BAB 02

“Pulang bareng aku saja gimana? Aku juga mau mampir ke Cafe Tante Berl sama si Riris nih,” ajak Boy saat mereka sudah keluar dari kelas menuju depan.

Dan sudah menunggu di depan dengan bersandar pada tembok sambil membaca buku. Terlihat sangat cool dan penuh pesona dimata para gadis mahasiswi lainnya. Apa lagi dengan kacamatanya yang bertengger di atas hitung, menambah ketampanan pria yang bercita-cita sebagai dokter anak tersebut.

“Oke deh, lagian aku juga belum pesan taksi onlinenya.” Davina menyetujui ajakan dari sahabat tengilnya tersebut.

Mereka berjalan menghampiri Dan yang masih asyik dengan bukunya.

“Hai, Dan. Mau ikut kita gak?” tanya Boy menyadarkan tangannya pada pundak Dan, meski mereka sepupuan tapi sifat mereka berbeda jauh karena orang tua mereka saudara angkat.

“Kalian mau ke mana?” Dan menutup bukunya dan melihat temannya satu persatu meminta jawaban.

“Mau ngumpul di Cafe Tante Berl,” jawab Boy singkat.

“Oke deh, aku ikut kalian,” akhirnya Dan ikut dengan ketiga sahabatnya untuk bergabung nongkrong di Cafe milik sahabat orang tuanya.

Mereka menuju Cafe bersama dengan Davina dan Riris yang menumpang di mobil milik Boy. Sedangkan Dan berangkat menggunakan motor sportnya. Dua puluh menit lamanya mereka tiba di Cafe tersebut.

Sudah banyak yang berubah saat terakhir kali Aberlie baru melahirkan anak kembarnya. Cafenya direnovasi besar-besaran oleh Bram agar sang istri merasa nyaman, terlihat lebih besar dan juga luas dan terdapat beberapa ruang privat VIP untuk pengunjung yang ingin menempati ruangan privat tersebut. Masih ada beberapa karyawan lama yang masih bertahan bahkan sampai menikah dan memiliki anak dan ada beberapa yang baru.

Stay With Me Cafe sekarang lebih terlihat layaknya sebuah resto gaul tempat para ABG berkumpul untuk sekedar menikmati makanan, minuman dan juga camilan. Terkadang banyak siswa dan siswi yang datang untuk belajar kelompok sepulang sekolah, atau ada juga mahasiswa dan mahasiswi yang nongkrong sepulang kuliah yang masih mager pulang ke rumah mereka.

“Hai, cantik. How are you,” sapa Boy dengan gaya tengilnya pada salah satu pelayan Cafe yang bertugas menjaga pintu.

“Jangan ladeni dia, Put. Tengilnya sudah akut dia,” ucap Davina yang jengah dengan tingkah tengil sahabatnya, gadis tersebut hanya tersenyum manis.

Bagi mereka para pelayan dan karyawan Cafe lainnya sudah biasa melihat Davina dan teman-temannya yang terkadang bersikap tengil dan somplak.

“Sewot ajah kamu, Vin. Putrinya saja gak protes, huu,” protes Boy dan Davina hanya melenggang masuk ke dalam Cafe menuju meja kasir.

“Hai, Tan. Mamah datang tak?” tanya Davina pada Ashana yang masih bekerja sebagai kasir bersama dengan suaminya Rean yang saat ini menjabat sebagai manajer Cafe, keduanya adalah karyawan lama yang masih bekerja di tempat tersebut dan menjadi orang kepercayaan Aberlie.

“Mbak Berl bilang hari ini tak datang, kamu sudah makan?” tanya Ashana setelah menjawab pertanyaan anak dari bosnya tersebut.

“Belum, laper banget nih. Mas Satria masak apa yah?” tanyanya seraya meletakkan tasnya di bawah meja kasir alih-alih meletakkan di dalam ruangan Mamahnya.

“Yah seperti menu biasa saja, tapi hari ini dia masak nasi liwet loh, enak deh,” sahut Ashana memberitahu sambil masih mengecek keuangan hari kemarin.

“Oh yah! Oke deh, aku akan mendatangi Mas Satria.” Davina langsung menuju dapur untuk melihat menu yang dibilang oleh Ashana.

“Mas Satria, kata Tante Ana, Mas Satria masak nasi liwet yah? Masih gak, Mas? Mau dong, aku lapar banget nih, nanti gak bisa kerja kalau gak segera makan,” tanyanya memberondong Satria yang lagi fokus dengan makanan yang sedang ia sajikan untuk customernya.

“Kamu bisa diam dulu sebentar gak? Saya masih sibuk, nanti setelah ini saya sajikan buat kamu,” jawabnya dengan nada datar dan sedikit terdengar ketus, ia masih fokus dengan penyajiannya tanpa menoleh pada gadis yang tak lain anak dari pemilik Cafe tempatnya bekerja.

Satria adalah kepala koki muda yang diperkerjakan oleh Bram. Ia memang tampan, tapi sayangnya sangat dingin pada semua orang, tak terkecuali pada Davina yang notabenenya anak dari pemilik Cafe tempatnya bekerja, tapi dasarnya Davina yang keras kepala, ia tak pernah takut dengan Satria.

“Empat porsi yah, Mas Satria. Aku keluar dulu, bye Mas Satria yang kaku kayak kanebo kering.” Davina segera berlari setelah mengatai Satria seperti kanebo yang kering karena sikap kakunya, padahal ia masih muda dan juga sangat tampan.

Satria sudah terbiasa mendengar julukan itu keluar dari bibir Davina dan teman-temannya. Namun, karyawan lain tak berani mengatakan julukan itu pada Satria karena takut dengan wajahnya yang sangar meski tampan.

“Kamu lari-lari kenapa?” tanya Kevin yang melihat Davina sudah berada di meja barista.

Kevin juga karyawan lama di Cafe tersebut, ia sahabat dekat dari Rean. Kevin yang pemalu dan pendiam saat didekati Arumi dulu, kini malah sudah memiliki anak bersama dengan Arumi. Meski saat ini Arumi menjabat sebagai direktur di perusahaan milik orang tuanya, Kevin tak ingin berpindah profesi dari seorang barista, ia sudah cinta mati dengan profesinya tersebut.

“Hehe, gak apa-apa kok. Om, mau lemodanenya empat yah, aku duduk di sana bersama dengan teman-teman.” Davian menunjuk meja di mana teman-temannya berada.

“Lemonade doang?” tanya Kevin memastikan.

“Lemonadenya dua deh yang dua capucino latte,” ralat Davina merubah minumannya.

“Baiklah, nanti Om antar ke sana,” sahut Kevin mulai membuatkan minuman untuk anak majikan dan teman-temannya.

Davina berjalan menuju meja di mana ketiga temannya sudah duduk dan mengobrol bersama. Namun, dasarnya si Boy yang tengil dan matanya suka jelalatan, ia terus saja menggoda Putri yang sedang jaga di depan pintu masuk.

“Mata itu mata, tolong dikondisikan sebelum loncat dari tempatnya,” sindir Davina yang duduk di sebelah Riris dan Dan.

“Lagian kalau suka itu disikatlah, bukan malah dilihati terus begitu, nanti diambil orang baru tahu rasa kamu, nangis deh dipojokkan, kita sih ogah jadi pendengar kegalauan hati pria tengil kayak si Boy,” sambung Riris menimpali membuat Boy mendengus.

“What! Menangis? Galau? Bukan tipeku yah begitu. Lagian aku masih ingin bebas, tak ingin memiliki ikatan yang rumit kayak namanya pacaran begitu, nikmati dulu masa kesendirian yang bebas bisa lirik sana lirik sini tanpa ada yang cemburu, lagian hanya menggoda memangnya gak boleh, kalau dia diambil orang pun toh bukan urusanku juga because dia bukan milikku, oke,” jawab Boy dengan pendiriannya yang kuat sebagai jomlo sejati.

“Siiip, betul banget itu, aku setuju sama pemikiranmu, Boy. Buat apa kita memiliki cewek kalau gak bisa bebas bertingkah, yah gak?” kini Dan menimpali menyetujui penuturan Boy sambil mereka saling adu jotos kepalan tangan.

Boy dan Dan bukan tak bisa mencari gadis ideal dan impiannya. Banyak gadis yang mengantri ingin menjadi kekasih dari dua pria cool dan tampan tersebut. Namun, bagi mereka berdua ikatan seperti berpacaran akan sangat merepotkan jika mereka bertingkah dan ternyata pasangan mereka cemburu, keduanya paling tak ingin untuk merayu gadis yang merajuk.

“Whatever, terserah kalian saja.” Davina yang bosan mendengar ucapan tersebut yang selalu keluar dari bibir dua pria itu hanya bisa pasrah.

...

Salam hangat dariku

Jangan lupa like, komen, vote dan juga hadiahnya yang banyak yah

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Siapa anaknya Rean dan Ashana?

2024-02-25

0

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

bener Boy mending sekolah dulu yg bener 💪💪💪💪

2023-07-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!