Malam yang kami rencanakan pun akhirnya tiba. Semua pekerja yang tinggal di mess pun sudah pulang ke rumah masing-masing sesuai rutinitas akhir pekan. Yuka, Rasha dan Rena sudah pergi ke pabrik sejak jam 8 malam tadi.
Sementara aku masih memantau keadaan di luar mess dari lubang ventilasi di dalam kamar. Rencana memang telah aku rubah sebelum mereka bertiga berangkat. Hal ini aku lakukan karena kecurigaanku dengan kebun kosong yang Yuka ceritakan.
Kamar sengaja dikunci dari luar oleh Yuka, tetapi kunci pintu Yuka berikan padaku melalui celah di bawah pintu agar aku dapat keluar sewaktu-waktu. Aku fokus dengan pintu besi di tembok penghubung area mess dengan kebun kosong.
Tiba-tiba, "glek..glek...glek" suara gagang pintu kamarku bergerak.
Orang itu kemudian berjalan ke arah kamar para wanita dan melakukan hal yang sama. Aku tidak dapat melihatnya dengan jelas karena posisiku berada di atas ventilasi, namun dengan jelas aku dapat mendengar suara langkahnya menuju halaman mess. Kucoba meraih ponselku di saku celana, berniat untuk mengirim pesan singkat kepada Yuka agar bersiap di posisinya.
Kupalingkan pandanganku lagi keluar kamar dengan sekilas. Sialan! Ternyata orang itu! Orang itu berbincang dengan makhluk bercelana pendek yang pernah aku temui di bawah pohon Nangka. Orang itu seperti memberikan sebuah bungkusan hitam yang langsung dirobek oleh makhluk jelek itu.
Dengan bergidik, aku menyaksikan makhluk itu memakan isi bungkusan dengan rakus dan kini wajahnya berubah karena cairan berwarna merah di sekitar mulutnya. Orang yang memberinya makan ternyata adalah Satya! Ya, aku tidak salah lihat lagi.
Kuketik beberapa baris pesan singkat untuk memberi tahu Yuka apa yang aku lihat disini, namun belum kutekan opsi kirim, mereka berdua berjalan memasuki kebun kosong dengan cara membuka pintu besi di tembok. Aku segera melompat dari atas kursi yang menjadi pijakanku. Dengan segera kubuka pintu kamar yang terkunci dan berlari pelan keluar untuk membuntuti Satya dan makhluk itu.
Kuikuti langkah Satya yang mulai memasuki lahan kosong dibalik pintu besi yang berkarat. Tiba-tiba semuanya menjadi buram, aku terjatuh ke tanah dan melihat Satya mendekati tubuhku yang terbaring ditengah semak belukar.
...Saat bersamaan di area pabrik......
Malam ini sama seperti malam-malam biasanya, kabut tebal menutupi hampir seluruh daerah di kaki bukit. Rena duduk disampingku dengan muka datar, sementara Yuka asik berbincang dengan Pak Ono di luar pos keamanan. Aku terus menatap layar ponsel, berharap Erga segera mengirim kabar tentangnya.
Pikiranku semakin tidak jelas dan kacau, semua hal buruk tentang Erga terus memaksa masuk ke dalam otaku. Erga menyusun rencana yang cukup gila, bahkan lebih gila dari niat Yuka untuk membakar bus hantu itu. Dengan manuver rencananya yang semula adalah hanya ikut menjaga pabrik dengan petugas keamanan, berubah haluan menjadi rencana gila untuk menjebak Satya dengan semua tuduhan terhadapnya.
Saat malam terakhir kita berkumpul, Erga melihat siluet Satya di jendela kamarnya, sepertinya Satya terburu-buru memasuki pintu besi penghubung kebun kosong. Sampai sore tadi, Erga mengirim pesan berantai kepada kita berempat yang berisi perubahan rencana dan seperti apa katanya, kita bertiga bertugas mengalihkan perhatian Satya dengan rencana ikut berjaga di pabrik malam ini. Sebuah pesan masuk, mengatakan bahwa Erga memerintahkan kami agar pergi ke desa sebelah dan menunggu perintah selanjutnya.
...Kembali ke lahan kosong bernisan......
Aku terbangun dengan rasa pusing yang memenuhi kepalaku, posisiku sekarang duduk diatas rerumputan yang tidak terawat. Argh…aku terkejut dengan apa yang aku pegang, batuan aneh terlihat jelas ditengah keadaan yang gelap ini.
“Tenang mas Erga, semua baik-baik saja. Sini biar saya bantu berdiri.” aku mendengar suara Satya dari depan tempatku berada.
“Diam kau brengsek! Apa yang kamu lakukan?!” teriaku menolak bantuannya.
“Baik kalo begitu, akan saya ceritakan semuanya.” Satya kali ini memposisikan diri dengan setengah berjongkok agar aku dapat melihat mukanya dengan jelas.
Satya mulai menjelaskan setiap hal yang aku lihat, setiap hal yang aku alami, dan ternyata semua ceritanya masuk dalam pikiranku. Satya adalah seorang pemuda yang berasal dari desa sebelah, dan sudah beberapa lama ini bekerja di pabrik. Sejak kecil, Satya dirawat oleh pamannya yang merupakan penduduk asli desa sebelah.
Masa lalu kelam memang menjadi awan hitam dalam hidupnya, dan ini berkaitan dengan tragedi kebakaran desa pada tahun 1990. Satya lahir di tempat ini, sejak lahir dia sudah menjadi bagian dari alam di sekitar lembah bukit Sangkala. Namun sayang, ketika berumur 5 tahun kejadian itu membunuh kedua orang tuanya sehingga menjadikan Satya anak sebatang kara.
Hal yang menjadi penyebab utama masih hidupnya Satya adalah pada malam naas itu terjadi, Satya sedang menginap di rumah pamannya yang berada di desa sebelah. Aku memancarkan sorot mata marah saat ceritanya mulai memasuki bagian dimana aku dan teman-temanku terlibat dalam rencananya.
Satya : “Mungkin dengan adanya kehadiran mas Erga dapat membantu rencana saya untuk mengetahui apa yang membuat orang tua saya meninggal di tempat ini.”
Erga : “Terus siapa makhluk sialan itu?!” tanyaku dengan nada tinggi.
Satya : “Dia adalah Tiran, teman masa kecil saya disini, dan dia menjadi satu-satunya orang yang selamat dari kebakaran itu. Tidak perlu kaget mas dengan fisiknya. Luka bakar memang mengubahnya secara drastis sehingga menjadi seperti itu.”
Erga : “Lalu, apa yang kau berikan kepadanya tadi?”
Satya : “Jatah makannya, daging ayam mentah yang saya beli setiap pergi ke desa sebelah. Seperti yang saya katakan mas, dia menjadi seperti ini karena harus hidup di hutan setan itu untuk bertahan hidup. Dan semenjak saya disini, saya memiliki tanggungjawab untuk merawatnya.”
Erga : “Sekarang apa rencanamu? Dan kenapa kau membuatku pingsan, hah?”
Satya : “Yang melemparkan batu itu adalah penghuni daerah terkutuk ini, semua kejadian Poltergeist disini ulah dari para setan itu! Jika Tiran tidak mengusirnya, mungkin mas Erga akan dibawa ke dunia gelap mereka atau bahkan dibuat tersesat selamanya di hutan Setra Sembrani.
Erga : “Oke, setelah semua ini akan kubantu kau mencari informasi tentang kebakaran itu, sekarang aku harus menghubungi teman-temanku."
Satya : “Saya sudah mengirim pesan kepada mbak Rasha, agar mereka pergi ke desa sebelah untuk sementara."
Satya membantuku berdiri dengan perlahan, kami kembali menyusuri jalan setapak di kebun ini dan menuju ke arah pabrik melalui celah kecil di belakang pabrik.
“Sat, batu-batu di kebun itu seperti kuburan.” aku bertanya dengan menghindari kawat besi pembatas.
“Entahlah mas, batu-batu itu selalu kembali ke tempatnya saat dipindahkan atau dibuang. Makanya lahan itu dibiarkan kosong begitu” jawab Satya saat kita berada di depan pintu belakang pabrik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments