BAB 3. BERTEMU ERIKA.

"Anak ayah lagi ngapain?," Arfan mendekat tubuh kecil Erika dan memeluknya.

"Aku kangen Bunda," jawab Erika mempererat pelukanya pada bingkai poto.

Melihat hal itu hati Rany mulai tersentu, dia begitu ibah melihat keadaan gadis kecil itu.

"Untuk apa memeluk sebuah poto kalau yang nyata sudah ada di depan mata,"

Erika segera berbalik lalu berdiri. Gadis kecil itu tak bisa berkata-kata.

Dia segera membuang bingkai poto yang ada dalam pelukanya begitu saja lalu berlari dan memeluk Rany yang sudah berjongkon mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh kecil Erika.

"Bunda, Erika lindu," Peluk Erika begitu Erat.

"Bunda juga, jangan menangis lagi nanti cantiknya hilang," Rany mengusap air mata yang menetes di pipi gembul gadis mungil itu.

"Tapi Bunda halus janji, bunda tidak akan meninggalka Elika lagi," tatap Erika dengan bola mata berkaca-kaca.

"Bunda janji, tapi kamu harus makan dan tidak boleh bersedih-sedih lagi seperti tadi, bunda dan ayah pasti sangat sedih jika sampai Erika sakit," Rany membelai lembut pucuk kepala Erika.

"Iya tapi cuapin ya bun," manja Erika pada Rany.

Rany seketika tersenyum melihat kelakuan gadis kecil itu yang begitu manja padanya.

"Iya, bunda akan suapin,"

Arfan dan bibi yang sedari tadi memperhatikan mereka tersenyum bahagia.

Akhirnya sifat manja Erika kembali seperti dulu.

"Semoga Rany bisa mengobati kekecewaan yang dialami putriku selama ini. Aamiin," Arfan mengusap wajahnya dengan kedua telapak tanganya.

"Aamiin," bibi ikut mengaminkan doa Arfan yang terdegar samar di telinganya.

"Kalau begitu ayo kita keluar, bunda juga sudah tidak sabar untuk menyicipi masakan bibi," ajak Rany sambil memegangi tangan mungil Erika.

"Ayo," Erika berjalan sambari melompat kecil.

Tampak gadis kecil itu terlihat begitu bahagia. Dia sudah melupakan kesedihan yang selama ini menyelimuti hari-harinya.

Setibanya di meja makan, Rany segera menuangkan nasi dan lauk pada piring Erika, dengan telaten Rany menyuapi gadis kecil itu.

"Bunda juga halus maka," Erila mengisi piring Rany dengan nasi dan juga lauk sama persis yang ada pada piringnya.

"Terima kasih sayang," Rany mencium pipi gembul Erika.

"Sama-sama bun,"

"Kok bunda doang yang disuruh makan, Ayah juga mau," ucap Arfan yang sedari tadi memperhatikan mereka.

"Ayah makan juga ya," Erika melanjutkan makanya.

"Begitu doang," Arfatn mengerutkan dahinya.

"Sudah, biar saya yang mengisi piring tuan," Rany mengambil piring yang ada di hadapan Arfan dan menuangkan nasi, lauk dan beberapa potong ikan diatasnya.

"Kenapa tuan bunda, dulu bunda sering memanggil ayah dengan panggilan sayang kenapa sekarang jadi tuan," Erika meletakkan garpu dan sendok diatas piring lalu menatap kearah Arfan dan Rany secara bergantian

Arfan segera memutar otak agar Erika tidak curiga pada mereka berdua.

"Maksud bunda tadi tuan sayang, iyakan sayang?," Arfat memeluk pundak Rany sembari tersenyum pada Erika begitu manis.

Rany hanya terdiam, dia begitu malu di panggil sayang oleh Arfan di depan Erika dan juga bibi yang sedari berdiri di dekat mereka sambil terus memperhatikan.

Setelah menyelesaikan makan siang mereka, mereka pun menuju kearah ruang tamu dan mengobrol ringan disana.

Tidak berselang lama kemudian Erika tertidur, dalam pelukan Rany. Arfan segera membawa Erika ke kamarnya.

Setelah meletakkan Erika diatas pembaringan, Arfan kembali ke ruang tamu.

" Sayang, sebaiknya kita kembali ke pabrik karena jam istirahat sudah selesai," Arfan mengambil jas kerjanya yang sengaja dia letakkan di punggu sofa ruang tamu.

"Tuan, Erika sudah tidak ada disini jadi kata sayang itu sudah tidak usah lagi gunakan tuan," Rany yang merasa kurang suka saat Arfan memanggilnya sayang.

"Kita harus membiasakan itu, kamu panggil Aku sayang dan Aku memanggilmu sayang agar Erika tidak curika kalau kamu itu Rany bukan Rini, ayo cepat sebelum jam masuk di mulai," Arfan melangkah menuju pintu keluar disusul oleh Rany.

Tidak berselang lama kemudian kini mobil yang mereka tumpangi tiba juga di tabrik.

"Sayang terima kasih atas semuanya," Arfan membuka daun pintu mobil buat Rany.

"Sudah di bilangi jangan panggil sayang, iya sama-sama," Rany segera keluar dari dalam mobil dan berlari kecil meninggalkan Arfan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!