Tragedi Petengan

Pada tahun 1990, pabrik ini dibangun di atas lahan bekas desa yang terbakar hebat. Dahulu karena akses menuju desa yang terbakar sangatlah susah, dan pula pemukiman terdekat adalah desa sebelah yang masih terbilang daerah tertinggal, desa ini terbakar hebat dan musnah dalam waktu semalam. Semua orang di desa ini tidak ada yang selamat, ada cerita yang mengatakan jika orang-orang yang selamat menjadi gila karena tersesat di hutan di sebelah timur desa.

Abu desa ini ditemukan di pagi hari oleh beberapa pemburu dari desa sebelah yang sudah paham area mana saja yang dilarang untuk dilewati. Pabrik dibangun sebagai kawasan industri tekstil oleh sebuah perusahaan besar dari Jakarta. Namun suatu malam di tahun 1991, terjadi sebuah kejadian yang aneh dan di luar akal sehat.

Malam itu pabrik beroperasi dengan baik dan ada sekitar 70 orang karyawan yang menjalankan shift malam termasuk petugas keamanan. Tiba-tiba semua listrik padam, keadaan menjadi gelap gulita dan orang-orang berteriak kebingungan. Tidak ada satu orangpun yang bisa menyalakan penerangan, termasuk korek api dan senter yang mereka bawa.

Seakan cahaya sudah tidak bersahabat dengan kegelapan, semua sumber penerangan dengan anehnya melawan teori ilmiah. Jangan berpikir ada cahaya bulan dari atas sana, kabut tebal dengan gagahnya menjaga daerah ini. Setelah semua orang terdiam, keadaan begitu hening dan hanya suara detak jantung puluhan orang yang terdengar.

Malam itulah malam terakhir adanya binatang di daerah ini. Ya, sejak kejadian itu tidak ada lagi binatang hidup di daerah ini, dan itulah alasan sampai sekarang aku tidak mendengar suara burung atau jangkrik di pagi atau pun malam hari. Esoknya, cahaya matahari lebih kuat menerjang kabut walau masih samar.

Tapi ini adalah kesempatan baik untuk semua orang melarikan diri. Menurut data yang tercatat, seorang penjaga keamanan tewas karena perutnya robek saat berlari kedalam pabrik. Ususnya terburai keluar dan tersangkut di kawat yang terlilit di dinding.

Sementara itu, 3 orang yang bertugas sebagai operator mesin press menemui ajal mereka dengan terjepit pada mesin yang kehilangan daya hidroliknya. Karena malam gelap itulah orang-orang di desa sebelah menyebut malam itu dengan istilah tragedi Petengan (tragedi gelap-gelapan). Pabrik berhenti beroperasi kurang lebih satu tahun, dan pada tahun berikutnya pabrik dibeli oleh perusahaan tempatku bekerja sekarang dan tahun itu juga Pak Ono mulai bekerja disini.

...Di lain tempat, di perjalanan menuju desa sebelah......

Aku duduk di kursi belakang, sementara Rena menemani Satya yang dengan susah payah mengendalikan mobil tua ini. Sebenarnya aku masih kurang begitu percaya dengan Satya, selain kami baru saja berkenalan, terlihat Satya sering bertingkah aneh. Iya benar, aku sudah 3 kali menangkap basah Satya yang seolah berinteraksi dengan seseorang yang tidak kasat mata.

Pertama saat Pak Jum sedang bercerita tentang bus hantu, seolah matanya terus mendesak seseorang untuk turun dari atas pohon Nangka di depan mess. Gestur tubuh dan raut wajahnya seolah memperhatikan Pak Jum bercerita, namun sorot matanya terus mengarah ke atas pohon. Kedua, saat pertemuan di jalan tanah bebatuan menuju pabrik pagi ini.

Walaupun kabut menyelimuti, tapi pandanganku masih cukup tajam untuk melihat apa yang Satya lakukan. Dengan jelas aku memergoki Satya memerintahkan seseorang untuk tidak mengikutinya. Dan yang terakhir baru saja, saat mobil melewati jalan di pinggiran hutan di sebelah timur pabrik.

Tiba-tiba saja Satya membuka kaca jendela dan mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil. Lalu entah apa yang merasukinya, Satya seketika berteriak, “Ngalih! Aja neng dalan, pekok! (Minggir! Jangan di jalan, bodoh!)”

Entahlah, aku dan Rena sama sekali tidak mengerti apa yang Satya ucapkan. Seakan ada seseorang yang dia marahi di tengah jalan yang kosong itu. Tapi aku sedikit lebih tenang, karena Satya adalah orang yang cukup ceria dengan senyum yang selalu menghiasi wajahnya.

Rena sudah cukup akrab dengan Satya, rasanya Rena selalu tersenyum saat berada di dekatnya. Aku ingat pesan Erga saat aku hendak pergi ke pasar tadi, ada maksud tertentu memang, dan aku tidak pernah bisa menerka apa yang direncanakan olehnya.

"Selalu perhatikan tingkah laku Satya, ketika dia bercerita tentang latar belakangnya, dengarkan dengan baik. Jangan lupa kirim pesan padaku jika ada yang tidak beres." pinta Erga berbisik.

Yang aku dapatkan dari pembicaraan kita sepanjang perjalanan tidak banyak, bahkan semuanya terlihat normal dan sangat wajar. Sudahlah, Erga mungkin hanya khawatir terhadap kami berdua. Menurut cerita Satya, jika pabrik beroperasi seperti hari kerja pun, jalanan memang selalu sepi.

Semua yang melewati jalan ini dipastikan adalah karyawan pabrik yang berangkat atau pulang bekerja. Dahulu pernah ada rencana untuk membangun obyek wisata di daerah bukit. Namun sayang, saat dilakukan perintisan akses masuk melewati hutan, banyak para pembuka jalan yang hilang dan tidak pernah diketahui keberadaannya sampai sekarang.

"Banyak yang meninggal loh disini. Kecelakaan di daerah ini tuh sial banget, hampir susah dapet pertolongan. Terakhir kali malah ada karyawan yang jatuh dari motor saat pulang kerja. Luka cuma di bagian paha kaki aja. Sayang banget dia ditemukan 8 jam sesudah kejadian, pas banget pergantian shift kerja. Yah, udah mati tuh kehabisan darah.'' cerita Satya dengan penuh semangat.

...Di saat bersamaan, Yuka terbangun dari tidurnya......

"Hahaha, ini kasur paling enak dan nyaman. Seumur-umur baru ngerasa tidur selama setahun penuh.'' aku berbicara di dalam hati dengan melihat langit-langit kamar.

Aku akhirnya beranjak dari kasur, kasur dengan kesan cinta pada pandangan pertama, Oh! maksudku cinta pada saat pertama tidur bersama. Kulihat jam di ponselku sudah menunjukan pukul 11 siang. Ada pesan masuk, nama Rena berbaris manja di layar ponselku.

"Nyuk, bangun!"

"Nyuk, sarapan kamu di dapur nanti dimakan ayam.''

"Nyuk, aku lupa kunci kamar, jagain yaaa...''

Haduh, perempuan ga beretika, memaksaku untuk menjadi anjing penjaga. Aku tidak memikirkannya, aku memiliki alasan kuat, dimana kamar Rena pun aku tidak tahu. Aku melangkah keluar kamar, tidak kujumpai sebatang hidung pun yang menempel di wajah teman-temanku.

"Ah gila gila gila! Semua ga waras, gak solid banget si Erga!", aku memaki keadaan yang sepi dan sunyi.

Aku teringat pesan Rena, sarapan di dapur nanti dimakan ayam. Kubuka pintu ruangan di sebelah kamarku, aku salah, ini bukan dapur tempat ayam memakan sarapanku, ini adalah kamar para perempuan. Kulanjutkan membuka pintu selanjutnya, ini lebih mirip tantangan memilih pintu di acara Benteng Takeshi.

Tiba-tiba, "prank..!!"

Suara piring pecah terdengar, kulihat seseorang berjongkok di atas meja makan. Dia menyeringai kepadaku dengan mengunyah entah apa yang bisa dia lahap di atas meja. Astaga! Seseorang dengan badan lusuh dan hanya memakai celana pendek sedang menggantikan peran ayam yang Rena skenariokan.

Aku berlari spontan menjauhi dapur, tunggang-langgang menuju jalan tanah bebatuan.

"Prak…!!” kulihat sebuah Nangka terjatuh dari pohonnya.

Sial! Entah bagaimana sepatu sebelah kananku bisa terlepas, tapi sudah kurasakan batuan kecil menyundul telapak kakiku. Kulihat lagi keadaan di sekitar mess, manusia bercelana pendek itu ternyata tidak mengejar. Aku panik, mataku terasa semakin kabur.

Oh Tuhan! Buah Nangka yang terjatuh dari pohon itu sudah berubah, menjadi kepala manusia yang pucat tanpa rambut, alis dan bulu mata. Kuterjang kabut yang mulai menipis, kutinggalkan mess terkutuk itu menghilang di kejauhan. Pabrik, satu-satunya tempat yang terlintas di pikiranku, persetan dengan tempat ini, akan kucari Erga dengan segala daya upaya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!