Davina keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk menuju kampusnya, teman-temannya sudah menunggunya.
“Mata kamu kenapa, Vin?” tanya Boy yang terkekeh melihat mata Davina sedikit bengkak karena efek begadang semalam.
“Berisik kamu ah, kamu itu sahabat yang tak memiliki simpati sama sekali dengan sahabatmu yang sedang galon semalam, kamu biasa begadang kalau malam minggu nongkrong di bar sama cewek-cewek siluman tapi buat nemenin aku curhat saja gak bisa. Aku tak ingin berbicara dengan kalian berdua, ayu Dan kita pergi tinggali saja mereka,” rajuk Davina pada Boy dan juga Riris, ia menggendeng tangan Dan dan berjalan menuju kelasnya.
“Astaga, si tomboi merajuk,” gerutu Boy mengibaskan rambutnya dan berjalan menuju kelas menyusul Davina dengan diikuti oleh Riris.
“Ini serius dia merajuk gara-gara semalam?” kini Riris ikut bergumam tak percaya.
“Entahlah, pusing aku, mending kita kelas dulu, sebentar lagi Bu Siska datang dan kalau kita sampai telat mamp*slah kita siap-siap saja dapat tugas numpuk,” sahut Boy yang masih bergegas dengan cepat untuk segera sampai kelasnya.
Tak lama keduanya sudah sampai dikelas, mereka duduk di kursi yang biasa yaitu dipojokkan dekat dengan Davina. Dan saat mereka duduk tepat dosen killer tersebut datang seketika suasana langsung seperti mencekam bagaikan berada di dalam film horor. Tak ada suara ketika dosen tersebut masuk dan mulai membuka suaranya.
Davina melalui kelasnya dengan sangat tenang dan santai karena ia sudah menguasai materi yang dijelaskan oleh dosen tersebut. Sedangkan Boy dan Riris seperti cacing yang kepanasan merasa bahwa kelasnya itu sangat lama sekali berlangsungnya. Tiba saatnya kelas berakhir dan keduanya bisa bernapas dengan sangat lega, baginya bagaikan mendapatkan oksigen kembali setelah berada di luar angkasa yang tanpa oksigen.
“Huh, akhirnya bisa bernapas juga setelah tuh Dosen killer pergi,” ucap Boy dengan leganya.
“Sumpah aku tuh sampe gak bisa napas gitu, beruntung pertemuan kali ini gak banyak materi jadi gak bikin tegang banget,” timpal Riris yang juga merasa lega.
Davina yang selesai mengemas bukunya langsung keluar tanpa menyapa kedua sahabatnya itu, ia bergegas untuk menuju kantin karena sudah sangat lapar. Boy dan Riris yang melihat kepergian sahabatnya itu langsung segera berlari untuk menyusulnya.
“Vin, Vin tunggu Vin, kamu masih marah sama kita? Sorry deh untuk masalah semalam, bukan aku tak ingin menemani tapi memang semalam itu aku sudah tidur dan mengantuk banget, kamu jangan marah lagi yah, please!” Riris memohon agar sepupunya itu untuk tak marah padanya lagi sambil berlari mengejarnya ia terus saja mengoceh meminta maaf.
“Kamu tuh berisik banget sih, aku tuh laper tahu, mau segera ke kantin mau makan,” dengus Davina yang terus saja berjalan menuju kantin tak mempedulikan Riris dan Boy yang terus berjalan mengikutinya.
Sampai di kantin Davina langsung memesan makanan untuk mengisi perutnya yang sudah berdemo meminta diisi. Setelah mendapatkan makanan ia duduk di tempat biasa ia dan teman-temannya duduk dan langsung menyantap makanannya tanpa menghiraukan yang lainnya. Tak lama ketiga sahabatnya datang membawa makanannya juga, dan mereka langsung menyantap makanan tersebut.
“Vin, kamu serius masih marah sama kita berdua?” tanya Riris yang masih saja membahas hal tersebut padahal Davina sebenarnya sudah tak mempermasalahkannya lagi.
“Menurutmu?” Davina hanya menjawab dengan pertanyaan singkat membuat Riris berpikir.
“Terus kalau kamu masih marah aku harus bagaimana supaya kamu tak marah lagi?” tanya Riris bingung harus bagaimana.
“Bantu aku agar bisa sama dia,” sahut Davina membuat ketiga sahabatnya itu terkejut.
“Kamu beneran suka sama dia, Vin?” tanya Boy yang tak percaya kalau sahabat tomboinya menyukai seorang pria, bagi mereka hal tersebut sangat mengejutkan.
“Kalian pikir aku bercanda? Aku serius tahu, memang ada yang aneh apa kalau aku suka sama dia? Toh dia masih sendiri belum punya kekasih, bolehlah aku maju buat ngejar dia,” sahutnya kesal karena sahabatnya seperti tak mempercayainya.
“Bukan begitu, kita hanya terkejut saja mendengar kalau ternyata kamu serius suka sama dia, gak biasanya kan kamu suka sama pria seperti sekarang ini jadi wajar sajalah kita terkejut,” kini Dan yang angkat suara agar Davina tak menjadi salah paham lagi dan berakhir drama merajuk seperti pagi tadi.
“Aku juga gak tahu kenapa, yang jelas kalau aku dekat dengannya tuh selalu saja jantungku berdetak sangat cepat gitu, dan rasanya juga nyaman banget meski aku tahu dia tuh dingin dan juga jutek kaya Kak Vano,” sahut Davina mengekspresikan perasaannya dengan wajah yang berbinar saat membicarakan Ronggo.
“Aku yakin nih cewek jadi-jadian beneran suka sama tuh sopir taksinya, kalau gak dia gak mungkin berekspresi seperti ini.” Boy merasa sangat yakin sekarang kalau sahabat tomboinya itu memang sedang menyukai Ronggo.
“Kalian mau bantuin gak?” tanya Davina yang sudah dalam mode sadar seperti biasanya.
“Kita harus gimana?” tanya Riris bingung.
“Aku juga gak tau kalian harus bagaimana,” sahut Davina terkekeh tanpa merasa berdosa, ketiga sahabatnya menepuk jidat Davina karena merasa tak percaya memiliki sahabat yang modelannya kaya Davina yang minta tolong tapi tak memberinya solusi.
“Dasar gadis jadi-jadian, minta tolong tapi gak tahu,” dengus Boy dan Davina hanya terkekeh tanpa berdosa.
“Pis.” Davina mengangkat kedua tangannya dan membentuk huruf V pada keduanya dengan nyengir kudanya.
Mereka mengakhiri obrolannya karena masih ada kelas yang menanti, keempatnya berjalan beriringan dengan begitu coolnya membuat kaum hawa tak berkedip melihat kedua pria tampan yang berjalan di belakang Davina dan Riris.
“Susah memang yah kalau berjalan dengan dua bintang kampus, selalu saja mereka jadi sorotan para gadis-gadis naif ini, apa bagusnya sih mereka berdua, masih tampan juga Ronggo ke mana-mana,” gerutu Davina yang risih melihat para gadis terus saja bersorak pada kedua sahabatnya yang menjadi perhatian.
“Ye, kan menurut kamu dia yang paling tampan, coba ajah tanya si Riris pasti juga jawabannya si Kanebo Kering yang tampan,” samber Boy yang diangguki oleh Dan yang setuju dengan perkataan Boy.
Mereka berpisah dengan Dan karena kelas Dan sudah di depan mata, Dan masuk dan ketiganya pun melanjutkan berjalan menuju kelas mereka. Tak lama kelas dimulai dengan santai tak seperti kelas pagi yang menurut mereka sangat mencekam. Meski saat ini dosen yang mengajar pria tapi lebih mending ketimbang dosen wanita cantik tapi killer bagi Boy.
“Dan, ikut aku yuk malam ini,” ajak Boy saat mereka sudah selesai dengan kuliah hari ini.
“Ke mana?” tanya Dan.
“Biasa, Green Sky,” sahut Boy dengan menaik turunkan alisnya.
“Ada tugas nih, malam Minggu ajah deh,” sahut Dan bernegosiasi.
“Nah bener, malam Minggu nanti kita ikut dah.” Riris menimpali.
“Oke deh, kamu caw gak, Vin?” tanya Boy.
“Boleh deh, sekali-kali hangout, tapi aku mau ruang VIP yah, aku yang bayar deh,” sahut Davina menyetujui juga memutuskan dia yang akan membayarnya.
“Sip lah kalau begitu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
Davina oh Davina jngn bikin sahabat mu pusing donk
2023-07-15
1