Dua orang manusia berbeda gender sedang duduk bersama dalam sebuah kamar. Mereka tertawa sampai membuat bergoyang kasur yang sedang mmereka duduki.
"Hahahaha... Yang ini terlihat lebih lucu," tawa Andara saat melihat foto masa kecil nya yang berlumuran coklat. Wajah mungil di foto itu terlihat menggemaskan.
Pemuda yang duduk bersebelahan dengan nya ikut tertawa sampai terbahak-bahak. Kemudian mereka membuka halaman selanjutnya dari album foto itu dan kembali tertawa sampai mereka merasa perut mereka sakit.
"Haduh... Perutku sakit. Lihatnya nanti lagi saja." Mereka pun menutup buku itu dan sama-sama merebahkan diri di atas kasur. Mereka sama-sama menatap langit-langit kamar. Mereka terdiam cukup lama dalam posisi itu.
"Haah... Aku bersyukur kamu datang. Aku menjadi tidak kesepian. Aku jadi merasa tidak seperti orang asing."
Andara menatap pemuda itu dengan heran. "Heh? Bagaimana kamu bisa merasa asing saat kamu berada di rumah mu sendiri?"
"Aku tidak tau. Hanya Oma ku yang bisa membuatku tidak merasa seperti itu. Tapi sekarang Oma ku sedang sakit."
Andara menghela nafas pelan."Roy, anggap saja aku Angel seperti dulu. Walaupun aku kurang ingat dengan masa kecil kita."
Mereka saling bertatapan dalam diam.
"Ya. Mungkin karena kamu memiliki banyak teman, makanya kenangan ketika kita masih kecil tidak kamu ingat. Tidak seperti aku yang tidak memiliki teman. "
Andara mengubah posisi nya menjadi duduk bersila di hadapan Roy. "Hei, kenapa kedengarannya kamu jadi berkecil hati begitu? Padahal kamu juga tidak ingat aku ini siapa." Andara tertawa pelan tapi ia segera menghentikan tawanya saat dirasa suasana hati Roy tidak baik-baik saja.
"Sudahlah, yang penting sekarang aku menjadi temanmu. Jangan terlalu memikirkan orang lain yang tidak menganggap baik dirimu. Kalau kamu terus merendahkan diri mu sendiri, yang ada mereka akan terus mengucilkan mu. Tidak peduli bagaimana tingginya posisi orang tuamu. Aku juga heran, kenapa mereka seperti itu? Apa juga alasannya sehingga mereka tidak menyukaimu." Roy hanya terdiam tanpa mengalihkan pandangannya dari langit-langit kamar.
"Ya. Walaupun kenyataannya sulit untuk aku percaya diri dengan keadaan ini, tapi aku harus bangkit agar mereka tidak meremehkan ku. Lagipula, bukan mereka yang menghidupi ku. Keluarga ku lah yang mencukupi kebutuhan ku." Kemudian Roy ikut duduk bersila seperti Andara.
"Nah, itu kamu bisa berpikir begitu."
"Tapi susah. Rasanya, kata-kata dan tatapan mereka selalu saja terngiang-ngiang dan seolah menjadi beban berat ketika aku melangkah."
"Abaikan saja. Aku juga terkadang menerima perlakuan seperti itu."
Roy menatapnya tak percaya. "Benarkah? Sepertinya aku tidak bisa percaya. Kamu jangan berbohong walaupun untuk menghibur ku."
"Ish kamu ini. Mana ada aku bohong. " Roy mengedikkan bahunya dan melihat ke sekeliling kamarnya.
"Apa mereka tidak mengenal siapa kamu? Bagaimana bisa, orang yang memiliki rumah seperti istana begini terkena bullying? Apa tidak lebih baik kalau mereka menjadi temanmu? Kan pasti dapat untung juga." Andara tertawa di akhir kata-katanya.
Roy kembali menatap Andara. "Aku tidak tau. Tapi kebanyakan dari teman kuliahku tidak tau aku siapa, seperti kamu. Aku berlindung pada orang tuaku disini dan aku berlindung pada Thanit dari mereka di sana. Sepertinya, aku tidak pernah mendapatkan teman yang benar-benar tulus."
"Ryan dan Joko?"
Roy tampak berpikir. "Hem... Sepertinya mereka menjadi teman pertamaku yang benar-benar tulus."
Andara merangkul pundak Roy dan tersenyum menghiburnya. "Sekarang tambahkan juga aku dalam daftar teman baikmu."
"Bisakah? Sementara kamu sendiri tau bagaimana sengitnya persaingan antara Karin dan Thanit. "
"Hihi... Iya juga. Tapi kan kita tidak usah ikut bersaing. Lagipula, aku tidak pernah menganggap mu sebagai musuhku. Walaupun aku mendampingi Karin,tapi aku tidak pernah ikut bersaing."
"Benar juga. Sejak kita masuk ke kost itu, sebenarnya kita tidak pernah bermusuhan."
Andara melepaskan tangannya dari pundak Roy dan mengangkat jari kelingkingnya. "Apa?" tanya Roy tak mengerti.
"Ish... Lakukan hal yang sama seperti ku dan ini akan menjadi awal pertemanan kita."
Roy menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Andara yang sudah terangkat dari tadi. Mereka saling tersenyum dan akhirnya tertawa bersama.
"Mari kita main game. Aku lama-lama bosan," ajak Andara pada Roy dan mereka pun bermain game bersama di ponsel mereka masing-masing.
.
.
.
Masih di rumah yang sama, dua orang pria dewasa saling berhadapan dalam sebuah ruangan khusus. Tatapan mereka terlihat serius. Salah satu dari mereka bahkan tampak sangat tegang.
"Apakah keputusan mu sudah bulat? Jangan sampai terjadi penyesalan di akhir, mengingat usia Clarence yang terbilang masih muda."
"Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus membiarkan dia terjebak lebih lama dalam jalannya yang salah? Bukankah lebih baik kalau aku menikahkan dia walaupun usianya masih muda? Bukankah kamu juga merasakan hal yang sama, Guzov?"
"Tentu saja. Aku juga menghawatirkan putriku. Bagaimana mungkin aku bisa rela melihat anak semata wayangku menjalani hidup dengan mencintai sesama jenis? "
"Maka dari itu, lebih baik kita lanjutkan saja. Kita juga sudah berhasil membuat mereka datang dalam waktu yang bersamaan. Yang penting kamu bersedia untuk menikahkan putrimu dengan Clarence. Walaupun putraku tidak sempurna, tapi dia adalah pemuda yang baik."
"Bukankah aku juga seharusnya mengatakan hal yang sama dengan mu? Putriku juga bukanlah gadis yang sempurna. Aku bersyukur kalau kamu mau menerimanya menjadi menantumu. Tapi aku masih khawatir, apakah mereka mau mengikuti keinginan kita, Scott?"
"Aku yakin Clarence tidak akan menolak, apalagi kalau Oma nya yang meminta. Terlebih lagi, ibuku menjadi drop begitu karena mendengar kabar tentang Clarence, walaupun Clarence tidak mengetahui hal itu. Ibuku sudah tidak bisa diobati, Guzov. Aku takut terjadi sesuatu padanya kalau membiarkan ini terjadi lebih lama. Aku sampai pergi meninggalkan rumah ini saat mencari informasi tentang Clarence agar ibuku tidak mendengar kabar yang bisa saja membuat kondisi nya lebih buruk." Tuan Scott terlihat mengusap matanya.
"Tapi, bagaimana selanjutnya setelah mereka menikah? "
"Kita bisa pikirkan sambil berjalan, yang penting kita harus kompak. Kita lakukan semampu kita dulu. Bukankah kita hanya ingin memberikan yang terbaik? Ini salah satu cara kita untuk meluruskan jalan mereka. Kita harus yakin bahwa mereka bisa melalui ini."
Tuan Guzov menghembuskan nafas panjang."Ya. Aku percaya padamu, Scott."
"Terima kasih. Terima kasih atas kesediaan mu untuk menerima putraku. Aku sangat bersyukur."
"Aku juga turut berterima kasih, Scott."
"Sekarang, kita harus menyampaikan rencana kita ini pada yang lainnya. Kita harus melakukan ini bersama agar semua yang kita harapkan bisa berjalan dengan lancar."
"Ya. Mari kita jalankan."
.
.
.
Malam semakin larut sementara Andara dan Roy masih berada di ruangan yang sama. Mereka tertidur setelah kelelahan bermain game. Orang tua Andara sedikit bingung ketika melihat kedua orang itu tidur berdekatan di atas kasur yang sama. Mereka berdebat antara harus membangunkan atau hanya membiarkan dua orang itu tidur disana.
"Biarkan saja. Lagipula tidak akan terjadi apa-apa pada mereka," ucap Tuan Guzov mencoba mengakhiri perdebatan.
"Tapi mereka berbeda gender dan terlebih lagi, mereka itu sudah besar," ucap Sintya masih terlihat khawatir.
"Apa kamu tidak ingat bagaimana mereka? Biarpun anak kita tidak memakai sehelai pakaian pun, aku tidak yakin mereka bisa melakukan hal seperti itu," ucap Tuan Guzov dengan entengnya. Istrinya menghadiahinya pukulan di lengannya karena ucapannya itu.
"Memang benar,kan? Scott dan Diana saja sepertinya tidak mempermasalahkan hal itu. Buktinya mereka membiarkan mereka tidur bersama, padahal tadi mereka dari sini juga."
"Iya, anak mereka itu kan laki-laki."
"Ck, sudahlah. Tidak masalah jika terjadi apa-apa, mereka juga akan kita nikahkan besok." Lalu Tuan Guzov pergi setelah mengucapkan itu.
Sintya hanya melongo melihat suaminya yang berlalu begitu saja. Dia tak habis pikir dengan pikiran suaminya. "Apakah dia sudah sangat frustasi dengan apa yang dilakukan anaknya? Hah... " Sintya melihat Andara dan Roy lalu menutup pintu kamar itu dan berlalu pergi dari sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
✨¥ulia∆rz
ikutan gedeg juga sama pemikiran si papa
2023-06-14
0
🍁ʀͬαͥɪᷤʂᷜαͥ❣️
wah orang tuanya pada mau jodohin dara sama roy yah
2023-04-05
1
☠ᵏᵋᶜᶟ𝐀⃝🥀𝐒𝐇𝐀ᶠᴬ🤎🔵
ya siapa tahu mereka bisa kembali pada kodrat mereka masing-masing, dan saling mencintai
2023-04-05
1