Bab 16

Kehidupan rumah tangga yang begitu jauh maknanya dari rumah tangga yang sebenarnya. Kehidupan yang dijalani oleh dua orang yang berusaha menyatukan perbedaan demi mencapai tujuan yang sama, yaitu ridho sang Pencipta. Namun di pernikahan Rama dan Hasna, mungkin hanya Hasna yang belajar memahami posisinya sebagai seorang istri.

Walau sejak awal mereka menikah, tidak pernah sekalipun Rama mengizinkannya untuk melayaninya sebagaimana mestinya seorang suami. Namun segala kebutuhan Rama, sebisa mungkin ia penuhi. Terkecuali kebutuhan biologis Rama.

Pagi ini Hasna sengaja menyiapkan sarapan untuk Rama. Mengingat lelaki itu tak memberikan penolakan saat makan malam kemarin, yang membuatnya sedikit bernafas lega. Setidaknya ia sudah menjalankan perannya sebagai seorang istri.

Atensi perempuan itu teralihkan saat mendengar suara dari arah tangga. Rama menyeret kopernya di jam sepagi ini? Padahal kemarin malam dia mengatakan akan pergi dengan penerbangan pukul sepuluh. Masih ada beberapa jam lagi, mungkin ke kantor dulu.

"Sarapan dulu, Mas." Ucap Hasna saat Rama kian mendekat.

"Mau aku bantu?" Tawarnya.

"Tidak perlu." Jawab lelaki itu. Kemudian memposisikan diri di kursi meja makan.

Hasna dengan cekatan mengambilkan sarapan untuk suaminya. Rama hanya memperhatikan pergerakan Hasna dari ekor matanya, karena dia tengah berbalas pesan dengan seseorang.

"Silahkan, Mas sarapannya." Ucap Hasna seraya meletakkan sepiring sarapan dihadapan Rama.

Rama meletakkan ponselnya, dan memulai memakan sarapannya. Hening terjadi diantara mereka. Sampai pada akhirnya, Hasna membuka suaranya.

"Mulai pagi ini aku minta izin sama kamu. Aku mau tinggal di rumah kakek untuk sementara."

Rama menghentikan suapannya dan menoleh ke arah Hasna yang duduk tepat disamping kanannya.

"Sesuai permintaan Mas Rama kemarin, aku tidak akan menampakkan diri didepan keluarga mas Rama." Lanjutnya.

Rama masih fokus menyimak perkataan istrinya itu.

"Mas Rama tenang saja, di rumah kakek tidak ada siapa-siapa. Jadi tidak akan ada yang mengadukan kepada siapapun tentang keberadaanku disana." sebisa mungkin Hasna bersikap biasa dihadapan Rama. Walau pada kenyataannya hatinya serasa diremas.

Rama tak menanggapi ucapan Hasna. Dia lebih memilih melanjutkan sarapannya.

"Oh ya, kemarin Nayla sempat chat aku, dia minta dibawakan oleh-oleh dari Jepang. Mama juga berpesan agar selalu menghubungi selama disana. Takut khawatir katanya. Kalau bisa hubungi mama sebelum chek in." Terlihat sekali senyuman yang dipaksakan.

Hasna menjeda ucapannya yang terasa tercekat dikerongkongan.

"Mas tidak perlu khawatir, aku akan me-non aktifkan ponsel, supaya tidak ada yang menghubungiku selama satu minggu kedepan."

Setelah menyelesaikan perkataannya, Hasna kembali memakan sarapannya.

Rama merogoh dompet di saku celananya. Ia mengambil satu kartu debit dari sana, kemudian menyodorkan di hadapan Hasna.

"Pakailah untuk keperluan kamu." Ucap Rama

Sejenak diperhatikannya kartu yang disodorkan suaminya itu. Ada sedikit rasa senang sekaligus kecewa dihati perempuan berjilbab panjang itu.

Senang saat sang suami masih mengingat akan kebutuhan istrinya. Walau sejatinya Hasna terlampau mampu secara finansial.

Namun juga kecewa, karena ia tak diperlakukan selayaknya perempuan bersuami.

"Apa ini adalah nafkah?" Ucap Hasna. Perempuan itu menoleh ke arah Rama.

Pertanyaan Hasna sukses membuat sudut hati laki-laki itu merasa tercubit. Hampir satu bulan ia melupakan kewajibannya menafkahi sang istri. Walaupun ia tak menganggap kehadiran Hasna, tapi perempuan itu selalu bersikap selayaknya seorang istri.

Dan lagi, ia tak pernah meminta dan menuntut Rama untuk memenuhi kebutuhannya.

"Anggap saja seperti itu." Ucap Rama datar.

"Terima kasih, semoga nafkahnya berkah ya, Mas." ucap perempuan itu tulus.

Lagi, hati Rama lagi-lagi tercubit oleh ucapan istrinya. Ada sedikit rasa bersalah di hatinya.

***

Sesuai dengan apa yang disampaikan pada Rama tadi pagi, kini Hasna telah berada dirumah almarhum kakek Rusdi. Rumah ini terlihat begitu terawat selama dua minggu ia tinggalkan.

Mbak Marni, asisten rumah tangga rumah ini yang merawatnya. Dia akan datang seminggu sekali untuk sekedar bersih-bersih. Dan beruntungnya mbak Marni baru tadi pagi jadwal membersihkan rumah ini. Itu artinya, selama satu minggu kedepan, Hasna akan benar-benar menempati rumah ini seorang diri.

Setelah bersih-bersih, Hasna mulai menata beberapa stok makanan di dalam kulkas. Tadi pagi ia sempat mengabarkan pada seluruh pekerjanya bahwa selama satu minggu dia tidak akan datang ke tempat katering, toko maupun restoran, karena ada urusan penting.

Ponsel di meja makan berbunyi, menandakan panggilan masuk. Segera ia raih, ternyata dari mertuanya.

Menghela nafas dalam sebelum menjawab panggilan, karena akan memulai kebohongan demi kebohongan yang akan dia katakan pada mertuanya itu.

"Assalamu'alaikum, Ma." Sapa perempuan itu.

"Wa'alaikum salam, sayang. Lagi siap-siap ya?" Terka mertuanya

"I-iya ma." Jawab Hasna gugup.

"Pantas saja mama gak di bolehin sama Rama buat vcall. Nanti ganggu katanya. Taunya beneran kamu lagi siapin bawaan." Kekeh beliau. Hasna Hanya tersenyum kecut mendengar ucapan mama mertua.

"Masih ada waktu setengah jam sayang, sebelum Rama tiba. Soalnya tadi Rama bilang dia jemput kamu dulu, setelah memberikan arahan pada sekretarisnya. Pasti sekarang lagi dijalan." Sambung beliau.

Obrolan ringan yang terjadi diantara mereka. Bu Diana memberikan banyak nasehat tentang pernikahan, berdasarkan pengalamannya. Begitu juga tentang sifat putranya. Beliau berharap besar pada pernikahan mereka.

"Doain kami ya, Ma. Semoga pernikahan kami langgeng." Ucap Hasna diiringi setetes butiran bening yang jatuh dari sudut matanya. Sekuat tenaga Hasna mengontrol emosinya, agar tak terdengar suara yang mulai bergetar.

"Pasti sayang, doa yang terbaik buat kalian. Mama sayang sama kalian berdua. Posisi kalian juga sama dihati mama. Hasna jangan sungkan ya sama mama. Anggap mama seperti mama kandung Hasna." Ucap Bu Diana lembut, namun itu justru membuat Hasna merasa sangat bersalah dengan kebohongan yang telah ia dan Rama ciptakan.

"Ya sudah, mama tutup dulu ya teleponnya. Kamu baik-baik disana. Jangan lupa kasih mama kabar."

"Iya ma."

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam."

Hasna meletakkan kembali ponselnya ditempat semula. Ucapan mama mertua seakan terus berputar dikepalanya. Keinginan beliau melihat putra dan menantunya hidup bahagia. Bukan keinginan yang sulit sebenarnya. Namun begitu mustahil untuk dikabulkan.

***

Di tempat lain, Marissa harus menelan kekecewaan, karena dia tak diajak ikut serta diperjalanan bisnis sang bos. Padahal dia sangat antusias menyiapkan segala keperluan selama disana. Bahkan dia rela membeli beberapa potong baju untuk membuat Rama terpesona pada dirinya.

"Sialan, kenapa jadi begini. Seharusnya Rama mengajakku ke Jepang. Kenapa hanya berdua dengan Ivan?" Ucapnya meluapkan kekesalan.

"Kemarin dia memintaku memesan tiga tiket. Tapi hanya berdua saja mereka pergi. Apa jangan-jangan Rama diam-diam memiliki kekasih? Ahhhh..... tidak mungkin. Itu tidak boleh sampai terjadi. Rama harus menjadi milikku." Gumam Marissa penuh kekesalan.

Pandangan gadis itu beralih pada koper biru yang berada di sudut ruang tamunya. Dia sudah menyiapkan segalanya. Bahkan koper pun ia letakkan di tempat yang mudah ia jangkau jika sewaktu-waktu Rama atau Ivan menjemputnya.

Ternyata kenyataan tidak sesuai dengan angan gadis itu. Satu jam yang lalu Ivan mengabarkan via WA bahwa untuk sementara kantor ia yang menghandle. Dan meminta untuk mengosongkan jadwal Rama untuk beberapa hari kedepan.

Marissa sungguh kecewa mengetahui chat yang dikirimkan asisten pribadi Rama itu. Karena terlalu fokus dengan penampilannya, bahkan ia tak mendengarkan ada beberapa panggilan dan berakhir pada chat yang dikirimkan Ivan.

Bruuk....

Dengan penuh kekesalan, Marissa melemparkan koper yang telah ia siapkan. Hingga isinya berhamburan kemana-mana. Bahkan nafas gadis berambut sebahu itu terdengar memburu.

Sejenak ia berdiam, mengatur emosi yang sempat memuncak. Karena mau tidak mau ia harus segera ke kantor.

***

Sesuai permintaan Hasna, Rama menghubungi orang tuanya sebelum chek in. Sesuai dengan prediksinya, sang mama pasti menanyakan keberadaan Hasna. Rama mengatakan bahwa istrinya itu tengah berada di toilet. Alasan yang cukup membuat ibunya percaya.

Setelah mengakhiri sambungan telepon, Ivan sang asisten memberitahukan bahwa pesawat akan lepas landas tiga puluh menit lagi.

Rama hanya pergi berdua dengan sang asisten. Namun setelah pertemuan, Ivan langsung kembali ke tanah air guna menghandle perusahaan.

***

Alhamdulillah sudah nambah bab baru.

Terima kasih sekali buat teman-teman yang sudah mampir dan memberikan dukungannya. Baik itu dengan cara like, comment, vote dan juga gift.

Semoga kalian terhibur ya....

Terpopuler

Comments

Neulis Saja

Neulis Saja

jadi si Rama di jepang yourself?

2024-03-18

1

Eny Hidayati

Eny Hidayati

Hasna ... mengukur sampai dimana batas kelakuan Rama padanya... hati-hati, Ram... Hasna diam bukan berarti tidak berani ... MENUNGGU WAKTU ITU TIBA ...

2024-03-03

5

Fatimah Imah

Fatimah Imah

wanita Sholeha pasti akan trus setia pada suami a.wlwpun suami blom bisa menjadi suami yg baik

2024-01-30

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 BAb 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
116 Bab 116
117 Bab 117
118 Bab 118
119 Bab 119
120 Bab 120
121 Bab 121
122 Bab 122
123 Bab 123
124 Bab 124
125 Bab 125
126 Bab 126
127 Bab 127
128 Bab 128
129 Bab 129
130 Bab 130
131 Bab 131
132 Bab 132
133 Bab 133
134 Bab 134
135 Bab 135
136 Bab 136
137 Bab 137
138 Bab 138
139 Bab 139
140 Bab 140
141 Bab 141
142 Bab 142
143 Bab 143
144 Bab 144
145 Bab 145
146 Bab 146
147 Bab 147
148 Bab 148
149 Bab 149
150 Bab 150
151 Bab 151
152 Bab 152
153 Bab 153
154 Bab 154
155 Bab 155
156 Bab 156
157 Bab 157
158 Bab 158
159 Bab 159
160 Bab 160
161 Bab 161
162 Bab 162
163 Bab 163
164 Bab 164
165 Bab 165
166 Bab 166
167 Bab 167
168 Bab 168
169 Bab 169
170 Bab 170
171 Bab 171
172 Bab 172
173 Bab 173
174 Bab 174
175 Bab 175
176 Bab 176
177 Bab 177
178 Bab 178
179 Bab 179
180 Bab 180
181 Bab 181
182 Bab 182
183 Salam cinta Ayah Bunda Reyn
Episodes

Updated 183 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
BAb 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115
116
Bab 116
117
Bab 117
118
Bab 118
119
Bab 119
120
Bab 120
121
Bab 121
122
Bab 122
123
Bab 123
124
Bab 124
125
Bab 125
126
Bab 126
127
Bab 127
128
Bab 128
129
Bab 129
130
Bab 130
131
Bab 131
132
Bab 132
133
Bab 133
134
Bab 134
135
Bab 135
136
Bab 136
137
Bab 137
138
Bab 138
139
Bab 139
140
Bab 140
141
Bab 141
142
Bab 142
143
Bab 143
144
Bab 144
145
Bab 145
146
Bab 146
147
Bab 147
148
Bab 148
149
Bab 149
150
Bab 150
151
Bab 151
152
Bab 152
153
Bab 153
154
Bab 154
155
Bab 155
156
Bab 156
157
Bab 157
158
Bab 158
159
Bab 159
160
Bab 160
161
Bab 161
162
Bab 162
163
Bab 163
164
Bab 164
165
Bab 165
166
Bab 166
167
Bab 167
168
Bab 168
169
Bab 169
170
Bab 170
171
Bab 171
172
Bab 172
173
Bab 173
174
Bab 174
175
Bab 175
176
Bab 176
177
Bab 177
178
Bab 178
179
Bab 179
180
Bab 180
181
Bab 181
182
Bab 182
183
Salam cinta Ayah Bunda Reyn

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!