Arra menatap nanar kamar kost barunya itu. Mulai nanti malam ia pindah tidur di sini, pindah kehidupan di sini dan mulai semuanya sendirian. Tidak akan ada tepukan lembut Lili yang membangunkan dirinya tiap pagi, kecupan hangat Yudha sang papa, semuanya akan ia lewati dengan sendirian.
"Arra sudah benar-benar siap?" tanya Lili yang paham, Arra begitu berat berpisah dengan kedua orangtua dan adik kembarnya.
Arra menatap Lili dengan senyuman manis, siap tidak siap dia harus siap bukan? Ia sudah menyelesaikan segala keperluan administrasi untuk masuk ke fakultas kedokteran Universitas Gadjah Mada itu. Di usianya yang baru tiga belas tahun, ia sudah harus duduk di bangku perguruan tinggi. Luar biasa bukan.
Yudha menatap putri sulungnya itu penuh haru, jujur sebagai ayah ia takut meninggalkan putrinya itu sendirian. Ia masih cukup kecil. Namun di sisi lain ia cukup bangga! Dengan usia yang belum ada lima belas tahun Arra sukses menembus masuk fakultas kedokteran bergengsi itu. Bahkan fakultas dan kampusnya lebih baik dari tempat Yudha dan Lili menempuh pendidikan sarjana kedokteran mereka.
"Arra sudah paham tentang apa yang kemarin kita bicarakan panjang lebar di kamar Arra? Tentang bagaimana menjaga pergaulan dengan teman lawan jenis? Tentang apa yang boleh dilakukan dan tidak dilakukan?" tentu Yudha harus sejak dini membekali Arra dengan sex education. Teman-temannya besok rata-rata delapan belas sampai dua puluh tahunan. Dan ia harus dibekali ilmu itu agar tidak terjebak atau diperdaya teman-temannya bukan? Yudha tidak ingin anaknya sampai dirusak orang!
"Tentu, Arra paham dan akan selalu ingat, Pah. Jangan khawatir."
"Tolong jaga kepercayaan mama papa mu ini ya Sayang! Jaga terus kebanggaan mama papa padamu!" desis Lili penuh kasih.
Mata Arra berkaca-kaca, ia sontak memeluk sang mama erat-erat. Rasanya begitu berat berpisah dengan mereka, role model dalam hidup Arra. Namun Arra harus pergi, menggapai mimpi dan cita-citanya, serta janjinya pada Oppa Handoko ketika stetoskop Littmann berwarna gold itu pindah kepemilikan menjadi miliknya.
"Terimakasih untuk semuanya, Ma ... Pa!" desis Arra dengan linangan air mata.
"Teruslah jadi kebanggaan dan sumber kebahagiaan mama papa ya sayang. Belajar yang sungguh-sungguh dan jadilah dokter yang hebat!" Lili mengelus lembut pipi Arra dengan kedua tangannya, menatap dalam-dalam manik mata Arra penuh kasih.
"Pasti! Arra berjanji kelak akan menjadi dokter sehebat Oma, Opa, dan mama papa!"
Yudha tersenyum, tak terasa air matanya menitik ia kemudian meraih dua wanita itu kedalam dekapannya. Tak terasa bukan putrinya sudah sebesar ini? Hati Yudha benar-benar terharu luar biasa, Arra bisa melampauinya batas kemampuan anak-anak seusianya. Bapak mana yang tidak bangga?
Yudha tidak henti-hentinya mengucap syukur atas semua yang telah Allah berikan untuknya. Istri, anak, karier dan kebahagiaan selalu Allah hadirkan dalam hidup Yudha.
Yudha menyeka air matanya, menatap dua wanita dalam pelukannya itu, "Terimakasih selalu menjadi alasan papa bahagia."
***
Edo memastikan lokasi ini sudah sesuai dengan sharelock yang Yudha kirim. Griya Orchid, benar ini nama kost Arra. Edo mematikan mesin mobilnya lalu turun dan menyapa security yang ada di pos depan gerbang masuk ke dalam kost yang terbilang cukup eksklusif itu.
"Permisi Bapak, saya ...,"
"Keponakan Dokter Yudha ya?" laki-laki tua itu tersenyum, lalu membukakan pintu gerbang, "Silahkan masuk, beliau berserta istri masih di dalam."
Edo tersenyum, menjabat erat tangan security itu lalu melangkah masuk setelah mengucapkan terimakasih. Memang ia diaku sebagai keponakan agar ia bisa masuk dan dapat akses ke dalam. Ini kost perempuan dan penjagaannya sangat ketat
Edo naik ke atas dan mencari kamar kost dengan nomor 7 di pintunya. Dan matanya tertuju pada kamar paling pojok, dekat balkon yang pintunya terbuka itu.
Edo tersenyum, ia melangkah sambil menenteng plastik berisi donat dengan merek ternama, itu adalah donat kesukaan Arra.
"Assalamualaikum, maaf om Edo baru selesai jaga."
Yudha menoleh dan tersenyum lalu mempersilahkan Edo masuk. Tampak Arra sedang menyusun bajunya di lemari bersama mamanya.
"Maaf ya, Do. Om malah jadi merepotkan kamu," desis Yudha lirih.
Edo hanya mengangguk dan tersenyum, "Edo santai sih, cuma ya nanti disesuaikan dengan jadwal koas Edo ya, Om. Edo ngerti kok kalau seusia Arra diberi kendaraan pribadi masih berbahaya."
Tugas Edo nanti adalah mengantarkan Arra ke kampus dan menjemput Arra. Mana bisa sih anak tiga belas tahun disuruh bawa motor atau mobil sendiri? Sebenarnya bisa namun beresiko dan Yudha tidak mau putrinya sampai kenapa-kenapa.
Untung masih ada Edo yang harus menyelesaikan pendidikan kepaniteraan klinik nya. Dan ia tidak keberatan dengan permintaan Yudha untuk mengantar jemput dan mengawasi Arra selama ia kuliah di Jogja. Yudha sangat mempercayai Edo. Ia anak yang baik sopan dan dapat dipercaya.
"Om berterimakasih banyak kepada mu, Do!" guman Yudha lirih sambil menepuk lembut pundak Edo.
"Santai Om, jangan sungkan."
Mereka berdua tersenyum, sementara Lili masih sibuk membantu Arra menyusun baju-bajunya.
Edo menatap sekitar, kamar yang cukup luas dengan fasilitas yang cukup lengkap. Ada TV, AC, kamar mandi dalam. Serta furniture yang lengkap. Bagus sih untuk anak perempuan macam Arra.
"Nanti kalau ada apa-apa langsung kabari Om ya, Do!" pemerintah Yudha tegas.
"Baik, siap Om!"
***
Malam ini Yudha mengabiskan waktu dengan membawa keluarganya berserta Edo makan malam di sebuah restoran. Si kembar di rumah ditemani dua asisten mereka.
"Jadwal kak Edo padat nggak?" tanya Arra disela-sela makan malam.
"Lumayan sih, ini tinggal stase minor aja kok. Untung stase mayor sudah diambil pas awal koas. Memang kenapa?" tanya Edo sambil melirik Arra yang duduk tepat di sampingnya itu.
"Kalau Arra kesulitan nanti ajari ya!" pintanya dengan tatapan memohon yang langsung meluluhkan hati Edo seketika.
"Pasti, nanti WhatsApp aja ke kakak, kesulitannya apa nanti kakak Carikan juga catatan waktu kuliah."
Arra tersenyum, sejak dulu putra sulung Om Adnan ini memang berhati malaikat. Ia mendadak teringat Aldo, wajahnya sontak memerah jika ingat sosok itu. Sosok jahil yang mencuri perhatiannya itu.
Ahh ... ia harus sekolah di sini, sedangkan Aldo masih harus menyelesaikan SMP-nya di Solo. Arra rasa ia akan sangat merindukan sosok itu, sosok yang selalu membuat hari-harinya berwarna itu benar-benar menggemaskan.
Edo melirik sekilas gadis itu, wajahnya memerah. Apa yang sedang ia pikirkan? Pasti memikirkan Aldo, sang adik bukan? Edo menghela nafas panjang, ia bisa lihat kalau dua bocah itu saling menyukai dan tak terasa pedih itu menjalar di hati Edo.
---
Arra story' start to beggining yakk
Untuk visualnya bebas reader mau membayangkan siapa, soalnya kalau ini dikasih sisipan foto artis nanti lama banget lolos review nya 😂😭😭
Yang sudah merekomendasikan Drakor dengan bau-bau kedokterannya terimakasih banyak yaa
Author sayang kalian 💋💋💋
Yuk jangan lupa tinggalkan jejak dengan like comment supaya author makin semangat nulisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Nur Koni
udah baca ulang tp msh suka terharu smp nangis klu liat perjuangan arra....
2024-12-19
0
Heny Ekawati
itu otak arra encer banget ya umur 13 yg biasax masih smp ini udah di perguruan tinggi dokter lagi 👍
2021-10-23
1
¢ᖱ'D⃤ ̐Nu⏤͟͟͞R❗☕𝐙⃝🦜
Semangat buat Arra..
semangat juga buat Authornya.....sukses
2021-04-13
0