...Selamat membaca...
...Jangan lupa like, komentar, serta berikan hadiah dan vote jika berkenan 🥰...
...Terima kasih...
...•...
...|JyRu 12|...
Ada sedikit rasa lega menyambangi hatiku setelah bertemu nenek JyRu. Kami sekarang berteman, dan JyRu tidak lagi menjauhiku karena merasa sudah mendapatkan izin. Tapi tetap saja, ada beberapa hal yang masih tidak aku mengerti saat sang nenek berkata berteman dengan JyRu itu sebuah komitmen yang lebih berat dari sebuah ikatan pernikahan. Ini menyangkut hidup dan mati seseorang.
Hidup dan mati seseorang? Siapa yang dimaksud? Aku? Atau JyRu?
Sumpah demi apapun, nenek itu membuatku selalu duduk termenung dengan pikiran kolot yang merajalela tak tentu arah hanya karena memikirkan kalimat tidak jelas itu.
Malam ini, tidak turun hujan. Tidak ada gerimis juga, jadi aku memutuskan untuk duduk di balkon rumah sambil membawa iPad untuk mengerjakan tugas kuliah yang semakin lama . . . semakin membosankan.
Aku kembali teringat akan perbincangan ku bersama Ghea beberapa waktu lalu ketika berteduh. Dia seperti mengetahui sesuatu yang ingin dia katakan padaku, terutama tentang manusia serigala yang selama ini menjadi mitos di Folk dan dipercayai penduduknya. Termasuk dia sendiri yang memercayainya.
Mungkin alasan berita ini yang menjadi JyRu dijauhi di kampus. Oh tunggu, kenapa otakku tiba-tiba terhubung ke JyRu? Mengapa namanya yang muncul ketika aku mengingat ucapan Ghea?
Ah, tidak. Tidak mungkin.
Ya, tidak mungkin.
Ku coba mengalihkan fokus, meninggalkan balkon dan turun ke lantai bawah demi melihat apa yang dilakukan mama dan adik perempuan ku.
Ternyata, mereka sedang menikmati waktu berdua melihat serial Netflix bergenre fantasi yang terlihat seru. Aku ingin bergabung, karena aku tau papa sedang shift malam di rumah sakit.
“Wah, si penunggu lantai atas turun tuh mam.” seru July—adik ku— dengan airmuka seperti melihat makhluk astral yang meninggalkan sarangnya.
Ya, wajar sih karena aku memang jarang menyempatkan diri untuk turun dan bercengkrama dengan mereka berdua. Apalagi ketika ada papa, ada saja yang akan menjadi topik perdebatan kami yang pasti akan berujung berbeda pendapat, bahkan bisa sampai di tahap pertengkaran.
Aku mengunci bibir July dengan ke lima ujung jari yang menyatu dan sedikit ku tarik kedepan, kemudian meraih toples cookies dari pangkuannya, membanting tubuh di sofa yang sama dengan dua princess dirumah ini.
“Art,” tegur mama karena July mulai merengek meminta pembelaan.
Tak mau mengindahkan peringatan mama, bahkan aku juga mendapat cubitan di paha dari July, aku terus mengudap cookies dan menatap lurus ke arah layar televisi sebesar layar bioskop di hadapanku. Melihat film yang memang tidak ada kaitannya dengan dunia nyata dan hanya fiksi itu, tiba-tiba saja aku ingin membuat pembicaraan dengan mama dan July.
“Kenapa kamu suka film kayak gini, sih?” protesku, akan tetapi masih saja menyorot alur cerita film yang disuguhkan oleh salah satu rumah produksi ternama dunia itu.
“Seru tau!” jawab July ketus, lalu aku menatapnya.
“Apa yang bikin seru? Bohongnya?”
Lagi-lagi July mencubit pahaku, dan kali ini serangannya itu begitu mengejutkan. Terasa perih dan begitu menyayat kulit. July memang Gila.
“Udah deh. Kalau Kaka nggak suka, lebih baik kembali saja sana ke sarang kakak. Dari pada bikin ribut disini.” kesal July dengan bibir yang sudah maju seperti bebek.
Aku terkikik mendengar July yang mulai tersulit emosi. Tapi, bukannya pergi, aku semakin ingin tau mengapa mereka—orang-orang yang pandai berimajinasi dan manipulatif— itu menciptakan film ilusi seperti ini? Apa film yang mereka buat, berasal dan bersumber dari dunia nyata? Adakah di dunia nyata? Seperti mitos di Folk ini?
“Mam.” aku mengalihkan pembicaraan kepada mama yang tidak terganggu dengan keributan yang aku dan July buat. Sejak dulu, mama juga suka sekali dengan film ber-genre fantasi seperti ini. Jadi, aku penasaran tentang pendapat mama tentang mitos di Folk.
“Apa?” jawab mama dengan dengusan nafas tidak rela nyaris frustasi. Mungkin mama juga merasa kesal, karena aku juga mengajaknya bicara saat film disana sedang terlalu seru untuk dilewatkan. Seorang Vampir sedang menyelamatkan seorang perempuan—yang sepertinya itu adalah manusia—dari vampir lainnya yang terlihat jahat.
“Mama percaya sama makhluk mitologi?”
Mama mengalihkan atensi padaku, namun tatapan kami sedikit terhalang oleh kepala July yang posisinya berada diantara kami berdua.
“Makhluk mitologi yang seperti apa dulu. Kalau kamu tanya makhluk mitologinya seperti vampir itu, mama tidak seratus persen percaya. Mereka hanya fiksi, ilusi.”
Aku mengambil jeda untuk menarik nafas dan menyusun kalimat. Mama seperti tertarik dengan topik pembicaraan yang aku usung.
“Beberapa waktu lalu, bibi tetangga cerita ke mama tentang mitos di Folk bukan? Tentang manusia serigala itu?” tanyaku tenang sambil meraih dua cookies milik July dari dalam toples lalu memasukkan satu kedalam mulut.
Mama mengambil nafas. “Sebenarnya itu sedikit tidak logis,”
Nah, ini jawaban yang aku mau.
“Tapi,”
Tapi?
“Cerita yang terdengar seperti mitos itu, terasa nyata di pikiran mama.”
Kenapa? Kenapa mama bisa berpendapat demikian padahal kami baru beberapa bulan tinggal disini.
“Terlepas dari benar atau tidaknya, mama tidak mau ambil pusing. Sekarang kita tinggal di Folk, jadi kita harus menghargai apa yang sudah mereka percayai sejak dulu. Apa yang mereka percayai tentang mitos itu yang mungkin saja dulu memang benar-benar ada.” kata mama yang membuatku menarik kesimpulan jika mama sedikit mempercayainya. “Kamu juga harus begitu.”
Aku mengerti maksud mama.
“Kata teman kampus, manusia serigala itu ada dan sekarang hidup diantara kita.”
Mama menoleh dan melihat ke arahku.
“Pasti temanmu suka melihat film fantasi seperti July.” sahut mama sambil menunjuk July yang sedang fokus pada film dengan dagunya.
“July sih, percaya saja Mam. Teman sekolah July juga bilang kalau manusia serigala itu memang ada. Dia masih hidup dan tidak akan bisa mati.”
Dua otak fantasi yang terkontaminasi, aku salah memilih partner bicara.
“Maksudnya, makhluk kekal?” tanya mama pada July, mewakili isi kepalaku.
“Eumm.”Jawab July singkat beserta sebuah anggukan kepala yang terlihat mantap.
Aku berniat menyudahi, tapi mama kembali bicara.
“Kata tetua disini, mereka tinggal jauh dari pemukiman warga. Tidak ingin hidup berbaur bersama manusia dan masih menerapkan hidup kolot.”
Ada rasa kejut bukan main dalam dadaku yang sepertinya sedang membenarkan pendapatku tadi. Tapi, cepat-cepat aku tepis dan aku alihkan dengan pergi kembali ke lantai atas dan menuju ranjang.
Ku tatap langit-langit kamar sembari menerawang apa yang dikatakan mama tadi. Menghubungkan satu persatu kepingan yang seperti puzzle terburai yang ingin di susun agar terpecahkan gambar apa yang sebenarnya sudah ada.
“JyRu . . .” kataku menyebut namanya. Dan bersamaan dengan itu, aku mendengar derit cakar kuku di kaca pintu balkon. Senyuman mengembang dibibirku karena aku tau siapa yang datang. Dia adalah serigala yang selalu menjadi temanku ketika malam tiba, serigala yang ku beri nama JyRu.
Aku bergegas melompat dari atas ranjang dan berlari ke arah pintu, membuka tirai dengan senyuman yang semakin lebar karena memang ada dia disana. JyRu sedang duduk menungguku diluar.
Setelah pintu berhasil terbuka sepenuhnya, aku mendekatinya. Mengusap buku panjang nan halus miliknya. Kemudian menangkup kedua wajahnya yang terlihat bahagia hari ini.
“Kenapa sekarang kamu jarang kesini?”
Bodoh jika aku berharap dia akan bicara dan menjawab pertanyaan ku. Tapi JyRu seperti memberi gelagat dengan gerakan menggeleng kepala sebagai jawaban.
“Ah, tidak kenapa-kenapa ya?” kataku bermonolog. Lalu aku menertawakan diriku sendiri yang terbawa suasana oleh seekor hewan. “Mau masuk?” tanya ku sambil berdiri.
Biasanya, jika aku mengajaknya masuk dia akan mengekor di belakangku dan duduk di dekat pintu balkon bagian dalam sambil melihat semua kegiatan yang aku lakukan.
“Aku bingung akhir-akhir ini.” kataku mulai bercerita.
Selain berteman dengan serigala bernama JyRu ini, aku juga sering menceritakan beberapa hal kepadanya. Dan kali ini, aku ingin menyampaikan apa yang membuatku sedikit terusik dan terbebani.
JyRu menatapku lurus dengan bibir membentuk senyuman dengan lidah menjulur keluar.
“Aku punya teman di kampus. Namanya sama denganmu.” kataku, memulai. “Dan akhir-akhir ini sesuatu yang aneh membuatku ingin tau lebih banyak tentangnya.” lanjutku, lalu berjongkok didepan JyRu dan menyodorkan segenggam biskuit padanya. Dia memakannya dengan lahap, seperti biasanya.
“Kamu tau? Aku seperti di tarik paksa untuk mempercayai mitos di desa ini. Dan otakku terhubung pada temanku itu.” kataku masih setia menyuguhkan biskuit dalam genggamanku didepan JyRu untuk ia santap. “Seperti, ada sesuatu yang membuatku ingin mengorek banyak hal tentangnya.”
JyRu mendongak menatapku. “Termasuk satu hal yang berhubungan dengan mitos Folk yang membuat otakku mengambil kesimpulan jika temanku itu, adalah salah satu bagian dari mitos yang selama ini dipercaya oleh orang-orang disini.” []
###
Mampir juga ke cerita Author yang lainnya ya... ☺️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments