...~Love Me My Lord Duke~...
...~oOo0oOo~...
"Sampai jumpa nanti Tuan Duke!" Kata ku sembari melambaikan tangan sesaat setelah kereta kuda berlambang burung elang baru saja meninggalkan kediaman Reynch.
Carxen tampak tidak peduli dari balik jendela kereta, dia terlihat terus menatap lurus ke depan sambil menopang wajah tampannya itu menggunakan tangan, entah apa yang sedang dia pikirkan.
Aku menghela nafas lega sembari menatap kereta kuda Carxen yang semakin menjauh dari kediaman Reynch. "Hahhh~ Akhirnya beres juga..." kata ku dengan pelan.
Aku berbalik badan menatap Mansion megah dan klasik di depan ku. Sebelumnya aku tidak pernah membayangkan bisa tinggal di Mansion mewah seperti ini, apalagi menjadi seorang bangsawan ternama. Kehidupan ku berubah dalam sehari setelah insiden waktu itu.
Beberapa bulan yang lalu, aku sedang dalam perjalanan ke luar negeri untuk menghadiri sebuah acara besar, festival musim panas. Aku dan kedua teman ku di undang ke festival tersebut sebagai perwakilan sekolah untuk memeriahkan dan melakukan berbagai atraksi menggunakan tongkat. "Stick Master" adalah julukan yang orang-orang berikan kepada kami. Biasanya kami tampil menjadi komandan dalam barisan marching band. Diluar daripada itu, kami tetap dapat tampil atraksi meski tanpa barisan marching band asalkan ada musik pengiring.
Hari itu aku sedang berdiri di antara pagar pembatas kapal, sembari menatap ke atas langit melihat ke arah sekawanan burung yang sedang terbang bersama kelompoknya. Dari atas kapal aku bisa mendengar suara gemericik deburan ombak yang menyapu lautan, begitu jernih dan tenang pikir ku saat itu.
Sejujurnya aku memutuskan mengikuti kegiatan festival kali ini, hanya karena ingin pergi dari rumah, aku ingin mengalihkan perasaan ku dan menenangkan diriku dari segala kesedihan, ketika ayah membawa selingkuhannya bersama dengan anak perempuannya yang seusia ku ke rumah kami.
Saat itu, selagi aku menatap langit senja dengan perasaan hampa, berapa kali pun aku memikirkannya, bagaimana dia bisa melakukan hal kejam seperti itu, padahal ibuku belum lama meninggal dunia. Berapa kali pun aku mendesis untuk mengumpat ayahku sembari menggenggam pagar pembatas kapal erat-erat, rasanya tetap sia-sia.
Dengan kepala yang tertunduk dan tatapan nanar ke dalam lautan yang gelap sembari menggigit bibirku, berusaha menahan tangisanku, aku memiliki secercah harapan. Harapanku saat itu, hanya ingin menghilang untuk selama-lamanya bagai buih di lautan.
Ketika keputusasaan datang menyapa, aku tidak pernah tahu bahwa kematian sedang berada begitu dekat dengan ku. Ketika kedua temanku mendorong tubuhku dengan sekuat tenaga, aku bahkan tidak sempat memberikan perlawanan, kejadiannya begitu cepat. Hanya kata-kata perpisahan yang terdengar sesaat sebelum suara air laut memecah keheningan.
Gelap, dan dingin. Nafasku seakan terikat. Sekuat apapun aku berusaha berenang ke permukaan air rasanya percuma saja. Kaki ku seakan terus-menerus di tarik masuk ke dalam. Aku lelah berkutat di dalam air, rasanya aku ingin menyerah saja.
Ku pejamkan mataku dengan erat, merasakan air yang perlahan-lahan masuk ke dalam rongga diriku. Pertanyaan "Kenapa? Apa salahku? Kenapa harus aku?" mengisi kepalaku. Sakit dan sesak, rasanya seakan air sedang menggerogoti tubuh ku. Ini sungguh menyiksaku, perasaan yang paling aku benci adalah ketika aku tak berdaya di bawah tekanan.
Aku sungguh takut dengan lautan.
" ...ellen!"
"Viellen!"
Aku langsung tersadar dari lamunanku begitu mendengar suara saudari tiriku. Aku mengalihkan perhatian ku dari daging steak yang ada di piring ku, dan melihat ke sekeliling, memandang wajah Ayah, Ibu dan Martha.
"Viellen, tanganmu bergetar, wajahmu juga tampak pucat. Apa kau baik-baik saja?" Martha yang duduk di sebelah ku memandang ku dengan raut wajah cemas.
"Apa yang dikatakan oleh Duke Callisto, sayang?" tanya Eleanor, wanita paruh baya yang memandangku dengan lembut, sorot mata birunya sejernih lautan.
Aku menggelengkan kepala pelan, "Jangan khawatir Ibu. Carxen sangat baik kepada ku." Aku mengulum senyum, berusaha terlihat baik-baik saja.
'Fokuslah Viellen, jangan membuat suasana diatas meja makan menjadi buruk.'
Aku menghela nafas pelan, lalu menatap Vounch ayahku dan Eleanor bergantian, "Kami memutuskan untuk mengadakan pernikahan seminggu lagi."
Mendengar itu, Vounch dan Eleanor hanya terdiam, mereka menatapku tanpa mengatakan sepatah kata.
TRANG!!!
Aku segera menoleh ke arah Martha yang baru saja menjatuhkan pisau daging dari tangannya.
"Ap-Apa? Seminggu lagi??" tanya Martha.
"...uhm...yahh..." Aku menggaruk tengkuk, sambil berusaha menghindari kontak mata dengan Martha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
lily
sudh brapa lama dia transmigrasi
2025-01-06
0