"Rupanya malam tadi begitu memabukkan hingga kau tidak ingat lagi denganku." Pria itu mendesah kecewa karena merasa di lupakan. Bukan benar-benar terluka. Hanya sekedar berakting saja untuk mencibir kawannya.
Sebelum jiwanya berpindah menjadi Lionel, Reddick mengenal siapa pria ini. Dia adalah tangan kanan tubuh playboy yang sedang ia tinggali. Pria yang selalu mendampingi Lionel kemana saja. Sosok orang terpercaya yang ingin dimilikinya dulu. Bisa menjadi teman, sekaligus rekan.
"Oh, aku pikir aku akan di depak dari perusahaan mu karena kau tidak lagi mengingatku." Pria itu menyindir lagi. Reddick tidak menyahut. "Baru bangun?" Kepala Delvin melihat ke samping. Ke arah ranjang. "Bahkan sisa percintaan kalian tadi malam masih ada. Sangat berantakan. Bagaimana bisa kau punya begitu banyak stamina untuk melakukan 'itu’ setiap hari, Lion? Aku iri."
"Tidak perlu iri. Karena aku tidak mengingatnya," sahut Reddick jujur. Bagaimana bisa ia ingat. Karena kemungkinan Lionel masih di dalam tubuh ini saat melakukannya. Dan sekarang, tubuh ini berisi jiwanya.
"Kamu tidak ingat? Clara?" tanya Delvin heran.
"Apa hebatnya dengan perempuan itu?" tanya Reddick mendengus. Tangannya meraih kemeja di atas sofa yang sempat ia lempar lagi karena kesal dan mengancingkan kemejanya.
"Dia tidak hebat? Dengan tubuh sintal dan menggemaskan itu? Kau menyebutnya sempurna, Lion." Delvin terkejut mendengar kalimat yang dikatakan Reddick. Rupanya mulut playboy ini mengatakan banyak hal indah untuk perempuan itu. Sepertinya perempuan itu favorit Lionel.
"Mungkin aku benar-benar mabuk hingga perempuan seperti itu ku sebut sempurna." Reddick mendengus lagi. Ia sangat tidak setuju perempuan itu di sebut sempurna.
"Jadi ... Masih Bellina mengalahkan semuanya?" tanya Delvin mengejutkan.
Deg, deg, deg. Jantung Reddick berdebar. Nama perempuan itu masih mampu membuatnya kacau. Sepersekian detik, detak jantungnya berubah cepat. Jadi Reddick memang pernah mengajak Bellina ke kamar hotel? Kenyataan ternyata lebih menyakitkan daripada sekedar informasi.
“Apa yang kau tahu tentang Bellina?” tanya Reddick masih dengan dengusan kesal.
“Aku tentu tidak tahu. Aku hanya tahu dari mulutmu.”
Ternyata mulut ini memang seringkali membicarakan Bellina.
...***...
Demi menjalani kehidupan sebagai Lionel, Reddick tetap berangkat kerja seperti biasa. Ya. Jika ingin tetap hidup normal, ia harus terbiasa dengan hidup menjadi Lionel. Walaupun sulit menerima takdir aneh di kehidupan keduanya, ia terpaksa menerima kenyataan bahwa dia adalah pria yang begitu di bencinya.
Cassanova ini juga punya perusahaan meskipun terlihat tidak mumpuni. Dia kaya. Maka dengan mudah mendekati banyak wanita. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang justru mendekatinya tanpa di minta.
"Jadi pekerjaan mu banyak, sementara aku duduk dengan bersantai?" tanya Reddick dengan maksud mencemooh keadaan ini. Ia terkejut karena Delvin hanya menyuruhnya santai. Sementara pria itu tampak rajin mengerjakan sesuatu.
"Kenapa? Kau lagi dalam mood buruk? Atau kau sedang ingin terlihat sibuk?" tanya Delvin tanpa menoleh ke arahnya. Ia masih mengerjakan sesuatu di sofa.
"Jadi di sini atasan perlu mood baik untuk melakukan sebuah pekerjaan ya?" Masih dengan sindiran tajam. Reddick tidak paham konsep dalam hubungan pekerjaan mereka. Kali ini Delvin menoleh dan menatap lurus Reddick.
"Aku baru sadar bahwa kamu lebih manusiawi sekarang. Ada apa?" tanya Delvin menunjukkan sikap sebagai kawan. "Kau butuh nasehat soal wanita? Bukannya kau ahlinya,” lanjut Delvi. Reddick pikir Delvin akan terkejut dan mengatakan hal lain. Sepertinya dirinya yang berubah menjadi orang lain, tapi ternyata Delvin berpikiran lain.
"Sungguh konyol jika aku berangkat ke kantor hanya untuk melihatmu mengerjakan semua pekerjaan." Reddick tidak sabar.
"Tidak masalah. Bukannya kau memang menyerahkan semua pekerjaan padaku setiap harinya?" Delvin tersenyum. "Aku sudah terbiasa, Lion. Tenang saja.”
"Aku tidak tenang, Delvin. Beri aku pekerjaan. Kakiku sengaja datang kesini demi menjalani sebuah tugas. Jangan mengerjakan semuanya sendiri. Aku direktur sekaligus pemilik perusahaan ini," tegas Reddick. Delvin diam sejenak. Kegiatannya terhenti. Ia heran.
"Kau mau bekerja?" tanya Delvin seakan itu adalah hal baru bagi tubuh ini. Pertanyaan itu terasa asing bagi Delvin.
"Bukannya itu rutinitas setiap hari?" Reddick balik bertanya.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi semalam, tapi pagi ini, kau ... " Delvin berpikir sejenak. Reddick merasa di amati. "Bersemangat bekerja. Itu baik. Ayo, jika kau ingin membantuku." Delvin menggerakkan jarinya, mengajak Reddick bergabung.
Ia tidak tahu apa yang sebenarnya di lakukan pria ini sebelumnya. Dirinya bagai pria bodoh yang hanya mengikuti apa yang di katakan Delvin. Bukan karena sekarang jiwanya yang menghuni tubuh ini, melainkan sejak awal Lionel tidak terlalu memahami pekerjaan perusahaan. Justru pria inilah yang paham dan mengerti semua pekerjaan.
Disini Ia tahu bahwa keberhasilan perusahaan Lionel semata-mata di karenakan Delvin. Ia membaca itu. Ternyata dugaannya benar. Delvin benar-benar orang yang cerdas. Pria itu terlihat sibuk di dalam kantornya, sementara ia duduk bersantai. Reddick memang sempat ingin memiliki pria ini menjadi tangan kanannya.
"Aku mengerti," kata Reddick yakin. Menggeluti pekerjaan adalah kegemarannya. Ia terlalu gila kerja hingga di perlukan sebuah perjodohan untuk memaksanya menikah. Dan itulah ia bertemu Bellina.
"Wow, itu perkembangan yang bagus bagi seorang Lion."
"Itu pujian atau cemoohan?" tegur Reddick kaku.
"Hei. Kau memang sedang bad mood. Tidak biasanya kau sensitif seperti ini." Delvin merasa aneh. Reddick sedang tidak senang. Dia menghela napas. Dering ponsel terdengar. Delvin menerima telepon dengan wajah tegang. Reddick tidak peduli.
" ... Oke." Delvin menurunkan ponsel dan meletakkan di atas meja. "Jadi ... Kau mengusir Clara dari kamarmu?" tanya Delvin. Reddick yang sudah bersandar menoleh.
"Wanita yang tadi malam? Ya. Kenapa?" tanya Reddick enggan. Delvin menatap lurus pria di depannya.
"Bukankah dia primadona klub Expose?"
"Lalu?" tanya Reddick masih enggan.
"Lalu? Bukankah kau sendiri yang menginginkan wanita itu. Hingga Nicholas memberikannya padamu dan mengabaikan tamu yang lain,” jelas Delvin. Reddick menipiskan bibir dan berdecih. Ia malas harus berdebat soal wanita yang tidak penting.
Delvin melihat ke arah kawannya dengan penuh perhatian. Dia merasa ada yang aneh dengan Lionel. Sejak usai bermalam di hotel itu, hingga sekarang. Ia merasa sedang bicara dengan orang lain. Tidak biasanya Lionel malas bicara soal wanita. Ia Cassanova! Setiap harinya adalah bermain dengan wanita!
“Ada apa dengan mu, Lion?” tanya Delvin tampak curiga.
“Apa yang kau tanyakan? Ada apa denganku? Ada apa? Tentu saja tidak ada apa-apa,” elak Reddick.
“Aku merasa sedang bicara dengan orang lain yang punya tubuh Lionel,” ujar Delvin. Sangat tepat. Namun pria ini hanya menebak dengan asal. Bahkan ia tidak sadar bahwa kalimatnya adalah yang sesungguhnya. Fakta.
..._________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
✨rossy
seruuuu...
2022-11-29
0
Andriani
lanjut ya kk
2022-11-26
0
fifid dwi ariani
trus sabar
2022-11-25
1