Kembalinya Raungan Belantara

Setelah malam pembakaran itu, keadaan area pabrik dan mess menjadi lebih tenang tanpa adanya hal-hal aneh yang terjadi. Salah satu hal yang menarik adalah ternyata Rasha merekam kejadian pembakaran bus itu dengan kamera ponselnya. Rasha menunjukan sebuah rekaman yang mungkin agak tidak terlalu jelas karena direkam dari ponsel yang digantung di dadanya, tetapi dapat terlihat bagaimana prosesnya terjadi.

Menurut penuturannya, dia sengaja merekam kejadian itu karena ini pengalaman barunya tentang dunia yang di luar nalar. Saat aku memutar rekaman itu berulang-ulang, dari sudut pandang Rasha aku dapat melihat mata merah itu dari arah hutan, beberapa detik sebelum Tiran melompati bus dan menghilang ke dalam hutan. Dan yang kami tahu dari informasi Satya, sejak kejadian itu  Tiran seperti menghilang dan tidak pernah terlihat pulang ke gubuknya.

Suatu larangan tidak tertulis di daerah yang kami tempati ini, semua orang disini tahu bahwa masuk ke dalam hutan Setra Sembrani sangat dilarang. Oh iya, lagi pula siapa juga yang memiliki kemauan untuk masuk hutan gelap dan menyeramkan itu. Aku sudah sering pulang bekerja pada malam hari, saat kulihat area hutan di sepanjang jalan bebatuan menuju mess, aku hampir selalu bergetar dibuatnya.

Suatu siang di aula istirahat pabrik, Satya pernah berkata kepadaku bahwa jika kita sampai tersesat di hutan itu, hal pertama yang harus kita cari adalah arah mata angin. Satya menambahkan, jika kita sudah mengetahui kemana saja arah mata angin itu, pantangan besar jika kita memilih menuju arah timur.

Aku yang termasuk pemikir deduksi berpikir secara rasional, ah tentu saja itu alasan yang logis. Jika merujuk pada bagaimana letak hutan Setra Sembrani berada, arah barat hutan akan membawa kita ke area kawasan industri, di sebelah utara hutan ini adalah bukit Sangkala, bukit yang lumayan tinggi untuk kita bisa melihat keadaan sekitar dan membuat tanda pertolongan dari atas sana. Lalu, arah selatan merupakan pilihan tepat, karena mengarahkan kita menuju jalan penghubung desa dan kawasan industri, hal itu sama dengan apa yang aku alami dengan Yuka waktu itu.

Sementara itu, jika kita nekat menuju arah timur maka kita akan dihadapkan dengan hutan yang panjangnya berkilo-kilometer.

Erga : “Alasannya karena itu Sat?” aku bertanya setelah menjelaskan teori yang ada di kepalaku.

Satya : “Wah pinter ya anda Mas Erga” satya tersenyum mengiyakan.

Yuka : “Udah deh Sat, kita udah pengalaman masuk sana. Lagian gue banyak pengalaman kok masuk hutan atau naik gunung.” Yuka mencoba memotong semua pembicaraanku dengan Satya.

Satya berdiri, sepertinya akan melanjutkan pekerjaannya setelah makan siang ini. Ketika membungkuk mengambil botol minumnya, Satya tertawa pelan dan berbicara menghadap kami dengan sinis.

“Mungkin jika pilihan kalian ke arah timur, waktu kalian kembali bukan hanya tiga hari. Mungkin bisa tiga minggu, tiga tahun, atau bisa saja tidak bisa pulang selamanya.” celoteh Satya sebelum meninggalkan aku dan Yuka.

Saling tatap aku dan Yuka mencerna omongan Satya, tapi masa bodoh lah, hutan itu tidak pantas kami pikirkan. Malam ini adalah jadwal kedatangan karyawan baru dari Bandung. Seperti yang sudah rutin terjadi, diperkirakan mereka akan sampai di pabrik antara pukul 3 sampai menjelang subuh di hari minggu pagi. Sudah aku persiapkan semuanya, dan tentu ada beberapa hal yang aku rencanakan.

Malam itu aku tugaskan Satya dan Yuka agar menunggu kedatangan mereka bersama Pak Ono di pos keamanan pabrik. Waktu sudah menunjukan pukul 22.22 dan suasana mess sangatlah hening dikarenakan banyak karyawan yang pulang ke rumah di akhir pekan. Tiba-tiba saja Rasha menggedor pintu kamarku dengan berteriak memanggil namaku.

Entah apa yang terjadi, ketika pintu kubuka Rasha dengan gerakan yang buru-buru memeluk lengan sebelah kananku.

Erga : “Eh kenapa ini ca? Ada apa?”

Rasha : “Ga, tolongin! tolongin cepet! Tolongin Rena ga!”

Erga : “Ada apa ini? Rena kenapa sih?”

Rasha : “Udah buruan! Rena masuk ke hutan!”

Rasanya mungkin seperti aku mengalami Déjà Vu, otaku merangkai perkataan Rasha, mengingat kejadianku masuk hutan dengan Yuka, serta teringat perkataan Satya tentang larangan itu tempo hari. Aku terdiam sejenak, dengan tangisan Rasha menariku kembali tersadar. Rasha menuntun dengan menyeret tanganku, lalu sampailah kita di depan pagar pembatas mess dengan hutan, dan kini aku dibuat dilema karenanya.

“Tenang ca, kita coba balik dulu ke mess. Kita bawa perlengkapan dulu, kita ambil senter dulu yaa.” aku mencoba menenangkan Rasha yang sudah panik karena Rena sudah menghilang ke dalam hutan.

Dengan persiapan seadanya, aku mencoba menembus hutan itu. Rasha yang aku sarankan untuk menemui Yuka di pabrik menentang dan bersikeras untuk ikut mencari Rena ke dalam hutan. Sekitar lima menit kami masuk hutan, ponsel di kantong celanaku bergetar.

Aku berhenti berjalan dengan Rasha masih memeluk lenganku. Rupanya alarm yang aku pasang pada pukul 11 malam berbunyi. Tetapi aku melihat sebuah pesan masuk, sepertinya masuk sekitar beberapa menit yang lalu sebelum kita memasuki hutan dan membuat sinyal ponselku menghilang.

Itu adalah pesan dari Yuka, “Ga, Rena kesurupan disini…”

Rasha ikut memandang layar ponselku dengan mata yang terbelalak.

“Ga, kok Rena sama Yuka disana? Terus yang tadi masuk hutan siapa dong?” air mata Rasha kembali menetes dari sorot mata indahnya yang berbinar.

Aku langsung menyeret Rasha kembali ke arah mess, langkah demi langkah kami lalui namun sudah hampir 30 menit kami masih berada di dalam hutan. Aku mencoba mengubah arah menuju selatan, namun tetap saja aku dan Rasha masih tersesat. Kita berdua berhenti di bawah sebuah pohon besar, entah jenis pohon apa yang memiliki banyak bekas goresan di batangnya.

Dengan posisi duduk, Rasha masih lengket memegang lenganku. Agaknya aku mulai tidak tega melihatnya yang berantakan seperti ini.

Cerita dimulai ketika Rasha dan Rena hendak tidur di kamar mereka. Saat Rasha hendak memejamkan mata, tiba-tiba saja Rena bangkit dari atas ranjang kasur. Rena memandang Rasha dengan sorot mata benci, dan setelah itu Rena menjerit sekuat tenaga.

Namun aku yang berada di kamar sebelah sama sekali tidak mendengar suara apapun, padahal seperti yang aku katakan sebelumnya, suasana di daerah itu sangatlah hening. Rasha berusaha menenangkan Rena dengan memegang tangannya, tetapi Rena segera mendorong Rasha sehingga terdorong ke atas ranjang tidur kembali. Rena membuka pintu kamar dan berlari ke arah timur menuju hutan.

Ketika Rasha mengejarnya, Rena terlihat berhenti sejenak sebelum memanjat pagar pembatas hutan. Hal yang cukup aneh mengingat pagar itu sangat susah dilewati terlebih oleh perempuan seperti Rena. Rasha yang tidak bisa mengejarnya pun segera mengetuk pintu kamarku untuk meminta bantuan segera.

Entah siapa yang dilihat oleh Rasha memasuki hutan, tetapi dia bersikeras bahwa itu adalah Rena. Sudah hampir lebih dari 6 jam aku dan Rasha bersender di bawah pohon ini, dan tidak bisa membedakan ini malam atau sudah pagi. Mataku terlelap dengan pundak yang menjadi senderan kepala Rasha. Rasanya sudah terlalu lelah bahkan hanya untuk berpikir sebentar saja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!