Sosok Misterius

Mobil kujalankan perlahan, mengikuti langkah demi langkah Pak Jum yang terlihat jelas pada sorot lampu mobil. Kami masuk melalui jalan di sisi kiri pabrik, di sebelah kanan kami hanya terdapat pagar yang membatasi kawasan pabrik dengan hutan yang gelap. Kupalingkan pandangan ke sisi kiri mobil, kita melewati pos keamanan yang mana dari jauh aku melihat ada seseorang yang berjaga di dalamnya.

Kemudian kami juga melewati pabrik yang bangunannya cukup tinggi dan panjang di sebelah kiri sepanjang jalan ini. Insting deduksi mulai aku jalankan, karena jalan dari depan pabrik menuju mess karyawan hanya berupa tanah bebatuan, seharusnya akan terlihat ada jejak ban bus yang tadi melewati jalan ini. Karena di tengah malam menuju pagi hampir tidak ada aktifitas keluar masuk kendaraan lain, jejak bus itu seharusnya masih ada di atas tanah jalanan, tapi aku tidak melihat sedikit pun jejak yang aku harapkan ada.

Yuka yang sudah terbangun, memulai kesadarannya dengan keluhan tentang jalan menuju mess yang membuat mobil kami terus bergoyang.

"Duh, ini jalannya rusak banget! Kalo make sepeda kayaknya harus kita gendong sepedanya nih." celetuk Yuka dengan berpegangan pada behel di atas jendela mobil.

"Hahaha, gak ada yang mau lo gendong, termasuk sepeda Yuk." kami bertiga tertawa dengan jawaban Rasha.

Setelah sekitar beberapa menit melewati jalan pinggiran pabrik ini, akhirnya kami sampai di ujung jalan, dan aku melihat sebuah mess karyawan yang cukup luas dengan penerangan seadanya. Setelah sampai, aku parkirkan mobil di bawah pohon Nangka besar yang tumbuh rimbun di depan mess. Tiba-tiba, Yuka menunjuk ke arah kamar mess yang berada di paling ujung sisi sebelah kanan bangunan.

Pantas saja, entah apa yang terjadi, Pak Jum terlihat panik dan kebingungan dibarengi dengan ia menggendor-gedor pintu kamar itu, berharap seseorang keluar dari sana. Kami berempat akhirnya turun dari mobil dan menyusul Pak Jum yang sudah meracau membabi buta dengan seseorang yang sepertinya menempati kamar tersebut. Kami sama sekali tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, tapi terlihat jelas jika orang itu mencoba menenangkan Pak Jum yang panik dan terlihat bingung.

Pak Jum sudah tenang, orang itu pun sudah memperkenalkan diri. Dia bernama Satya, salah satu karyawan pabrik yang tinggal di mess ini. Satya menjelaskan, Pak Jum panik karena seperti yang sudah diceritakan oleh Pak Jum, bahwa pada tengah malam tadi ada rombongan bus datang dan Pak Jum mengarahkan rombongan bus tersebut ke arah mess.

Tapi, seperti yang kita tahu bahwa bus itu tidak ada disini. Hal mustahil jika bus itu sudah pergi, karena gerbang pabrik di jaga oleh dua orang dan satu di antaranya adalah Pak Jum sendiri. Dan tentu tidak ada jalan lain selain gerbang pabrik, dikarenakan kawasan pabrik memang dikelilingi oleh hutan di kaki bukit.

"Sumpah mas, bus itu bawa banyak orang, bahkan bukan hanya saya saja yang liat, Pak Ono yang berjaga dengan saya pun melihatnya dengan jelas, dan bus itu tidak pernah keluar lagi melalui gerbang pabrik!" Pak Jum bercerita dengan getaran tubuhnya.

Apa yang dialami kedua petugas keamanan itu aku pikir cukup membingungkan, aku percaya dengan hal mistis, walaupun belum mengalami hal seganjil ini. Singkat cerita, kami berempat yang masih tidak percaya dengan apa yang dialami Pak Jum akhirnya memutuskan untuk membersihkan diri dan beristirahat karena adzan subuh sudah berkumandang. Aku dan Yuka menempati kamar nomor 2 dari kanan yang mana tepat di sebelah kamar milik Satya, sementara Rasha dan Rena menempati kamar nomor 3 di sebelah kiri kami dan berdampingan dengan dapur mess yang berada di bagian tengah bangunan mess.

Aku terbangun pukul 8 pagi kurang 5 menit, hari ini kami belum mulai bekerja karena harus membereskan kamar dan tentu untuk lebih banyak beristirahat lagi. Kulihat Yuka masih tertidur di kasurnya, adapun kami memang berbeda kasur walaupun tinggal di dalam satu kamar. Karena aku sudah mandi subuh tadi, aku merasa enggan untuk menyiram tubuhku lagi dengan air karena udara disini yang cukup dingin.

Akhirnya kuputuskan hanya mencuci muka saja agar terlihat lebih segar. Aku membuka pintu kamar, pemandangan yang sangat berbeda terlihat jelas. Ah, segar sekali rasanya melihat hijaunya pohon-pohon di sekitar sini, walau nyatanya pandangan jarak jauhku masih terhalang tebalnya kabut pagi.

Lingkungan ini masih terdengar sepi tetapi sekarang keadaan tidak sesunyi subuh tadi. Hari ini adalah hari minggu, karena itu pabrik tidak beroperasi seperti biasanya. Pandangan pun semakin kuperluas sampai kulihat Rasha masuk ke ruang dapur di sebelah kamarnya.

Aku membuntutinya, rasa lapar di perutku berharap kedua perempuan cantik itu telah mempersiapkan sarapan yang lezat. Ketika aku memasuki dapur, kulihat Rasha sedang berdiri menatapku dan melempar senyumnya.

"Sudah kelilingnya ga? Nih sarapan dulu, mie instan dulu tapi ya.'' tanya Rasha sembari membersihkan meja makan.

"Masih males keliling ca, ini aja baru bangun banget, masih agak pening.'' jawabku dengan langsung menyambar piring di meja makan.

"Loh? Bukannya habis subuh tadi kamu keliling pabrik ya?" Rasha mengerutkan dahi.

"Bodo amat lah ca, udah laper ini.'' aku mulai menyantap korban laparku pagi ini.

"Ga, aku ngerasa ada yang aneh deh sama tempat ini. Dari kejadian tadi yang katanya Pak Jum melihat rombongan bus aku udah ngerasa aneh. Kamu ga tau kan kalo Rena liat ada orang yang manjat pohon Nangka di depan tadi subuh? Terus siapa yang pamit ke aku buat keliling pabrik habis subuh tadi kalo bukan kamu?" Rasha mulai menunduk.

Pada cerita yang aku dengar dari Rasha, setelah Rasha dan Rena membereskan kamar, Rena sempat melihat seseorang memanjat pohon Nangka di depan mess dari jendela kamar. Karena subuh tadi keadaan masih gelap, mereka tidak bisa memastikan siapa yang memanjat pohon, tetapi bisa terkonfirmasi dengan jelas jika itu berwujud manusia, lebih tepatnya pria kurus yang memakai celana pendek. Rasha menambahkan, jika tidak lama setelah itu aku mengetuk pintu kamar mereka.

Aku tersenyum dan berpamitan untuk keliling melihat kawasan pabrik. Rasha bahkan melihatku berjalan menjauh menuju pabrik melewati jalan tanah bebatuan yang kami lewati pada saat datang tadi pagi. Ia baru menutup kamar setelah memastikan tubuhku menghilang ditelan kabut pagi.

Sudah kurasakan ketidakwajaran dengan cerita Rasha yang penuh dengan hal ganjil. Aku mencoba untuk mengendalikan keadaan dengan terus menyantap sisa-sisa untaian mie instan yang kuahnya mulai terasa dingin. Setelah sarapan pagiku yang dibumbui cerita mistis oleh Rasha, aku mengajaknya untuk berkeliling yang sebenarnya.

Ajakan ini aku lakukan karena memang aku penasaran dengan situasi dan suasana lingkungan yang akan aku tinggali untuk waktu yang cukup lama. Yuka masih setia dengan tidurnya, sementara Rena kulihat sedang membersihkan halaman mess dengan muka yang tidak bersahaja. Saat aku dan Rasha menyapanya, gelagat tubuhnya memberi tanda untuk enggan ditinggalkan dan memelas mengikuti tour pertama kami.

Ah, enak saja bagiku ditemani dua perempuan cantik berkeliling di tengah dinginnya pagi. Pukul 9 yang aneh, kabut yang tebal masih terlihat sejauh mata memandang. Sepertinya hal biasa jika berada di kaki bukit di dataran yang cukup tinggi ini.

Kami melewati jalan tanah bebatuan itu, aku berjalan paling kiri di samping Rena yang terus memeluk lengan Rasha seperti boneka. Tiba-tiba seseorang terlihat mendekat membelah kabut dari arah berlawanan, Ah! Satya rupanya.

"Wah jalan-jalan nih? Ikutan ya." Satya memasuki barisan kami dan berputar arah.

"Satya dari mana? Hari ini kan libur kerja." Rena memberi senyum hangatnya yang entah hilang kemana saja.

"Ini nih Ren, Pak Jum harus dianter pulang, sakit dia." perjelas Satya.

Pak Jum akhirnya terkena demam dadakan, Satya menambahkan jika Pak Jum masih gelisah karena kejadian tadi malam. Kami sampai di gerbang pabrik, kita bertemu Pak Ono yang merupakan teman shift Pak Jum tadi malam. Kami juga berkenalan karena belum sempat bertatap muka saat datang, jadi Pak Ono lah seseorang yang kulihat berada di pos keamanan dini hari tadi.

Setelah berkenalan dengan Pak Ono, Rasha mengajak Rena untuk pergi mencari keperluan bahan makanan di desa sebelah. Karena Satya lebih paham tentang daerah ini, ia bersedia untuk mengantar Rasha dan Rena menggunakan mobil tua milik pabrik yang terparkir di garasi.

Aku rasanya enggan untuk ikut bersama membeli persediaan logistik, mengingat ada seonggok manusia yang kutinggalkan di kamar, ya manusia bernama Yuka itu. Aku melanjutkan masa orientasiku dengan terus mengajak Pak Ono bercerita. Kami bercerita panjang lebar di samping dinding pabrik, terutama cerita tentang apa yang dialami oleh Pak Jum tadi malam.

''Pak Jum itu orang baru, baru 2 minggu kerja disini. Jadi belum biasa dengan mereka.'' terang Pak Ono.

"Memangnya bapak udah berapa lama kerja disini?" aku mulai mengorek semuanya.

"Wah, lama juga mas, 2 tahun setelah pabrik ini dibangun, saya sudah bekerja disini. Kira-kira sekitar tahun 92, satu tahun setelah Petengan terjadi." Pak Ono memulai ceritanya dengan flashback yang jauh.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!