Senyuman di wajah Andara hilang dan digantikan dengan ekspresi kesalnya. Andara kesal karena ekspresi dan pertanyaan dari Roy yang seolah tidak mempercayainya. Padahal Andara sudah berusaha untuk menenangkan diri dan berkata seperti itu pada Roy.
Gadis cantik itu memalingkan wajahnya dari Roy, terdiam dengan wajah yang kesal.
"Hei, kenapa? " tanya Roy tidak mengerti. Tapi Andara tidak meresponnya.
"Aku salah bicara? " Roy sudah mulai tampak tidak tenang, tangannya terulur menyentuh bahu Andara.
"Dara... "
Andara menatapnya tajam. "Pikir saja sendiri!" Lalu Andara berdiri sambil menghentakkan kakinya.
Roy mengacak-acak rambutnya karena merasa pusing sendiri. "Aku tidak bisa berpikir. Rasanya masalah ini sudah memenuhi isi kepalaku. Salahkah kalau aku bertanya? "
Andara menarik nafas dan membuangnya perlahan sambil memejamkan matanya. Walaupun pertanyaan dan ekspresi Roy sangat membuatnya jengkel, tapi ia harus sadar bahwa keadaan Roy saat ini tidak baik-baik saja.
Andara kembali duduk dan menepuk bahu Roy yang menunduk sambil memegangi kepala. Roy mengangkat kepalanya dan menatap Andara dengan bingung.
"Maaf, " ucap Andara lalu tersenyum walaupun merasa canggung. Dirinya merasa tak enak hati.
Roy masih diam, terlihat sekali bahwa pemuda itu merasa pusing dengan keadaan itu. Roy masih tampak menunggu Andara untuk melanjutkan ucapan nya.
"Sesuatu yang tidak kusangka ini membuatku merasa kalau aku yang paling menyedihkan disini. Aku seharusnya tetap sadar bahwa kamu juga merasakan hal yang sama. Sekali lagi, aku minta maaf atas sikapku barusan. "
Roy menghembuskan nafas lega dan tersenyum tipis. "Ya, seperti kamu, akupun tidak masalah. Aku tau kamu pasti merasa kecewa, walaupun aku tidak sepenuhnya mengerti dengan pikiran dan perasaan mu. Aku sangat berterima kasih padamu. Entah apa jadinya jika kamu menolak menikah dengan ku. "
Ucapan terkahir Roy entah kenapa sedikit mengganjal di hati Andara. Kata 'Menikah dengan ku' seakan berputar di kepalanya.
"Ada apa? " tanya Roy karena melihat Andara yang melamun.
"Hem? Tidak ada. "
Mereka terdiam lagi dengan tatapan yang sama-sama kearah depan.
"Dara... "
"Apa? "
"Kenapa kamu mau menikah dengan ku? "
"Hah? Apa aku harus menolak? "
"Eh? E-itu... "
"Aku juga masih punya perasaan. Aku juga memiliki seorang nenek, sama seperti mu. Kesehatan nya juga tidak bisa lagi dikatakan baik. Apa jadinya, jika yang ada di posisi Oma Idina adalah Oma ku sendiri? " Andara menatap Roy yang terlihat faham dengan maksudnya.
"Jadi karena itu. "
"Bukan hanya itu. "
Roy tampak penasaran. "Karena apa lagi?"
"Karena kita memiliki persamaan. Walaupun aku tidak menjelaskannya, aku yakin kamu mengerti. "
"Ya, aku tau. "
"Setelah ku pikir, mungkin memang lebih baik kalau aku yang menjadi istrimu. " Andara melihat wajah Roy yang kebingungan.
"Jangan salah faham dulu. Kita saling mengenal dan memiliki hubungan yang sama. Aku rasa, kita bisa lebih saling mengerti. Daripada kita menikah dengan orang lain, apa jadinya jika hubungan dengan pasangan kita masing-masing, diketahui oleh keluarga kita? "
"Oh." Andara menatap Roy dengan tatapan aneh karena reaksinya itu.
"Oh? " Batin Andara.
Andara membuangnya nafas panjang."Aku memang terkejut, tapi aku masih bisa menerima semuanya. Yang membuatku bingung adalah, bagaimana dengan kelanjutannya dan bagaimana dengan mereka? Apa yang bisa aku jelaskan pada Karin sementara aku juga tidak ingin mengecewakan keluarga ku. " Tatapan Andara terlihat sedih.
"Aku juga sama. " Mereka pun menunduk dan terdiam.
"Mungkin kita bisa menghadapinya nanti. Sekarang kita ikuti saja dulu alurnya seperti apa. Aku tidak ingin mengacau, apalagi melihat kondisi Oma Idina saat ini. "
Roy tersenyum. "Terima kasih. Kamu memang gadis yang baik. Kamu menyayangi Oma ku dengan tulus.Oma memang tidak salah telah memilihmu untuk ku. "
Andara menatapnya dengan aneh. "Eee... Kenapa sekarang jadi terkesan bersyukur? "
.
.
.
Pagi harinya, mereka terbangun bersama seperti hari kemarin. Mereka merapikan kamar itu bersama-sama dan bergantian untuk menggunakan kamar mandi.
Roy kembali ingin menemani neneknya sementara Andara memilih untuk menghabiskan waktu bersama ibu dan mertuanya. Karena Roy sepertinya hanya ingin berdua saja dengan neneknya.
Tuan Scott memiliki jadwal bersama Tuan Guzov. Mereka meninggalkan rumah itu sejak pagi hari, bahkan sebelum Roy dan Andara turun dari kamar.
Oma Claudy dan kedua kakak Roy lebih memilih untuk berkumpul bersama Andara. Mereka terlihat sangat akrab walaupun baru sehari bertemu.
.
.
.
Jakarta...
Karin merasa pikiran nya tidak tenang. Dirinya sendiri pun tidak mengerti apa yang membuatnya seperti itu.
Karin merindukan Andara, namun ia tak ingin mengganggu kebersamaan Andara bersama orang tuanya. Jadi Karin dan Andara sama sekali tidak pernah saling bertukar kabar. Karin sengaja melakukan itu agar Andara dan keluarganya merasa tenang.
"Sebaiknya aku pergi. Lagipula, ini sudah lebih dari satu minggu aku tidak menjenguknya. "
Siang itu Karin bersiap-siap untuk pergi ke suatu tempat. Gadis itu berpamitan pada para karyawan nya. Namun saat dia berjalan keluar dari cafe, Rika datang ke cafe itu untuk beristirahat.
"Kamu mau kemana? "
"Aku mau pergi."
Rika berdecak. "Iya, pergi kemana? "
Karin membuang nafas panjang. "Menjenguk seseorang. "
Rika memicingkan matanya. "Siapa yang sakit? Lagian itu ekspresi nya kok seperti itu? "
Karin menatapnya datar. "Lalu, harus seperti apa? "
"Ih... Santai lah. Gak usah ngambek. Kalo mau pergi, kenapa gak sama aku aja nanti sore. Biar aku temenin kamu jenguk dia. "
"Gak usah. Lagipula, akan berbahaya kalau kamu ikut. "
"Bahaya? " Rika mengerutkan alisnya. "Memangnya kamu mau jenguk siapa sih? "
Karin tersenyum tipis. "Kakakku."
"Hah? Kakak? Kamu gak pernah cerita kalau kamu punya kakak. "
"Kamu gak pernah nanya. "
"Aku ikut, ya? Aku mau kenalan sama kakakmu. "
"Kapan-kapan aja. Lagipula, kamu kan masih ada jam kerja. "
"Kalau gitu nanti sore. "
"Aku mau pergi sekarang. " Karin berjalan meninggalkan Rika yang tampak kesal dan kebingungan.
"Ih, Karin... "
.
.
.
Karin turun dari Taxi di depan sebuah bangunan putih yang besar. Gadis itu berdiri sejenak sambil melihat bangunan itu. Karin membuang nafas panjang sebelum melangkah memasuki area rumah sakit jiwa.
Langkah demi langkah seolah ia hitung. Gadis itu berjalan didampingi seorang perawat. Mereka berjalan menuju sebuah ruangan yang sama setiap kali Karin datang ke sana.
Perawat membukakan pintu ruangan yang berukuran tiga kali tiga meter itu. Di dalamnya tampak duduk termenung seorang perempuan dengan penampilan yang berantakan.
Perempuan itu masih saja terdiam saat Karin sudah berjalan mendekatinya. Perawat mengawasi Karin dari belakang. Menjaga agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
"Kakak," sapa Karin pada perempuan itu, namun perempuan itu tidak merespon.
"Karin datang. Kakak apa kabar? "
Perempuan itu menoleh pada Karin yang tersenyum. Tatapan perempuan itu terlihat kurang bersahabat, namun tidak membuat Karin merasa gentar.
Karin pelan-pelan duduk di sampingnya. Mereka duduk bersama seperti biasanya saat setiap kali Karin datang ke sana.
"Kak, bagaimana perasaanmu? Apa kamu sudah merasa lebih baik? Aku sedang merasa tidak tenang. Aku tidak tau kenapa aku merasa seperti itu. " Karin bercerita seolah perempuan di sampingnya menjadi pendengar baiknya.
"Kak Yuki... "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ𝐌𝐀⃝🥀𝐗&VIVY🧸ᴼᴺᴼᶠᶠ
semoga acara pernikahan nya bisa berjalan lncar.. wajar roy sayang sm oma nya krena oma nya yg sllu ada untk roy
2023-04-05
2
🍁𝕬𝖓𝖉𝖎𝖓𝖎•𖣤᭄æ⃝᷍𝖒❣️HIAT
mungkin roy agak kaget jg jadi rasanya gk percaya
2023-04-05
2
⍣⃝𝐦𝐫.𝐚𝐮𝐥𝐢𝐚𝐧এ⑅⃝ⁿᶦⁿᵃ
karna kamu gk percaya sama andara roy. harus kamu peracaya kalo andara bersedia
2023-04-05
3