak bos!" Aldo tersenyum lebar, dan itu sudah sangat cukup membuat Adnan bahagia hari ini.
'Jadilah orang hebat dan membanggakan kelak, ya Al!'
***
"Hai Arra," sapa Dicky lalu duduk di samping Arra yang sedang baca buku di perpustakaan itu.
"Eh hai, kak," Arra tersenyum, lalu menutup bukunya setelah sebelumnya ia beri tanda.
"Nanti sore free nggak? Jalan-jalan yuk?"
Arra tampak berpikir sejenak, jalan-jalan dengan Dicky? Perlukah dia iyakan? Pasalnya nanti Edo bakal marah bukan? Atau jangan bilang ke Edo? Atau bagaimana?
"Gimana? Kita nonton gitu atau Arra mau kemana deh, bilang aja!"
Arra masih belum bisa memutuskan, hingga kemudian suara seorang laki-laki itu terdengar di antara mereka.
"Ky, ayo sudah ditunggu nih, rapat sudah mau dimulai," guman seorang dengan jaket almamater itu.
"Lho, katanya masih nanti?" tanya Dicky sedikit terkejut, kenapa sih selalu saja ada gangguan?
"Dimajuin, beberapa anak bentrok jadwal rapat dengan UKM mereka."
"Gimana sih, kalau mau di BEM, ya fokus dong, jangan kemana-mana gitu. Aku yang ikut kegiatan lain saja BEM aku utamain kok," gerutu Dicky kesal.
"Sudahlah, toh Presma sudah ACC rapat maju, jadi ayolah buruan!"
Dicky dengan malas bangkit dari bangkunya, lalu menoleh ke arah Arra yang masih setia duduk di hadapan beberapa buku yang tergeletak di meja.
"Hubungi kakak aja ya nanti kamu bisa apa nggak, kakak mau ada urusan dulu," guman Dicky sambil tersenyum.
Arra hanya mengangguk dan balas tersenyum, ia menghela nafas lega ketika sosok itu pergi. Jadi bagaimana? Apakah ia harus menolak atau menerima ajakan itu?
***
"Do, kamu nanti jaga malam lho!" Renata mengingatkan sambil menyodorkan jadwal jaga yang baru.
"Iya, aku memang request malam terus, daripada siang."
"Kenapa? Biasanya paling anti kan sama jaga malam?" Renata mengerutkan dahinya, menatap heran teman superiornya itu.
"Mau sekalian ujian nyali, ntar dibuat konten siapa tahu viral," jawab Edo sekenanya.
Sontak Renata menggebuk punggung Edo dengan gemas, dasar keterlaluan. Sontak betul-betu malah cengengesan! Ia bergegas berbalik dan pergi daripada emosi bicara dengan manusia satu itu.
Edo hanya terkekeh sambil geleng-geleng kepala. Tentu sekarang ia pilih jaga malam, Kan pagi bisa antar Arra, waktunya akan banyak bersama Arra bukan?
Ia tidak akan membiarkan ada celah yang membuat Dicky bisa mendekati Arra-nya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
dementor
yang Tim arra & edo.. silahkan merapat!! 😘😘😘😘
2023-06-07
0
sumiati
good job papa Adnan👍
2021-02-27
0
elviana
author yang baikkk...sang penata jodohnya arra...jadikanlah arra sama edo ya...
2020-12-16
0