Kevin datang dengan membawa nampan berisi minuman yang dipesan oleh Davina tadi. Ia menyuguhkan minuman tersebut sendiri tanpa menyuruh pelayan lainnya.
“Wah, Om Kevin tahu saja kalau aku kehausan.” Boy langsung mengambil lemonade dingin dari nampan sebelum Kevin sempat menyajikannya di meja dan langsung meneguknya hingga setengah gelas.
“Heh, jangan main serobot saja, itu minumanku. Tuh kamu sudah kuberi kopi tau.” Davina hendak menepuk lengan Boy yang duduk di seberangnya.
“Ah ini kelihatan lebih seger dari pada kopi, kamu saja yang minum kopi,” sungut Boy memundurkan tubuhnya agar tak kena pukulan maut dari gadis tomboi tersebut.
“Sudah tak usah bertengkar, nanti aku buatkan lemonade lagi untuk kamu.” Kevin menengahi perebutan minuman di antara kedua remaja yang satu tengil dan yang satu tomboi.
“Tak perlu, Om. Biar kopinya buat Riris saja, tapi Riris minta es batu yah buat minum kopinya,” ucap Riris segera meminta kopi tersebut.
“Ya sudah kalau begitu, aku ambilkan dulu es batunya.” Kevin berlalu menuju tempatnya untuk mengambil es batu.
“Ini es batunya, kalau mau ditukar dengan lemonade juga gak apa-apa, nanti aku buatkan.” Kevin kembali meletakkan es batu di dalam gelas di meja depan Riris.
“Makasih yah, Om. Ini juga cukup kok,” sahut Riris sopan.
“Kamu sih rese banget,” sungut Davina pada Boy, tapi Boy malah meledek dengan menjulurkan lidahnya pada Davina.
“Kalian itu hobinya membuat ramai yah, tak bisa tenang sedikit jika kalian sudah berkumpul seperti ini,” protes Satria yang datang membawakan makanan yang dipesan oleh Davina menggunakan troli makanan.
“Akhirnya makananku datang juga.” Davina mengusap telapak tangannya menunggu makanannya disajikan.
Mata Riris tak berhenti menatap wajah tampan dari kepala koki yang sangat dingin tersebut. Ia memang menyukai Satria, tapi Satria selalu saja mengatakan jika Riris masih kecil.
“Makan yang tenang, jangan buat ramai terus, suara kalian sampai ke dapur.” Kevin menyajikan makanannya di atas meja satu persatu, dan saat meletakkan piring di hadapan Riris, tangan mereka saling menyentuh dan pandangan mereka saling bertemu.
“Terima kasih, Mas Satria,” ucap Riris dengan suara lembut dan senyum manisnya, Riris memang gadis feminin tapi ia juga tergolong gadis yang sedikit somplak karena terbawa oleh teman-teman lainnya.
“Sama-sama, silakan nikmati makanan kalian tanpa kegaduhan,” sahut Satria dengan nada dingin, ia kemudian kembali berjalan menuju dapur. Riris hanya mampu menatap kepergian pria yang menurutnya sangat tampan tersebut melalui punggungnya dengan wajah sendu.
“Kalau suka kenapa tak diperjuangin?” celetuk Davina yang sudah menikmati makanannya.
“Aku masih anak-anak dimatanya,” sahut Riris kemudian menyantap makanannya.
“Mm, ini enak loh, menu baru yah? Namanya apa?” sela Boy bertanya makanan yang sedang ia nikmati, ia sengaja menyela karena tak ingin sahabatnya itu terlalu meratapi kegundahannya, Boy sangat tahu bagaimana sahabatnya menyukai chef kaku bak kanebo kering itu.
“Gak tahu menu baru atau memang dibuat untuk makan anak-anak Cafe, tapi kata Tante Ana ini namanya nasi liwet,” sahut Davina yang mengerti dari pengalihan Boy.
Mereka makan dengan saling bercanda dan berisik tanpa mengindahkan peringatan dari Satria.
“Kalian mau tetap di sini atau mau langsung pulang?” tanya Davina yang membereskan piring bekasnya dan juga teman-temannya makan.
"Sebentar lagi kita pulang, kalau kamu mau lanjut kerja yah kerja ajah, gak kita ganggu juga kok,” sahut Boy menyeletuk membuat Davina menggetok kepalanya karena kebetulan ia sedang berdiri di samping Boy hendak berjalan menuju dapur.
“Aw! Dasar cewek jadi-jadian,” pekik Boy memegang kepalanya membuat Dan dan Riris terkekeh.
“Makanya, sama anak bos jangan macam-macam, kena getok juga kan akhirnya,” celetuk Dan yang masih terkekeh.
Davina mengganti pakaiannya dengan seragam Cafe dan menutup rambutnya menggunakan slayer hitam miliknya, sedangkan rambutnya ia kuncir kuda terlebih dulu sebelum memakai slayer. Ia mencuci piring yang tadi bekas dirinya dan juga teman-temannya dengan lincah tanpa kesulitan sedikit pun karena sudah terbiasa. Setelahnya ia melanjutkan untuk mengantarkan pesanan customernya.
"Hei, Gadis tomboi. Antar ini ke meja nomor dua belas,” titah Santri yang baru selesai menyiapkan pesanan untuk meja nomor dua belas.
“Siap, Chef kanebo kering.” Davina berdiri tegap dengan meletakkan telapak tangan kanannya di dahinya bergaya hormat, para chef dan pelayan lainnya yang mendengar dan melihat terkekeh, tapi tak berani dengan suara.
Ia lalu membawa nampan berisi makanan menuju meja barista untuk mengambil minuman pesanan untuk meja nomor dua belas terlebih dulu.
“Om, minuman untuk meja nomor dua belas sudah siap belum?” tanya Davina meletakkan nampan di atas meja barista.
“Sudah kok, ini.” Kevin meletakkan minuman tersebut di atas nampan.
Davina membawa nampan itu kembali dan membawanya ke meja nomor dua belas. Ada seorang pria yang sedang sibuk dengan laptonya yang duduk di bangku meja nomor dua belas tersebut. Davina langsung segera menyajikan pesanannya tersebut di atas meja.
“Mas, pesanannya, silakan dinikmati,” ucap Davina ramah.
“Terima kasih,” sahut pria tersebut tanpa menoleh pada Davina.
‘Kok jadi mirip Mas Satria yah, hehe,’ batin Davina terkekeh kala mendapat customer yang terlihat kaku kayak Satria.
Davina melanjutkan kembali pekerjaannya hingga sore menjelang. Sore hari sahabatnya berpamitan untuk pulang.
“Sampai ketemu di kampus yah, kamu antar Riris ke rumah dengan selamat loh, awas saja kalau dituruni di tengah jalan, tuh kepala nanti benjol sepuluh besok,” ucap Davina mengancam Boy agar ia mengantar sepupunya itu sampai ke rumah.
“Iya bawel. Dasar cewek jadi-jadian,” rutuk Boy.
Boy, Dan dan Riris pergi setelah berpamitan pada Davina, Ashana dan juga Kevin. Saat keluar dari Cafe, Boy tak lupa menggoda Putri kembali membuat Dan harus menarik tas yang dikenakannya. Davina kembali ke dapur setelah sahabatnya pergi.
Davina sibuk hingga jam tutup Cafe sekitar jam delapan malam.
“Aaah lelahnya.” Davina mengangkat tangannya ke atas untuk meregangkan ototnya yang terasa pegal.
“Mau pulang bareng Tante apa mau pulang sendiri?” tanya Ashana yang sedang membereskan uang dari laci kasir.
“Pulang sama Tante saja deh, aku lelah sekali sampai malas untuk mengganti pakaian,” ucap Davina yang meletakkan kepalanya di atas meja di sebelah meja kasir.
“Ya sudah tak perlu ganti, pulang langsung dicuci biar besok pagi bisa dipakai lagi,” sahut Ashana.
“Sudah siap?” tanya Rean yang baru keluar dari ruangannya.
“Hm, sudah. Kita antar Princes pulang dulu tapi,” sahut Ashana melirik pada Davina.
“Oke.”
Davina, Ashana dan Rean pulang setelah semua karyawan pulang. Rean menuju parkiran mobil sedangkan Ashana mengunci pintu Cafe. Setelah Rean tiba mereka pun masuk ke dalam mobil.
Mobil berjalan membelah jalanan malam yang sangat ramai. Sekitar setengah jam lamanya akhirnya mobil Rean memasuki pekarangan halaman mansion mewah milik bosnya.
“Sst.”
Ashana meletakkan jari telunjuknya di bibir agar Rean tak berbicara saat menoleh padanya. Rean tersenyum melihat anak bosnya tertidur dengan bersandar di pundak sang istri.
“Bantu aku untuk menggendongnya,” ucap Rean yang sudah membuka pintu mobil sisi Davina duduk.
Rean langsung menggendong tubuh berisi gadis tomboi tersebut. Ia langsung berjalan menuju pintu dibantu oleh sang istri untuk mengetuk pintu. Tak lama pintu terbuka dan seorang wanita muda tersenyum menyapa keduanya.
...
Salam hangat dariku
Tetap somplak dan jangan waras, oke
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
kl satria suka sama siapa ya 🤔🤔🤔
2023-07-15
1