...Selamat membaca...
...Luangkan waktu untuk memberi Like komentar, serta masukkan list favorit jika suka....
...|JyRu 14|...
“Apa kamu sedang membicarakan mitos tentang manusia serigala di Folk?” tanya JyRu melanjutkan asumsinya tentang ajakan ku memuat topik makhluk mitologi.
“Aku rasa, aku perlu tau tentang mitos itu, karena aku penduduk baru disini.” kataku beralibi. Entah mengapa, dari sekian banyak mitos yang pernah aku dengar, Folk memiliki cara tersendiri untukku ingin tau semuanya.
“Sebaiknya, kamu percaya saja dan jangan mengorek apapun.”
Lho, JyRu bisa menebak nada suaraku, ya? Kenapa dia seperti tau maksudku bicara mengenai hal ini dengannya.
“Penduduk asli Folk yang sudah lama tinggal, sangat sensitif dan tidak suka di usik.” peringatnya padaku. Aku masih tidak ingin menyerah begitu saja. Aku butuh informasi yang bisa meluruskan benang kusut dalam otakku. Agar aku . . . tidak salah dalam berasumsi.
“Lalu, apa aku boleh tau semua itu darimu?”
“Tentang folk dan mitos itu?”
Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan JyRu. Tidak ada jalan untuk mundur, mari terus mencari sesuatu yang harusnya aku tau. “Dua-duanya.”
JyRu tersenyum sarkas. Ia melirikku dari kaca Spion, dan pandangan kami bertemu untuk beberapa detik sebelum fokus ku kembali ke jalanan. “Aku punya saran untukmu, yang tentu saja lebih baik dari pada mencoba mengorek informasi tentang sebuah mitos yang sudah mendarah daging di sini.”
Aku mengerutkan kening namun tidak menunjukkannya kepada JyRu. “Apa itu?”
“Sayangi dan jaga apa yang sudah kamu miliki saat ini.”
***
Kata-kata JyRu tidak begitu membuat ku puas dan diam. Aku masih berusaha menunjukkan kegigihanku tentang rasa ingin tahuku tentang sebuah keyakinan kolot yang dipercaya manusia modern seperti aku. Lalu, bagaimana bisa mereka sepercaya itu pada sebuah cerita yang belum tentu kebenarannya.
Aku meraih satu buku karya penulis asal Prancis era '80 an yang sudah dialih bahasa menjadi bahasa yang digunakan negara kami. Buku itu membahas bagaimana cara menyikapi sebuah mitos, dan bagaimana cara mengetahui tentang kebenaran mitos itu sendiri. Awalnya tidak ada tujuan datang kesini, berubah menjejakkan kaki di toko buku. Aku ingin tau pendapat orang lain, meskipun hanya dari sebuah buku.
Menarik.
Tanpa berfikir panjang aku membawa buku itu dan mencari keberadaan JyRu yang ternyata berada pada deretan buku yang membahas tentang filosofi sebuah perasaan.
Aku tersenyum karena mungkin JyRu sedang ingin mengubah pandangannya tentang sebuah rasa dalam hidup, atau entahlah, aku juga tidak tau. Yang pasti, aku hanya ingin memastikan jika dia juga sudah mendapatkan buku yang dia inginkan.
“Sudah dapat?” tanyaku, mengambil langkah mendekat lalu berdiri di sampingnya sembari melihat-lihat buku yang berjejer di rak.
“Tidak ada. Buku referensi yang sedang aku cari, tidak ada.” katanya ketika melihat presensi ku yang berjalan mendekatinya.
“Coba dicari lagi ” titahku, lalu berjongkok di deretan rak kedua dari bawah.
“Aku sudah memutar sebanyak tiga kali. Memang tidak ada.”
“Memangnya, buku apa yang sedang kamu cari?”
JyRu diam tidak menjawab, ia lebih memilih menyibukkan diri untuk melihat-lihat lagi ribuan judul buku yang terpapar diatas meja pajang toko.
The Rhythm Of Life.
Dia mengambil satu buku yang menurutku terlihat begitu menarik untuk di baca. Ah, aku butuh buku itu juga, satu untukku baca nanti.
“Aku juga mau ini. Kamu?”
JyRu sedikit ragu, tapi pada akhirnya dia mengangguk.
“Oke. Mau buku yang lain?” aku bertanya sekali lagi untuk memastikan.
“Itu saja.”
Aku berjalan menuju kasir, dan JyRu bersiap mengambil uang dari dalam tas lusuh miliknya.
“Biar aku yang bayar.” bisik ku didekat telinganya yang membuat JyRu seketika terlonjak dan menjauhkan wajahnya dariku, hal itu berhasil membuatku terkikik geli. Dia benar-benar menjaga jarak dengan lawan jenis.
Aku tau ini sedikit berlebihan, tapi aku tidak peduli orang lain yang berusaha menilai kami dari tatapan mereka. Atau lebih tepatnya, menilai JyRu.
Dua buku untukku, dan satu buku untuk JyRu, langkah kami berlanjut ke sebuah restoran yang menyajikan menu daging. Aku memesan dua porsi daging sapi untuk kita bakar dan makan ditempat. Aku sengaja mengajaknya makan enak hari ini agar setidaknya, JyRu pernah merasakan bagaimana enaknya makanan selain makanan kantin.
“Selamat makan.” ucapku tak mengindahkan sekitar yang mulai berisik membicarakan kami. JyRu lebih banyak menerima sindiran karena ‘Keistimewaan’ nya. Dia juga terlihat acuh dan mulai mengambil potongan daging yang ada diatas panggangan, melahap dan mengunyah dengan tenang.
Setelah memasukkan dua potong daging, aku menatap lagi ke arah JyRu. “Kamu suka?”
“Eum. Enak.”
Manik matanya berbinar, airmuka yang ia ekspresikan terlihat senang. Syukurlah jika dia suka dengan menu pilihanku.
“Aku belum pernah makan seperti ini di kota tempatku tinggal dulu.”
Pernah sih, cuma versinya lebih sempurna, lebih ke arah hidangan kalangan menengah atas dan dibandrol dengan harga yang sangat tidak manusiawi. Tapi disini, dengan kualitas daging yang sama, aku bisa merasakan makanan kesukaan ku tanpa perlu merogoh kocek terlalu dalam.
“Benarkah? Apa suasana di kota lebih buruk dari folk?”
Pertanyaan yang membuatku membentangkan senyuman. JyRu ini terlalu polos. Mana mungkin dia bisa menebak jika kehidupan kota tidak lebih baik dari Folk? Ah, ada benarnya juga. Kota dan desa memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Dan ketika disini, aku bisa merasakan folk lebih unggul dari kota dalam kategori ketenangan. Hidup di Folk jauh lebih bisa tenang karena suasana yang lebih menyatu dengan alam dibandingkan dengan kota yang selalu sibuk dengan tekanan-tekanan hingga membuat darah mendidih.
“Tidak. Folk dan kota memiliki porsi masing-masing yang berbeda arah.” jawabku tenang penuh kelembutan ketika menyampaikan kepada JyRu. “Apa kamu penasaran dengan kota?”
JyRu mengangkat pandangan. Maniknya terkunci pada manik milikku. Oke, sekarang aku sangat menunggu jawabannya dengan sangat antusias dan semangat. Dia pasti penasaran. Mari berhitung,
Satu,
Dua,
Ti—
“Tidak.”
Ough, shiiit!! Aku sudah berfikir jika dia akan penasaran dan memintaku untuk mengajaknya berkunjung ke kota. Tidak ada harapan dan alasan lagi bagiku meminta izin papa untuk mengunjungi kota. Aku rindu kehidupan lamaku di kota.
“Ke-kenapa?” tanyaku, tiba-tiba berubah kikuk karena salah tebak dan berujung kecewa.
JyRu hanya mencebik, memiringkan kepala ke sisi kanan, lalu mengedikkan bahu singkat.
“Padahal kalau kamu penasaran, aku bisa mengantarmu kesana. Melihat kehidupan kota yang jauh berbeda dengan Folk.”
***
Tidak ingin mendapat masalah, aku mengantar JyRu kembali sebelum jam menunjuk angka delapan. Di tempat yang sama, JyRu memintaku untuk berhenti. Ditempat yang sebenarnya masih meninggalkan beberapa rasa tidak nyaman atas kehadiran sosok hitam yang berusaha menyerang JyRu saat itu.
Bukan takut, aku hanya khawatir jika JyRu tidak tau tentang sosok hitam itu dan hanya aku yang dapat melihatnya. Tapi, semua terasa mustahil karena sosok itu begitu nyata. Ditambah lagi, aku tidak memiliki kemampuan spiritual untuk melihat sosok-sosok seperti itu. Jadi, kemungkinan besar JyRu juga dapat melihatnya.
“Terima kasih untuk hati ini ya, Art.” katanya dengan sebuah senyuman ketika berhasil turun dari motor milikku. Aku membalasnya dengan senyuman tak kalah lebar.
“Pulanglah. Aku akan menunggumu disini sampai kamu sampai dirumah.”
Sumpah. Apa yang terjadi dan aku katakan seperti sebuah Dejavu. Seingatku, setelah aku mengatakan ini, akan muncul sosok hitam yang terbang diudara dan bergerak mendekati JyRu. Ya, seingatku, begitu.
Aku menoleh ke berbagai arah. Memutar 360° untuk mengetahui apa yang akan terjadi setelah ini. Tapi, nihil. Tidak terjadi apapun dan semua itu hanya delusi yang tercipta didalam otak kecil sendiri.
“Kamu pulang saja. Aku—”
“Berjalanlah dulu sampai dirumah. Setelah itu aku pulang.” kekeh ku tak mau di debat. Aku takut delusi ku menjadi nyata.
JyRu mengangguk. Ia mulai berjalan memutar tumit dan menjauh dariku. Aku menatap punggung sempitnya yang semakin menjauhi ku. Semakin menjauh, dan angin mulai bertiup. Dingin, mencekam.
Aku mengerutkan kening. Apa angin ini dulu juga datang sebelum sosok hitam itu hadir?
Otakku berfikir keras. Aku turun dari motor dan bersiap melangkah cepat mendekati JyRu yang sudah beberapa meter diluar jangkauan tanganku.
Otakku masih berfikir keras hingga angin itu bertiup semakin kencang. Pohon-pohon mulai terbawa hingga saling bergesekan. Lalu, disana, di jarak yang masih cukup jauh. Aku mulai menyadarinya.
Ya, aku ingat. Angin ini juga berhembus saat itu. Angin ini juga menjadi ciri-ciri kehadiran sosok hitam yang terbang diudara, malam itu. Dan sialnya aku baru menyadari ketika sosok itu semakin cepat mendekat.
Aku berlari tak kalah cepat untuk menghampiri JyRu. Meraihnya dalam pelukan. Dan tiba-tiba, sesuatu menghantam tubuhku dengan sangat keras hingga aku tidak lagi bisa merasakan apapun pada tubuhku sendiri. Semua seperti mati rasa. Tidak terdengar apapun selain dengung nyaring di gendang telinga, selain suara JyRu yang berusaha menyadarkan aku. Siluetnya masih terlihat meskipun samar dan perlahan memudar.
Aku merasa tubuhku seperti lemah tak ada daya. Semua semakin gelap. Dan aku terlelap. Senyap.[]
...To be continue...
###
Sosok hitam terbang diudara malam hari, kira-kira apa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Kustri
lowo🦇
2023-07-06
0