11

...Selamat membaca...

...•...

...|JyRu 11|...

“Jadi, cerita tentang gadis serigala yang bisa mendatangkan hujan hanya dengan dia menangis itu—benar?” tanyaku penasaran dengan jawaban dan pendapat Ghea akan hal ini, mengingat dia adalah penduduk asli Folk.

Yang sama sekali tidak aku duga adalah anggukan kepala Ghea. Gadis ini memercayainya.

Aku tertawa sumbang. Aku bukan orang yang sepenuhnya bisa mempercayai hal seperti itu. Hal diluar nalar yang bisa mengubah cara pandang seseorang kepada sebuah realita.

“Ya.” katanya, lalu dia melihat sekeliling. Menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri seperti menilai suasana. “Dan yang aku dengar dari desas-desus banyak orang, manusia serigala itu sekarang berada dan hidup diantara kita.”

Aku mengerutkan kening. Benarkah?

“Kamu percaya?” sekali lagi aku bertanya, ingin memastikan.

“Ya. Aku percaya.”

Sebuah gelengan kepala aku suguhkan sebagai jawaban ketidak logisan apa yang sedang dipercaya gadis ini. “Kalau begitu, berapa usianya sekarang? Seratus tahun?”

Ghea menatap sejenak ke arah Arthur, kemudian berfikir. “Sepertinya, lebih dari itu.”

Aku semakin gamang, jika makhluk seperti itu hidup di dunia nyata. Apalagi sampai berusia diatas seratus tahun. Mustahil.

“Kalau begitu, seribu tahun?” tanyaku mendebat.

Kami menjadikan sosok manusia serigala menjadi topik ditengah hujan yang semakin serius hingga rumput-rumput tergenang.

“May be. Mama ku pernah cerita, kalau dulu neneknya juga sudah menceritakan itu kepadanya. Berarti, kalau dihitung jumlah usia mama dan neneknya, kemudian dikurangi selisih saja, sudah lebih dari seratus tahun.”

Aku ikut tersenyum. Ternyata cerita ini sudah mendarah daging. Karena penasaran, aku kembali untuk menoleh ke arah dimana JyRu berdiri, tadi. Tapi dia sudah menghilang dan itu membuatku kecewa.

“Memangnya, kamu tidak percaya?” tanya Ghea padaku, mencoba menelisik dari sorot mata yang aku berikan padanya. Aku tersenyum mencoba jujur. Lalu, aku menggeleng.

“Oh wow. Aku pikir kami percaya.”

Aku tertunduk menatap sepatu yang ku kenakan. “Tidak, aku tidak percaya tentang hal itu.”

“Lalu, bagaimana jika aku mengatakan jika aku tau siapa manusia serigala itu.”

Aku menatap Ghea dengan alis sedikit menyatu. Memangnya, manusia serigala itu menunjukkan jati dirinya didepan manusia seperti Ghea? Apa tidak terlalu beresiko? Apa tidak memiliki konsekuensi dari tindakan itu?

“Maksudmu?” tanyaku masih saja membangun tinggi benteng pertahanan untuk tidak memercayai hal-hal berbau mitos seperti itu.

“Bagaimana, kalau aku memberitahu kak Arthur, jika aku tau siapa manusia serigala itu?”

Aku semakin tertantang. “Memangnya, siapa?”

Petir menyambar, seolah memperingatkan kami untuk tidak lagi membahas tentang mitos manusia serigala itu. Aku juga khawatir akan keselamatan Ghea jika gadis itu nekat memberitahu ku siapa sosok yang ia maksud itu.

“Ah, baiklah. Cukup.” kataku menyudahi ketika pikiran buruk sudah berkelindang di kepala ku. Aku bersungguh-sungguh akan ucapan tentang rasa khawatir kepada Ghea. “Aku akan berusaha percaya mulai sekarang.”

Setelah mengatakan itu, topik pembicaraan kami berubah. Hujan juga sudah mulai berhenti setelah hampir satu jam mengguyur bumi Folk. Ah, lagi-lagi aku tidak bisa mengelak isi otakku tentang bagaimana anehnya desa ini.

Setelah reda, aku meminta izin kepada Ghea untuk urusan toilet dan mempersilahkan dia untuk pergi lebih dulu. Untung saja Ghea menuruti ucapanku lantas pamit. Sedangkan aku, berbalik arah menuju salah satu bangunan dan mencari toilet.

Tak butuh waktu berjam-jam, aku sudah menyelesaikan urusan ku dan kembali berjalan melewati koridor, yang tanpa aku duga, aku melihat sosok JyRu sedang berjalan di jarak yang tidak terlalu jauh dari ku berada.

Ku percepat langkah agar langkah JyRu terkejar olehku. Lalu, sesampainya di dekatnya dengan langkah yang sudah sejajar, aku menyapanya dengan kata, “Hai.”

Dia menoleh, menatap tak ramah kepadaku tanpa berniat membalas sapaan yang aku layangkan untuknya.

“Gimana kabar kamu?”

JyRu tetap diam, tapi aku juga tidak akan menyerah dan hanya tinggal diam begitu saja diabaikan. “Hari ini aku izin satu mata kuliah. Badanku agak kurang sehat.” JyRu terpancing, tapi hanya menoleh sebentar lantas kembali acuh.

Aku ingin membahas sedikit tentang malam itu.

“Aku, ingin bicara denganmu.”

JyRu menghentikan langkah. Tatapannya berubah nanar, dan tangannya terlihat mengepal.

“Malam itu, apa nenekmu memarahimu setelah melihat dirimu bersamaku?”

Dia menggeleng.

“Lalu, mengapa kamu menjauhiku.”

“Aku sudah memberitahu alasannya padamu.”

“Tapi itu tidak masuk akal untukku. Aku tidak tau masalah apa yang bisa membuatku sampai bisa terlibat masalah seperti yang kamu katakan.” cecarku berusaha mencari titik terang untuk alasan kurang logis yang dikatakan JyRu padaku tempo hari.

“Jika kamu tidak percaya, cukup dengarkan aku.” ketus JyRu lalu bergerak memacu langkah berniat meninggalkan aku. Tapi, aku tidak akan melepasnya kali ini. Aku butuh penjelasan. Semua terasa janggal, apalagi sosok hitam terbang itu. Aku perlu tau.

“Lalu, apa sosok hitam yang terbang dan hendak menyerangmu malam itu?”

Pertanyaanku sukses menghentikan langkah JyRu yang semula menjauh dariku. Ia membalik badannya, kemudian menatap takut mendengar aku membahas sosok tersebut.

Perlahan, aku mendekat. Ku tatap lembut sorot mata oranye indah itu, kemudian ku sematkan sebuah rasa nyaman agar dia percaya dan mau bercerita padaku.

“Aku, hanya tidak ingin sesuatu buruk terjadi padamu. Aku ingin melindungi mu, setidaknya sebagai seorang teman yang berguna.”

Dia menatap sedih ke arahku. Pupil matanya bergetar, dia terlihat akan menangis. Dan tiba-tiba langit kembali mendung. Aku menatap langit sejenak, kemudian menatap JyRu sedikit iba.

“Aku tidak akan kenapa-kenapa. Jadi, bagi beban mu padaku.” kataku meyakinkan. “Percayalah padaku.”

***

Kata Jyru, aku harus bertemu neneknya dan bicara empat mata agar Jyru bisa berteman denganku. Dan JyRu tidak memaksaku, semua terserah kepadaku.

Disinilah aku berada sekarang. Disebuah rumah yang letaknya sedikit masuk kedalam hutan, tanpa tetangga, dan hanya menggunakan lampu minyak sebagai penerangan. Aku memutuskan untuk datang, karena aku benar-benar ingin berteman dengan JyRu.

Aku mengerutkan kening ketika menyadari keadaan ekonomi mereka yang bisa dibilang, tidak layak di era digital seperti saat ini.ingkin ini adalah salah satu alasan kolot sang nenek melarang JyRu menggunakan ponsel. Wanita tua itu takut jika JyRu terkontaminasi oleh kehidupan modern, dan salah pergaulan. Aku menghargai keteguhan sang nenek mempertahankan prinsip. Tapi itu masih terasa aneh dan tidak masuk akal untukku.

Suasana langit hutan sedikit berkabut. Pohon-pohon besar menjulang tak terlihat ujungnya, tertutup kabut asap yang lumayan tebal. Hingga JyRu membawaku duduk di ruang utama rumah yang berdinding kayu itu. Nuansanya sedikit menakutkan, tapi aku terus berusaha percaya kepada JyRu, jika dia dan neneknya adalah orang baik.

“Tidak perlu takut.” katanya, seperti bisa membaca isi kepala ku.

Aku mengangguk.

“Tunggu sebentar. Aku akan memanggil nenek di dalam.”

Sekali lagi aku mengangguk dan memperhatikan JyRu menghilang dibalik tirai yang memisahkan ruang tamu dengan ruangan lainnya yang ada didalam sana.

Setelah menunggu beberapa saat, JyRu dan nenek yang aku lihat malam itu muncul dari balik tirai. Si nenek menatap lurus dan tajam padaku sampai aku merasa bergidik ngeri. Selama hidupku, belum pernah aku mendapat tatapan seperti ini.

Buru-buru aku berdiri dan membungkuk hormat. Lalu kembali duduk setelah nenek JyRu duduk di kursi seberang.

Suasana berubah canggung dan sedikit suram. Nyaliku yang tadinya menggebu, perlahan surut.

“Jadi, kamu yang mengantar cucuku pulang malam itu?” suara khas sedikit bergetar itu menyapa pendengaran ku. Aku terkesiap hingga menegakkan punggung.

“Iya, nek.”

“Dan kamu nekat datang kesini karena ingin berteman dengan cucu ku?”

Jantungku berdegup kencang. “Iya.”

“Siapa namamu?”

“Arthur.”

Nenek mengerut kan kening ketika mendengar namaku. Nenek yang tidak ku ketahui namanya itu diam sejenak. Ia kembali menilai ku dengan tatapan tajamnya yang menurutku, menakutkan.

“Kamu harus menjaganya dan tidak boleh melanggar pantangan orang jaman dahulu.”

Pantangan? Orang jaman dahulu? Apa itu? Aku sama sekali tidak tau.

“Y-ya?”

“Jangan pernah melanggar norma hidup dengan berhubungan badan diluar nikah. Kamu akan menyesal jika melakukan itu kepada cucuku.” sahut nenek cepat.

Oh wow. Aku terkejut akan hal itu. Bagaimana bisa seorang teman akan menidu-ri temannya tanpa rasa cinta? Benar itu sering terjadi di jaman sekarang, tapi itu terlalu berlebihan. Insting nenek terlalu jauh.

Aku melirik JyRu, dia terlihat gusar. Jemarinya meremas ujung pakaiannya.

“Ingat satu hal.” kalimat itu menarik penuh atensi ku untuk menatap dan mendengarkan nenek dengan seksama. “Berteman dengan cucuku, adalah satu komitmen yang lebih berat dari sebuah ikatan pernikahan. Ini menyangkut hidup dan mati seseorang.” []

Terpopuler

Comments

Kustri

Kustri

walah😫

2023-07-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!