Aku terbangun, sementara Rasha sudah tidak ada di sebelahku. Aku berteriak memanggilnya, dan entah kemana arahku sekarang aku sudah tidak peduli.
“Srek..srek..srek...” aku mendengar suara gesekan dari balik sebuah pohon besar.
Saat aku mendekati asal suara itu, aku melihat sebuah lubang berdiameter kurang lebih dua meter. Aku mencoba menundukan kepala kedalam lubang itu, astaga! Ternyata di dalam lubang itu Tiran sedang merintih kesakitan dan mencoba keluar dari sana. Aku segera mencari cara untuk mengeluarkannya dari bawah sana, pandanganku tertuju pada sebuah akar besar yang menggantung di sebuah pohon.
Kuikatkan ujung akar itu melilit sebuah pohon berukuran sedang, dan kulemparkan ujung lainnya ke dalam lubang itu. Tiran memanjat akar itu dan berhasil menggapai setengah ketinggian lubang.
Namun, “gubrak..!” ada sesuatu yang mendorong punggungku dengan keras, aku terjatuh ke bawah dan menimpa Tiran yang sedang berusaha naik. Dan seseorang itu menarik akar yang menjadi tali pegangan. Naas, sekarang kita berdua terjebak disini, di lubang tanpa jalan keluar ini.
...Sebuah cerita lain aku sisipkan disini......
Dimana mungkin ini menjadi asal mula rentet kejadian yang terjadi menimpa kami semua. Kita semua sudah tahu perihal hubungan spesial Rena dan Satya selama ini. Pernah suatu ketika, aku memergoki Rena keluar dari kamar Satya di tengah malam.
Karena memang posisi kamarku yang berada di antara kamar mereka, aku yang saat itu sedang menikmati secangkir teh hangat karena terbangun di malam hari dapat dengan jelas melihat Rena melewati kamarku. Entah apa yang mereka perbuat, tetapi tidak aku hiraukan karena memang hal seperti itu di duniaku saat masih berada di kota sangat biasa terjadi. Apalagi dengan Rena yang mana dia termasuk perempuan beraliran bebas dan termasuk acuh dalam pergaulannya.
Sebelum berangkat ke tempat ini, menurut cerita orang-orang terdekatnya (Rasha dan Yuka), Rena sedang dalam keadaan patah hati. Lelaki yang sudah dua tahun menjadi kekasihnya berselingkuh dan memilih menikah dengan sesama temannya di klub malam. Mungkin sangat tidak profesional ketika aku membiarkan hal itu terjadi, terlebih aku adalah seorang pemimpin disini.
Yah, tapi mau bagaimana lagi, semua masih berjalan normal hingga akhirnya semua menerima resiko yang mereka perbuat selama ini. Gosip sepertinya sudah menyebar dengan rata sampai dunia lain. Hubungan terlarang antara Rena dan Satya sepertinya menjadi awal mula marahnya para penunggu hutan.
Mitos lagi-lagi berbicara, apalagi ini perihal asmara yang mana mengatakan jika suku Sunda dilarang memiliki urusan hati dengan orang dari suku Jawa. Rasanya punggungku seperti remuk seluruhnya, aku hanya bisa melihat daun-daun berwarna gelap diatas sana. Tiran pun sudah hampir menyerah sepertinya, sekarang dia tidak lagi berusaha memanjat lubang yang lebih menyerupai sumur ini.
Tiba-tiba akar pohon yang ditarik oleh makhluk tak kasat mata itu menjulur kembali. Aku terperanjat, saat gelap ini aku masih bisa melihat siapa orang yang menjulurkan akar pohon itu kembali. Itu adalah Rasha! Oh Tuhan entah bagaimana cara dia menemukanku, tapi dia sekarang berusaha menyelamatkan kami.
Singkat cerita tentang pertolongan ini, ternyata Rasha mendengar seseorang yang berjalan di belakang pohon tempat kami tertidur. Saat itu juga dia mengikuti seseorang berkepala kuda yang melintas. Namun karena rasa takut yang menghampirinya, Rasha memutuskan kembali ke tempatku tertidur dan menemukan tempat itu kosong karena aku sudah terbangun sebelumnya.
Setelah berhasil keluar dari lubang itu, kami berdua dengan buru-buru menerjang hutan semakin ke arah selatan dan mulai berpisah kembali dengan Tiran. Tunggu, dari jauh aku menghentikan langkah karena melihat sosok berwarna hitam pekat menjulang tinggi seperti pohon. Aku mengisyaratkan gestur kepada Rasha agar segera menunduk dan bersembunyi di balik semak belukar.
Ini adalah kali pertama aku melihat makhluk menyerupai manusia yang sebesar dan setinggi itu, mungkin jika harus disandingkan, perbandingannya hampir sama dengan pohon Nangka di depan mess. Saat kutengokan wajah ke arah Rasha, dengan lugunya dia hanya menutup mata dengan kedua tangan terus mencengkram lenganku. Hampir setengah jam kami berdiam diri disini, tetapi makhluk itu belum juga berpindah dari tempatnya berdiri.
Akhirnya dengan komunikasi pelan bersama Rasha, kami sepakat untuk mengendap-endap berjalan jongkok ke arah timur, mustahil untuk menuju arah barat karena terhalang oleh rimbunnya semak belukar yang tinggi dan rasanya enggan untuk kembali ke arah utara di mana lubang itu berada. Setelah beberapa meter berjalan jongkok, aku menarik tangan Rasha agar segera bangkit dan berlari kembali, melewati pepohonan tinggi di gelapnya hutan ini. Entah kenapa, aku teringat mitos tentang hutan ini dimana sangat dilarang untuk menuju arah timur jika berada di di dalam hutan ini.
Ah terserah lah, untuk kali ini aku mentaati aturan mitos itu. Sekarang kami kembali menuju selatan dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Gawat, rintik air dari langit mulai turun dan membasahi sebagian tubuhku.
Rasha menunjuk kearah depan sana, ternyata ada sebuah gubuk kecil disana. Hujan semakin turun dengan deras ketika kami sampai di gubuk itu. Pintunya terbuka, tanpa permisi kami masuk ke dalam gubuk yang tak berpenghuni.
Akhirnya untuk sejenak, kami berpikir untuk tinggal sementara disini dengan menunggu hujan reda adalah waktu tujuan kami untuk pergi.
Rasha : “Ga bajuku basah, dingin banget.”
Erga : “Duh, mau gimana lagi dong ca, aku basah juga nih.”
Rasha : “Jaket ini ku gantung dulu deh, siapa tau cepet kering.”
Rasha menggantung jaketnya yang basah, meninggalkan tubuhnya yang hanya memakai kaos berwarna kuning muda.
Aku paham dengan keadaan ini, aku berikan privasi saat dia melepaskannya dengan berbalik memunggungi Rasha dengan menghadap pintu gubuk yang terbuka.
“Udah ga” suara lirih Rasha memberi tanda untuku kembali menoleh kepadanya.
Dengan diiringi suara gemuruh di luar sana, aku menoleh ke arah dimana Rasha berdiri di belakangku. Astaga, tidak pernah aku melihat Rasha secantik ini sebelumnya. Naluri lelaki memang sungguh liar, tapi aku benar-benar terpesona dengan perempuan ini sekarang.
Rambutnya yang basah oleh tetesan air dan wajahnya yang berkilau saat ini membuatku terpaku.
"Ga…Erga!" Rasha merusak lamunanku dan aku dengan terkejut kini beranjak berdiri mendekatinya.
"Gimana Ca? masih dingin ya?"
"Masih Ga, anginnya nih kenceng banget, terus itu pintunya ga bisa ditutup kah?" Rasha dengan sedikit menggigil menggosok-gosok kedua telapak tangannya.
"Kita tunggu hujannya reda ya Ca." entah kenapa aku sekarang menjawabnya dengan senyum lebar.
"Iya sih bener, sambil istirahat juga atuh Ga. Aku udah capek banget."
"Asal kamu ga kabur lagi kaya tadi ya Ca, haha." tawaku melawan suara guntur di luar sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments