Silvya mulai tersadar dari pengaruh obat bius yang ia hirup. Ia melemparkan pandangan matanya ke sekitar, mencoba mengenali tempat ia berada sekarang.
"Sial, kenapa tadi aku bisa lengah. Aku memang harus bisa mengontrol emosiku. Jika tidak kejadian seperti tadi pasti akan terulang lagi."
Silvya mencoba menggerakkan badannya namun sial tangan dan kakinya ternyata diikat. Ia mencoba melepaskan ikatannya. Meskipun tidak terlalu kencang namun tanpa benda tajam mustahil tali itu bisa lepas.
Silvya ingat dia masih menyimpan sebuah pisau kecil di pahanya. Ia mencoba duduk menekuk tubuhnya dan mengambil pisau itu dengan mulutnya. Setelah berhasil mengambil ia lalu menjauhkan pisaunya, dan mengambil pisau kecil itu dengan tangan. Meskipun tangannya diikat kebelakang, namun jika sudah menemukan benda tajam maka itu tidak akan menyusahkannya.
"Huh, lepas juga. Coba lihat ini dimana. Tidak ada satu informasi pun tentang kediaman ini. Huh… lantai 3 ternyata. Tidak masalah. Ada pipa paralon disana aku bisa turun melalui itu."
Silvya mencoba mencari barang barangnya tadi. Bersyukur semuanya masih ada. Ia menyandang ranselnya dan menuruni kamar yang berada di lantai 3 itu dengan meluncur melalui pipa air.
Bluk…
Pendaratan sempurna. Silvya tersenyum lebar. Tidak mau berlama-lama disana Silvya pun segera pergi dari rumah itu. Ia meliri arloji di tangan kanannya.
"Sial, ini sudah lewat tengah malam. Berapa Lama aku tertidur. Sepertinya obat bius yang diberikan kepadaku tidaklah sedikit. Oh iya markas. Apa yang terjadi dengan markas, apakah markas beneran diserang Tiger Fangs."
Silvya bergumam sambil terus berlari kecil menjauhi rumah itu. Ia mencoba menghubungi orang yang dia percaya.
"Bagaimana kondisi markas." Tanya Silvya melalui sambungan telpon.
"Q itu kah kau. Syukurlah kau baik baik saja Q. Sungguh aku sangat mencemaskanmu."
"Sudah sudah aku nggak pa pa. Bagaimana keadaan markas."
"Buruk Q, markas kita berhasil diduduki oleh Tiger Fangs."
"Bangsat…. Sial… terus anak anak gimana."
"Ada beberapa yang berhasil lari namun ada beberapa yang tertangkap. Aku sendiri kabur dan bersembunyi."
"Baiklah kalau begitu. Kamu tetap dalam persembunyianmu. Jangan beritahu siapapun aku menghubungimu oke."
"Oke Q. Tapi mengapa?"
"Jangan banyak tanya. Patuhi perintahku."
"Baik Q. Berhati hatilah."
Silvya mematikan teleponnya. Ia sangat marah dan geram. Tangannya mengepal sempurna.
"Sialan. Orang itu benar benar berani mengkhianati Wild Eagle. Bahkan dia bekerja sama dengan Tiger Fang. Lihat saja apa yang akan aku lakukan kepadamu nanti."
Silvya kembali berjalan, ia memutuskan untuk kembali ke rumah Dika dan mengatur rencana.
Sedangkan di rumah tempat Silvya tadi disekap tampak seorang pria tengah memandangi foto seorang gadis cantik dengan mata coklat dna rambut yang berwarna senada. Gadis itu tersenyum dengan sangat cantik.
"Tuan muda, apakah tidak apa apa membiarkan Q pergi begitu saja." Tanya seorang ajudan yang berdiri di belakang pria itu. Ajudan tersebut hanya memiliki satu tangan.
"Tidak apa-apa. Aku sengaja menculiknya tadi untuk menghindari penyerangan Daddyku. Aku tidak ingin Silvya terluka." Jawab pria itu dengan terus menatap foto gadis yang terbingkai cantik.
"Apkah tuan muda tidak takut jika tuan Albern tau."
"Biarlah Ton, aku tidak takut dengan Daddy. Jika hanya gara gara ini dia membunuhku aku akan rela. Toh setelah mommy tiada aku tidak lagi dianggap seperti anak olehnya."
Ajudan yang bernama Toni itu hanya bisa terdiam. Ia tahu betul betapa tuan mudanya sangat mencintai Q, dan betapa kesepiannya tuan mudanya itu semenjak nyonya Edmund meninggal. Namun cinta itu tak terbalaskan. Q atau Silvya tidak pernah mencintainya. Terlebih mereka bermusuhan. Bahkan bisa dibilang musuh bebuyutan.
Tuan muda Darrius hanya bisa menatap wajah Silvya melalui bingkai foto itu. Dan mencoba melindungi gadis yang dicintainya dari kelicikan sang Daddy, Albern Edmund.
🍀🍀🍀
Dokter Dika masib berada di rumah sakit padahal waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam. Adanya pasien gawat darurat yang harus menjalankan operasi membuatnya harus tinggal di RS Mitra Harapan lebih lama.
Dika tampak baru keluar dari ruang operasi. Ia membuka masker, penutup kepala dan sarung tangannya lalu membuangnya ke tempat sampah. Ia menyunggar rambutnya dengan tangan dan membuang nafasnya perlahan.
Huft……
"Capek kah Dok, silahkan minum dulu." Seorang wanita mengulurkan sebotol air mineral kepadanya. Dika melihat sekilas.
"Oh Dokter Tania, maaf dok saya tidak minum air dingin malam malam begini. Terimakasih."
Dika berlalu, ia berjalan melewati dokter Tania dan masuk ke ruangannya.
"Sial… masa dikasih minum aja nggak mau nerima sih." Tania mengumpat kesal dan menghentakkan kakinya.
Seorang pria berjas dokter di ujung lorong yang tengah melihat kejadian penolakan Dika terhadap Tania barusan membuatnya sangat kesal. Ia menggertakkan giginya. Pria itu adalah dokter Andre. Dokter Andre yang selama ini menaruh hati kepada dokter Tania itu sangat kesal melihat perlakuan Dika terhadap Tania. Ingin sekali Andre menyambangi Tania untuk menghiburnya namun ia terlalu ragu dan takut jika ditolak oleh gadis pujaannya itu.
"Tan...Tan… andai kamu mau menerimaku. Aku pasti akan memperlakukanmu dengan baik. Tapi kamu selalu mengejar dokter kulkas itu yang jelas jelas tidak menyukaimu. Sebenarnya apa kurangku dibanding si dingin itu."
Andre bergumam lalu membalikkan badannya dan pergi dari sana. Sepertinya ia harus mengubur perasaannya terhadap Tania. Ia tidak mau menaruh hati terlalu lama kepada wanita yang tidak akan pernah membalas perasaannya.
TBC
Hay readers, terimakasih ya atas dukungannya. mohon maaf bila belum bisa up tiap hari. Tapi otor akan berusaha selalu menyelesaikan novel Otor biar para readers tidak merasa digantung heheeh..
terimakasih. matursuwun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Oi Min
kurang menantang.... klo orang yg terobsesi g mngkin lihat yg laen
2025-02-15
0
Ani
kira kira sopo yo🤔🤔🤔🤔🤔
2024-07-20
0
Sweet Girl
Jangan takut di tolak Dre...
belum juga nyoba... udah keder.
2024-07-14
0