PELAKSANAAN REFORMASI TANAH

                      TAHAP PERTAMA

Reformasi tanah mulai di lancarkan dengan di angkatnya Hasan Arsanjani sebagai Menteri Pertanian di bulan mei 1961. Sebuah usaha percobaan di lakukan, di Azarbaijan 5 bulan kemudian. Pada tanggal 9 januari di tetapkan undang undang yang merupakan tahap pertama feformasi tanah. Isinya:

Pemilik tanah hanya berhak mempunyai 1 desa atau 6 dang² di berbagai desa. Di kecualikan perkebunan anggrek, teh, homesteads, groves, dan tanah pertanian yang di kerjakan dengan mesin.

Pemilik tanah akan mendapat ganti rugi selama 10 tahun ( kemudian menjadi 15 tahun ) berdasar jumlah yang sebelumnya mereka dapat dari pemerintah. Petani harus membayar tanah tersebut dengan tambahan 6% bunga selama 15 tahun. Siapa tak teratur pembayarannya selama 3 tahun pertama akan kehilangan tanahnya.

Prioritas di berikan pada mereka yang sudah mempunyai tanah pertanian; baru pada mereka yang berhak menjalankan nasaq dan lalu para buruh tani. Seluruh penerima tanah harus bergabung dalam koperasi.

Di tempat yang tak ada di bagikan tanah, para pemilik tanah tak boleh sewenang wenang menghentikan kontraknya dengan petani. Untuk selanjutnya bagian petani di naikkan 5% di tanah beririgasi dan 10% di tanah tak beririgasi.¹

Para pemilik tanah tidak kehilangan akal untuk menghindarkan kerugian besar pada mereka. Mereka bebas menentukan desa yang mereka miliki; tentu mereka pilih yang terbesar. Mereka mencoba dan sering berhasil menggabungkan beberapa desa menjadi satu. Mereka berikan desa desa yang di miliki kepada seluruh anak dan keluarga mereka, tapi ini merupakan perjanjian di bawah tangan, sesungguhnya merekalah pemilik tanah itu.

Agar tanah tersebut kelihatannya di kerjakan dengan mesin, mereka kerjakan tanah itu dengan mesin satu kali atau mereka tinggalkan sebuah pompa air listrik di tengah tengahnya.² mereka katakan saja bahwa tanah tak dapat di kerjakan atau bahwa harus di istirahatkan sesekali dalam proses pengolahannya, atau mereka katakan pula bahwa tanah yang belum di beri saluran air takkan subur. Dengan cara ini mereka tetap memiliki tanah itu dan dapat kredit dari pemerintah untuk mengolahnya. Bahkan bagi mereka yang berkuasa, tanah yang sebetulnya terletak di desa di masukkan sebagai bagian kota, agar tak kena reformasi.

Karena mereka begitu pandainya, reformasi  itu boleh di bilang tak berhasil. Ketika di bulan maret 1977 dinyatakan bahwa reformasi tanah tahap pertama selesai, statistik pemerintah menunjukkan bahwa land reform hanya menyentuh 30% dari 14.646 desa di Iran. Dan hanya 10% (3.920) yang berhasil di jual ke petani. Ada 690.466 kepala keluarga yang berhasil mendapatkan tanah dari 3,5 juta keluarga petani (17 juta orang). Artinya cuma 1/5 nya saja yang mendapat tanah dari reformasi.

Banyak terjadi peristiwa yang menegangkan, selama reformasi tanah, terutama ketika tuan tanah mencoba memalsukan jumlah tanah yang mereka punyai. Para petani waktu itu sudah senang sekali. Yang ekstrim langsung saja menduduki tanah tanah milik tuan tanah. Dalam buku yang di susunnya bersama profesor paul Vieille, presiden Iran yang pertama, bani sadr, menulis: "petani menjalankan prinsip reformasi tanah sendiri; tanah adalah milik mereka yang mengerjakan. Mereka tidak mau membayar bagian kepada pemilik sebelum pembagian tanah di lakukan, bahwa mereka melarang pemilik masuk ke desa desa. Petani terkadang merusak lumbung, menduduki rumah pemilik, dan seluruh tindakan ini di sambut dalam suasana pesta besar."¹

Para gendarme terpaksa sering sekali turun tangan untuk menjalankan pelaksanaan reformasi. Sering juga mereka jadi sasaran sogokan. Oleh karenanya tidak sedikit petani yang di penjara dengan tuduhan macam macam. Selain itu, para petani tak segan segan mengadukan kepada panitia sehingga 60% dari waktu panitia di gunakan untuk menyelesaikan konflik.¹

                        TAHAP KEDUA

TAHAP KEDUA reformasi tanah di undangkan tanggal 17 Februari 1963 tetapi baru di laksanakan setelah di amandemen di bulan mei 1964. Undang undang tersebut mengatur masalah tanah yang belum di sentuh oleh tahap pertama: tanah tanah ( desa ) yang di pilih tuan tanah untuk di simpan. Ada lima pilihan: di kerjakan, di jual kepada petani, di bagi dengan pembagian hasil sebagai ganti rugi, di sewa selama 30 tahun, atau di usahakan bersama antara pemilik dan petani.

Kebanyakan pemilik tanah lebih memilih sistem penyewaan atau penggunaan sebagai tanah pertanian. Sebab dengan jalan ini mereka dapat menekankan kemauannya pada petani. Juga hubungan sub-feodal dapat di pertahankan melalui sistem sewa yang berlangsung 30 tahun ini sedangkan harganya di perbaiki setiap saat. Keterlambatan pembayaran sewa selama 3 bulan menyebabkan hak pemakaian di cabut dan di pindahkan pada petani lain.

Tahap kedua ini menyentuh lebih banyak orang bila di bandingkan dengan tahap pertama (1.600.000 di bandingkan 700.000 orang). Pada kenyataannya, sedikit sekali petani yang mendapatkan pemilikan tanah : 57.164 menyewa tanah dan 156.279 mengolahnya berkat sistem pembagian hasil. Seluruhnya hanya 210.000 petani yang kemudian sungguh sungguh memiliki tanah.

Karena tahap kedua dianggap tak berhasil, di lihat dari banyaknya yang kehilangan hak tanah mereka, maka di buatlah tahap ketiga yang meskipun teksnya di buat 9 januari 1966 baru di persembahkan ke parlemen bulan oktober 1968 dan pelaksanaannya pada tanah tanah milik sosial dan agama di tahun 1971.

Ada fenomena penting yang terjadi di tahap kedua. Yaitu kekuasaan negara betul betul masuk ke desa desa, menggantikan kekuasaan feodal ( tuan tanah ). Sayang sekali karena banyak panitia yang korupsi, sewenang wenang dan juga tak mengerti bahasa daerah maka mereka tidak mempunyai hubungan yang baik dengan para petani.

Pada tahap ketiga tanah yang masih tersisa di tangan pemilik tanah harus di jual atau di bagikan. Kebanyakan pemilik tanah lebih memilih untuk menjualnya (90%), sehingga 738.119 orang yang berhasil mendapat tanah pada tahap ini. Kalau di hitung seluruhnya, sejak tahap pertama sampai tahap ketiga jumlah tanah yang di bagikan di terima oleh 1.638.000 keluarga.

Dengan berakhirnya reformasi, negara menggantikan sama sekali peranan kaum feodal. Perlu di sebutkan, banyak petani yang di tahap ini kehilangan tanahnya kembali karena tak sanggup membayar cicilan pada bank bank pemerintah. Pada akhirnya pemerintah menguasai banyak sekali tanah dan memang bermaksud menggunakan untuk kepentingan sendiri.

Seperti di ketahui, reformasi tanah ternyata tidak dapat menghasilkan produksi yang besar akibat terlalu kecilnya bidang yang di miliki oleh para petani: 68% memiliki tanah kurang dari 5 ha. Hanya di iran utara ada petani yang memiliki tanah 7 ha. Bukan itu saja, pemerintah juga telah lalai membentuk sistem irigasi dan pemberian alat alat pertanian yang memungkinkan petani menggarap tanah mereka dengan baik. Apalagi koperasi koperasi yang di bentuk terbukti sama sekali tidak berfungsi.

Tanah pertanian telah meningkat jumlahnya di tahun 1960-1974, sehingga mencapai antara 12 dan 16 juta ha.

Penelitian yang di lakukan oleh Rene Dumont¹ di Iran menunjukkan, bahwa meskipun jumlahnya menurun tapi masih banyak orang yang memiliki tanah dalam jumlah yang luas sekali dan terkadang tidak seluruhnya di kerjakan. Ia memberi contoh, di propinsi Fars (Gachak) dua orang pemilik tanah menguasai 1.800 ha tanah yang baik, tetapi hanya 400 ha saja yang di kerjakan.

Terpopuler

Comments

Su Hartatik

Su Hartatik

siap

2022-12-13

2

Sigit Prasetiyo

Sigit Prasetiyo

lanjutkan 👍😍

2022-12-13

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!